Komisi A DPRD Provinsi Jawa Tengah meminta pemerintah meninjau ulang rencana penghentian tenaga honorer pada tahun 2023.
Terkait dengan hal itu, Ketua Komisi A DPRD Jawa Tengah Mohammad Saleh akan menemui Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Hal tersebut disampaikan Saleh usai menemui puluhan pegawai yang tergabung dalam Persatuan Non-ASN Daerah Jawa Tengah di Ruang Rapat Komisi A DPRD Jateng, Semarang, Jumat.
Ia mengungkapkan tujuan kedatangan pegawai dari perwakilan kabupaten/kota se-Jateng itu ingin menanyakan kejelasan nasib yang bersangkutan.
"Kita tahu bersama bahwa berdasarkan PP, pemerintah merencanakan untuk tenaga honorer disetop pada tahun 2023, nah kami dari Komisi A beberapa bulan lalu telah menanyakan hal ini kepada pemerintah dan pada rapat dengan BKD," katanya.
Komisi A DPRD Jateng, lanjut dia, akan menemui MenPAN-RB dan Mendagri agar rencana ini bisa ditinjau ulang.
"Pertama adalah kebijakan ini disetop dulu sampai 28 November 2022, sambil nanti perpanjang kita cari solusinya seperti apa," ujar politikus Partai Golkar itu.
Saleh berupaya teman-teman non-ASN ini bisa mendapat solusi terbaik dari pemerintah.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Jateng Fuad Hidayat saat bertemu dengan perwakilan egawai yang tergabung dalam Satu Nada menyampaikan pihaknya saat ini sepakat dengan para perwakilan non-ASN se-Jateng itu.
"Secepatnya kami harus ke Jakarta baik ke Komisi yang membidangi atau ke MenPAN-RB dan Kemendagri sehingga satu nadanya tidak hanya di ruangan ini dari Jateng, tapi resonansinya bisa bersama-sama kita gaungkan se-Indonesia," kata Fuad yang juga politikus PKB itu.
Sementara itu, Ketua Satu Nada Jawa Tengah Arif Muliyanto mengatakan tenaga administrasi dan teknis yang selama belum dilihat dan terpikirkan oleh pemerintah.
"Karena ini justru sebetulnya merupakan titik-titik vital di pemerintah daerah, baik dari sisi PAD, sisi pelayanan publik maupun dalam merealisasikan program-program pemerintah daerah," ujarnya
Menurutnya peraturan pemerintah terbaru itu belum memenuhi asas keadilan bagi mereka selaku non-ASN yang telah mengabdi lama.
"Kami justru melihat menjadi ironis ketika penerimaan CPNS dengan sistem yang ada ini tidak bisa menghadirkan pegawai atau aparatur negara yang cukup atau sesuai dengan kebutuhan," katanya.
Dirinya berharap para pegawai non-ASN bisa diakomodasi pemerintah melalui aparatur sipil negara, tentu dengan mekanisme yang adil dan akomodatif.
"Kami dan teman-teman disini adalah pegawai yang sudah lama tentunya lakukan rekrutmen tes dengan mekanisme dan penekanan pada keahlian kami," ujarnya.
Arif juga mengajak para pegawai Non-ASN bergerak dengan cara elegan dan bijak karena apapun pihaknya merupakanbbagian dari sistem sehingga tidak mungkin melakukan hal-hal seperti turun ke jalan.
"Karena kami menyadari bahwa apa yang terjadi ini bukan kesalahan pemerintah daerah, tapi karena situasi yang tidak memungkinkan jadi pilihannya hanya satu tetap merekrut non-ASN demi berjalannya roda pemerintah di daerah," pungkas Arif yang merupakan pegawai non-ASN dari Kabupaten Wonosobo.