Magelang (ANTARA) - Bila kemudahan layanan perizinan menjadi bagian dari hak asasi, konsekuensinya negara wajib memberi dan menegakkan hak tersebut sebagaimana amanat undang-undang dan hak asasi manusia (HAM).
Guna menciptakan layanan masyarakat yang prima, bangsa ini memerlukan perubahan polarisasi humanis dari sebelumnya mengedepankan pemberlakuan sanksi dan denda. Salah satunya dengan menerapkan konsepsi HAM dalam pelayanan perizinan kepada masyarakat.
Hak asasi manusia salah satu perwujudan perlindungan negara. Tugas pokok pemerintah memberikan jaminan HAM kepada masyarakat secara jelas tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini berarti terpenuhinya HAM sebagai kewajiban pemerintah. Sebaliknya bagi masyarakat, HAM sebagai hak.
Sebagai negara hukum, negara mengakui dan melindungi HAM bagi setiap individu, termasuk hak atas penyelenggaraan perizinan guna meningkatkan kemudahan berusaha. Akses perlindungan HAM dalam penyelenggaraan perizinan berusaha sudah diatur secara eksplisit dalam batang tubuh UUD 1945, sebagai hukum dasar negara.
Dalam perspektif HAM, pelayanan perizinan berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia, tanpa terkecuali. Lebih substansi lagi, artinya pelayanan perizinan tidak bisa meninggalkan kelompok rentan dan berkebutuhan khusus, seperti penyandang disabilitas dan lanjut usia (lansia).
Sejak lama, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Magelang menyediakan fasilitas bagi penyandang disabilitas, anak-anak, lansia, dan ibu menyusui, antara lain akses jalan dan ruang tunggu yang ramah difabel dan lansia, serta ruangan khusus ibu menyusui.
Tidak tanggung-tanggung, fasilitas itu dilengkapi di dua gedung DPMPTSP Kota Magelang, yakni Kantor DPMPTSP Jalan Veteran, Kecamatan Magelang Tengah dan Mal Pelayanan Publik (MPP) di Jalan Kartini, Kecamatan Magelang Tengah.
Adanya fasilitas ini selain menjunjung tinggi marwah protagonis HAM terhadap pelayanan perizinan, juga dalam rangka meningkatkan keramahan iklim berinvestasi di Kota Magelang.
Sementara itu, penataan pada penyelenggaraan perizinan berusaha, seperti perbaikan sistem perizinan, perubahan fungsi kelembagaan, penyederhanaan proses, perampingan jenis izin, serta deregulasi berkaitan dengan perizinan, senantiasa dilakukan.
Dari segala bentuk penataan tersebut, tujuan akhirnya peningkatan kesejahteraan masyarakat, meskipun hambatan dalam penyelenggaraan perizinan tak bisa sirna, baik dari sistem, pemohon, maupun kultur di Kota Magelang.
Regulasi kemudahan perizinan berusaha telah diakomodasi dengan dibentuk UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau yang lebih sering disebut UU Cipta Kerja.
Dalam konteks kemudahan perizinan berusaha, substansi UU Cipta Kerja memiliki semangat untuk memangkas kerumitan prosedur pengajuan izin, menyederhanakan birokrasi, mencegah praktik korupsi, memberdayakan koperasi dan UMKM, termasuk menjalankan amanat HAM, salah satunya melengkapi pelaksanaan pelayanan perizinan berusaha dengan layanan khusus bagi kelompok rentan, lansia, dan penyandang disabilitas.
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan penyelenggaraan perizinan berusaha sesuai UU Cipta Kerja, dibentuk Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah.
Petunjuk teknis UU Cipta Kerja tersebut mencakup kewenangan penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah, pelaksanaan perizinan berusaha di daerah, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha, pelaporan penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah, pembinaan dan pengawasan, pendanaan, dan sanksi administratif.
