"Fashion show terbesar ini merupakan yang keempat," kata Denny Wirawan ditemui usai peragaan busana hasil berkolaborasi dengan Bakti Budaya Djarum Foundation di Rumah Adat Kudus Yasa Amrta Kudus, Rabu malam.
Menurut dia, batik Kudus kembali menjadi bagian penting dari perjalanan kreatif dirinya sejak tahun 2015. Tahun ini menandai sewindu keindahan batik Kudus memberikan inspirasi yang membuat dirinya terus mengeksplorasi dan berkreasi.
"Koleksi 'Sandyakala Smara' saya persembahkan sebagai bentuk dedikasi untuk menggali lebih dalam lagi potensi-potensi yang ada pada motif batik Kudus yang belum tereksplorasi, setelah sebelumnya hadir koleksi pasar malam, padma, dan wedari,” ujarnya.
Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, mengungkapkan bahwa Sandyakala Smara ini adalah bentuk dukungan tulus dalam melestarikan dan mengapresiasi kekayaan wastra budaya Indonesia.
Khususnya, kata dia, batik Kudus yang memukau dan menginspirasi kreativitas untuk terus mengeksplorasi serta memperkaya keindahan yang tak ternilai dari kain-kain Indonesia.
"Setelah delapan tahun perjalanan yang luar biasa, dengan bangga kami membawa batik Kudus kembali ke akarnya, ke Kota Kudus, yang dikenal sebagai Kota Kretek, untuk perayaan penuh makna dan inspirasi," ujarnya.
Hal Ini, kata dia, menggambarkan bahwa Kudus bukan hanya dikenal sebagai penghasil kretek, tetapi juga memiliki batik yang bernilai tinggi sekaligus menghargai perjalanan panjang dalam berkarya lewat kain dan pola yang telah memberikan warna baru bagi dunia mode Indonesia.
Kegiatan ini, kata dia, dihadiri sekitar 250 tamu undangan yang datang untuk mengenal dan menjelajahi budaya Kota Kudus. Ini merupakan sebuah kesempatan untuk mengenalkan daya tarik Kota Kretek sehingga menjadi salah satu destinasi wisata yang mampu menggerakkan perekonomian masyarakat.
"Sandyakala Smara Koleksi Batik Kudus 2023 - 2024 ini mengajak kita untuk merasakan kisah indah yang terinspirasi dari keelokan Kebaya dan Kain Batik Kudus," ujarnya.
Mengambil ciri khas gaya "kebaya encim" serta kain batik Kudus sebagai padanannya di dekade 1930-an hingga 1950-an, Denny Wirawan menghadirkan kembali kecintaannya terhadap wastra Indonesia yang mengalir tak pernah usai.
Memadukan mahakarya dari para artisan batik yang penuh keindahan dan filosofi, dalam helai-helai busana yang dibuat dengan cinta. Kolaborasi dengan para pembatik binaan Bakti Budaya Djarum Foundation dan para pembatik pesisir di Pekalongan, serta kolaborasi dengan kolektor batik Agam Riyadi, juga turut memperkaya koleksi batik yang ditampilkan pada gelaran Sandyakala Smara.