Kemensos: Pendamping sosial harus bisa tangani semua permasalahan yang ada di masyarakat
Banyumas (ANTARA) - Pendamping sosial Kementerian Sosial (Kemensos) saat ini harus bisa menangani semua permasalahan yang ada di masyarakat, kata Analis Kebijakan Ahli Madya Kemensos Herwijati Anita Miranda Prajitno.
"Sebetulnya pendamping (sosial) saat ini masih terbagi-bagi, ada pendamping rehabilitasi sosial, pendamping PKH (Program Keluarga Harapan), TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan), dan sebagainya," katanya di Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat sore.
Herwijati Anita Miranda Prajitno mengatakan hal itu usai pembukaan Rapat Koordinasi Pendamping Sosial Kementerian Sosial di Wilayah Kerja Sentra "Satria" di Baturraden Area Jawa Tengah.
Sehubungan dengan adanya perubahan susunan organisasi tata kerja (SOTK) di Kemensos, kata dia, pihaknya saat ini melaksanakan multilayanan di mana pendamping harus menangani semua kasus atau permasalahan yang ada di masyarakat.
"Oleh karena itu, para pendamping sosial mau tidak mau mengikuti perubahan yang ada, sehingga tidak bisa lagi terkotak-kotak dengan mengatakan bahwa dirinya adalah pendamping PKH, pendamping lansia, dan sebagainya," kata dia.
Dengan demikian, para pendamping sosial diharapkan bisa melakukan pendampingan pelayanan kepada seluruh permasalahan yang ada di masyarakat
"Adanya perubahan ini, mungkin belum semua pendamping tahu. Itu sebabnya kenapa kami melakukan rapat koordinasi ini, supaya kami bisa menjelaskan perubahan-perubahan yang ada, kemudian program-program kebijakan yang baru," kata perempuan yang akrab disapa Wiwik itu.
Dia mengharapkan dengan adanya rapat koordinasi tersebut, para pendamping sosial mempunyai persepsi yang sama, sehingga ketika terjadi permasalahan di lapangan bisa lebih berkoordinasi, bersinergi, dan berkolaborasi bersama.
Wiwik mengatakan permasalahan sosial kalau dilihat per klaster terdiri atas klaster anak, lansia, disabilitas, tunasusila, korban perdagangan manusia, serta korban penyalahgunaan napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya).
Khusus untuk tunasusila, kata dia, cakupannnya sangat banyak karena meliputi gelandangan/pengemis, wanita tunasusila, dan sebagainya.
"Itu yang menyebabkan ibu Menteri (Menteri Sosial Tri Rismaharini, red.) ingin bahwa kita bisa melayani dengan segera. Ketika ada permasalahan di lapangan, kita dapat segera melayani karena kalau masih terkotak-kotak, kita akan menjadi lambat," katanya.
Baca juga: Bank Jateng serahkan dana sosial Rp396 juta untuk bantuan ambulans ke RSUD R.A.A Tjokronegoro
Dia mencontohkan jika sebelumnya pendamping sosial harus ke Sentra "Handayani" di Jakarta lebih dulu ketika ada anak yang berhadapan dengan hukum, namun sekarang penanganannya dilakukan oleh Sentra terdekat.
Kendati demikian, Wiwik mengakui sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemensos, Sentra "Satria" di Baturraden tidak bisa bekerja sendiri.
"Perpanjangan tangan kami adalah para pendamping dan kami berkoordinasi dengan Dinas Sosial maupun mitra kerja lainnya seperti BNNK, Dinas Kesehatan, dan lain-lain," katanya didampingi Pekerja Sosial Sentra "Satria" Baturraden Asri Sasi Mulyadi.
Dia mengatakan berdasarkan data sementara hingga bulan Agustus 2022 sudah ada sekitar 2.500 permasalahan sosial yang telah ditangani Sentra "Satria" Baturraden.
Menurut dia, ribuan permasalahan sosial tersebut berasal dari wilayah kerja Sentra "Satria" Baturraden yang meliputi Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen, serta Provinsi Kalimantan Barat.
Disinggung mengenai ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung kebijakan multilayanan mengingat Sentra "Satria" Baturraden sebelumnya merupakan Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza (BRSKPN), Wiwik mengatakan sebagai "prajurit" di lapangan, pekerja sosial tentunya harus melaksanakan apa pun yang terjadi meskipun sarana dan prasarananya masih kurang.
"Justru saya melihat bahwa ini akan menjadi cetusan, jadi impuls buat kami untuk berinovasi, seperti sekarang kami menangani ODGJ (orang dengan gangguan jiwa). Kalau mau jujur, kami (Sentra 'Satria' Baturraden, red.) tidak punya psikiater," katanya.
Baca juga: Registrasi Sosial Ekonomi 2022, Sekda Jateng ajak semua pihak ikut menyukseskan
Kendati demikian, dia mengatakan pekerja sosial Sentra "Satria" Baturraden berlatih secara autodidak terkait dengan penanganan terhadap ODGJ termasuk melakukan studi banding ke sejumlah balai milik Kemensos yang sudah terbiasa menangani ODGJ, antara lain di Pati dan Sukabumi.
Selain itu, kata dia, ODGJ tersebut juga dirujuk ke rumah sakit untuk dicek kondisinya oleh psikiater agar bisa mendapatkan terapi maupun obat.