Pertimbangan calon investor saat ini tidak hanya berpatokan pada lokasi investasi. Sebelumnya, pandangan itu masih menjadi faktor pertimbangan utama selama beberapa tahun, seperti pasar yang besar dan upah tenaga kerja yang lebih kompetitif. Kini, secara perlahan lokasi mulai diabaikan demi marwah yang lebih penting, yaitu kemudahan serta kelengkapan pelayanan, dan fasilitas yang tersedia.
Selain dari pandangan HAM, ketertarikan pasar global terhadap daerah yang memiliki layanan kemudahan perizinan juga mendapat satu sisi protagonis, yaitu peningkatan daya saing di daerah tersebut.
Pemerintah Kota Magelang sebagai pemegang kewenangan penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah itu telah berpedoman pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Magelang Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan.
Namun, payung hukum yang dibuat empat tahun lalu itu, dari sisi substansi ada yang tidak selaras dengan UU Cipta Kerja. Sebagai konsekuensi, perda berikut peraturan pelaksanaannya itu, harus diamendemen.
Substansinya tidak lain agar perizinan berusaha di kota berpenduduk kurang dari 130 ribu jiwa itu diselenggarakan dengan proses yang cepat, mudah, terintegrasi, transparan, efisien, efektif, dan akuntabel dalam rangka meningkatkan situasi kondusif investasi serta menjaga kualitas pelayanan perizinan yang responsif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terdapat dua penyesuaian yang bisa dijadikan acuan amendemen perda tersebut yang masih berlaku saat ini. Dari segi muatan materiil, penyesuaian terkait dengan persyaratan dasar perizinan berusaha yang lebih jelas, jenis perizinan berusaha sektor, dan pengaturan muatan terkait dengan perizinan berusaha berbasis risiko.
Dari segi formal, penyesuaian terkait dengan sistematika serta teknik penyusunan peraturan perundang-undangan berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Oleh karenanya, mempertimbangkan materi atau substansi perda yang berlaku saat ini berubah lebih dari 50 persen, kemudian secara formal atau sistematika pembentukan peraturan perundang-undangan serta esensinya juga berubah, maka Pemkot Magelang perlu mengakomodasi setiap kebutuhan dan perkembangan hukum dengan mencabut Perda Nomor 3 Tahun 2018 dan membentuk rancangan perda baru, termasuk menyematkan petunjuk teknis mengenai pelayanan perizinan berkeadilan dan menjangkau para penyandang kebutuhan khusus di daerah tersebut.
Rancangan perda Kota Magelang tentang penyelenggaraan perizinan berusaha telah selesai dibahas dalam rapat kerja panitia khusus bersama tim pembahas rancangan perda DPRD Kota Magelang pada Kamis (19/5). Progresnya saat ini, masih proses tindak lanjut fasilitasi kepada Gubernur Jawa Tengah.
Sebagai salah satu instrumen pengendalian yang dilakukan pemerintah daerah, perizinan memerlukan rasionalitas yang jelas, yang tertuang dalam bentuk kebijakan pemerintah sebagai suatu acuan.
Tanpa rasionalitas dan desain kebijakan yang jelas, perizinan akan kehilangan makna sebagai instrumen membela kepentingan masyarakat dan kepentingan pelaku ekonomi atas tindakan berdasarkan kepentingan individu.
Dengan berpandangan pada HAM maka pelayanan perizinan bersifat komperhensif, merata, dan berkeadilan. Untuk itu, pelayanan perizinan yang baik seharusnya bersifat kompleks dan memperhatikan seluk-beluk yang terjadi di masyarakat.
Para penyandang disabilitas misalnya, harus tetap mendapat hak yang sama di negeri ini, salah satunya kemudahan prosedur dan akses informasi berkaitan dengan keramahan dan kemudahan perizinan.
Penyandang disabilitas tidak boleh dipandang sebelah mata. Tidak boleh pula diistimewakan dengan segala kemanjaan yang ada.
Namun, lebih humanis jika pemerintah menyediakan ruang khusus bagi mereka sehingga mendapatkan hal yang sama dengan masyarakat normal berkaitan dengan keramahan dan penyediaan pelayanan perizinan.
*) Amalia Ila Diastri (Analis Kebijakan Ahli Muda DPMPTSP Kota Magelang)