"Kami sebagai pelaksana teknis akan melaksanakan saran dari ahli. Itu perlunya kerja sama antarpemangku kepentingan," kata Wiwik.
Baca juga: Sebanyak 19.000 calon penerima bantuan di Solo telah didata
"Sebetulnya pendamping (sosial) saat ini masih terbagi-bagi, ada pendamping rehabilitasi sosial, pendamping PKH (Program Keluarga Harapan), TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan), dan sebagainya," katanya di Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat sore.
Herwijati Anita Miranda Prajitno mengatakan hal itu usai pembukaan Rapat Koordinasi Pendamping Sosial Kementerian Sosial di Wilayah Kerja Sentra "Satria" di Baturraden Area Jawa Tengah.
Sehubungan dengan adanya perubahan susunan organisasi tata kerja (SOTK) di Kemensos, kata dia, pihaknya saat ini melaksanakan multilayanan di mana pendamping harus menangani semua kasus atau permasalahan yang ada di masyarakat.
"Oleh karena itu, para pendamping sosial mau tidak mau mengikuti perubahan yang ada, sehingga tidak bisa lagi terkotak-kotak dengan mengatakan bahwa dirinya adalah pendamping PKH, pendamping lansia, dan sebagainya," kata dia.
Dengan demikian, para pendamping sosial diharapkan bisa melakukan pendampingan pelayanan kepada seluruh permasalahan yang ada di masyarakat
"Adanya perubahan ini, mungkin belum semua pendamping tahu. Itu sebabnya kenapa kami melakukan rapat koordinasi ini, supaya kami bisa menjelaskan perubahan-perubahan yang ada, kemudian program-program kebijakan yang baru," kata perempuan yang akrab disapa Wiwik itu.
Dia mengharapkan dengan adanya rapat koordinasi tersebut, para pendamping sosial mempunyai persepsi yang sama, sehingga ketika terjadi permasalahan di lapangan bisa lebih berkoordinasi, bersinergi, dan berkolaborasi bersama.
Wiwik mengatakan permasalahan sosial kalau dilihat per klaster terdiri atas klaster anak, lansia, disabilitas, tunasusila, korban perdagangan manusia, serta korban penyalahgunaan napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya).
Khusus untuk tunasusila, kata dia, cakupannnya sangat banyak karena meliputi gelandangan/pengemis, wanita tunasusila, dan sebagainya.
"Itu yang menyebabkan ibu Menteri (Menteri Sosial Tri Rismaharini, red.) ingin bahwa kita bisa melayani dengan segera. Ketika ada permasalahan di lapangan, kita dapat segera melayani karena kalau masih terkotak-kotak, kita akan menjadi lambat," katanya.
Baca juga: Bank Jateng serahkan dana sosial Rp396 juta untuk bantuan ambulans ke RSUD R.A.A Tjokronegoro
Dia mencontohkan jika sebelumnya pendamping sosial harus ke Sentra "Handayani" di Jakarta lebih dulu ketika ada anak yang berhadapan dengan hukum, namun sekarang penanganannya dilakukan oleh Sentra terdekat.
Kendati demikian, Wiwik mengakui sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemensos, Sentra "Satria" di Baturraden tidak bisa bekerja sendiri.
"Perpanjangan tangan kami adalah para pendamping dan kami berkoordinasi dengan Dinas Sosial maupun mitra kerja lainnya seperti BNNK, Dinas Kesehatan, dan lain-lain," katanya didampingi Pekerja Sosial Sentra "Satria" Baturraden Asri Sasi Mulyadi.
Dia mengatakan berdasarkan data sementara hingga bulan Agustus 2022 sudah ada sekitar 2.500 permasalahan sosial yang telah ditangani Sentra "Satria" Baturraden.
Menurut dia, ribuan permasalahan sosial tersebut berasal dari wilayah kerja Sentra "Satria" Baturraden yang meliputi Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen, serta Provinsi Kalimantan Barat.
Disinggung mengenai ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung kebijakan multilayanan mengingat Sentra "Satria" Baturraden sebelumnya merupakan Balai Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza (BRSKPN), Wiwik mengatakan sebagai "prajurit" di lapangan, pekerja sosial tentunya harus melaksanakan apa pun yang terjadi meskipun sarana dan prasarananya masih kurang.
"Justru saya melihat bahwa ini akan menjadi cetusan, jadi impuls buat kami untuk berinovasi, seperti sekarang kami menangani ODGJ (orang dengan gangguan jiwa). Kalau mau jujur, kami (Sentra 'Satria' Baturraden, red.) tidak punya psikiater," katanya.
Baca juga: Registrasi Sosial Ekonomi 2022, Sekda Jateng ajak semua pihak ikut menyukseskan
Kendati demikian, dia mengatakan pekerja sosial Sentra "Satria" Baturraden berlatih secara autodidak terkait dengan penanganan terhadap ODGJ termasuk melakukan studi banding ke sejumlah balai milik Kemensos yang sudah terbiasa menangani ODGJ, antara lain di Pati dan Sukabumi.
Selain itu, kata dia, ODGJ tersebut juga dirujuk ke rumah sakit untuk dicek kondisinya oleh psikiater agar bisa mendapatkan terapi maupun obat.
"Kami sebagai pelaksana teknis akan melaksanakan saran dari ahli. Itu perlunya kerja sama antarpemangku kepentingan," kata Wiwik.
Baca juga: Sebanyak 19.000 calon penerima bantuan di Solo telah didata