Solo (ANTARA) - Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mendampingi petani kunyit yang ada di Desa Bandar, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur untuk mengembangkan usaha agar nilai jual produk yang dihasilkan lebih tinggi.
Ketua Pengabdian Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS Fea Prihapsara di Solo, Jumat mengatakan pendampingan dilakukan kepada kelompok tani Suroloyo I.
Ia mengatakan dengan adanya pendampingan tersebut diharapkan petani kunyit di Desa Bandar tidak hanya menjual kunyit dalam bentuk basah tetapi juga diolah sehingga menghasilkan produk dengan nilai tinggi yakni minyak atsiri.
"Selama ini hasil panen kunyit dari petani langsung dijual dengan harga rendah ke tengkulak. Oleh karena itu, perlu upaya dalam rangka meningkatkan nilai tambah ke petani," katanya.
Pada proses tersebut, dikatakannya, petani melakukan hilirisasi empon-empon khususnya kunyit melalui penyulingan dengan metode uap-uap dan menjual minyaknya ke industri.
Baca juga: UNS serahkan kasus Menwa pada proses hukum
Untuk pendampingan sendiri dibiayai menggunakan dana hibah pengabdian masyarakat dari Program Pengembangan Produk Unggulan Daerah (PPPUD) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) tahun 2021.
Dana tersebut dimanfaatkan untuk investasi peralatan dalam mengolah kunyit menjadi minyak atsiri.
Minyak atsiri kunyit, dikatakannya, memiliki banyak manfaat kesehatan, seperti mengatasi depresi, perasaan cemas, mengatasi arthritis, nyeri sendi, meredakan flu dan batuk. Selain itu juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh, membuat kulit halus, dan mengatasi gangguan pencernaan. Minyak kunyit juga dapat dijadikan aromaterapi, minyak urut, obat tradisional, dan kosmetik.
Sementara itu, hidrosol sering disebut sebagai hydrolate, florasol, maupun distillate water yang merupakan bagian dari komponen dari minyak atsiri yang tersuspensi di dalam air suling.
”Komposisi minyak atsiri rata-rata di dalam hidrosol adalah sekitar 0,02 persen. Manfaat hidrosol yaitu membantu menghidrasi kulit, mencerahkan kulit, dan sebagai aromaterapi. Hidrosol selain dimanfaatkan dalam bahan obat tradisional dan kosmetik juga dapat digunakan sebagai difusser untuk pewangi ruangan," katanya.
Baca juga: UNS beri penghargaan Menkeu Sri Mulyani
Selanjutnya, untuk serbuk kunyit kualitas B dapat digunakan untuk campuran pakan ternak atau antibiotic growth promoters (AGP) untuk ayam broiler, unggas, ikan, ternak sapi, kambing, dan sejenisnya.
"Selain itu, pakan campuran yang diberi kunyit penganti AGP juga sangat bermanfaat bagi ternak dalam menjaga kestabilan produksi telur untuk unggas," katanya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Suroloyo I Agus Pramono mengatakan kunyit yang dipanen oleh petani akan disuling dengan menggunakan mesin penyulingan dengan bahan bakar dari oli bekas.
Ia mengatakan untuk lama penyulingan sekitar 7-8 jam pada ketel kapasitas 200 kg yang akan menghasilkan rendemen sekitar 0,1-0,15 persen. Dalam penyulingan minyak atsiri ini tidak ada limbah yang terbuang.
"Kunyit basah akan menghasilkan tiga produk yaitu minyak atsiri, hidrosol, dan serbuk kunyit grade B," katanya.
Ia mengatakan setiap 200 kg kunyit basah yang dihargai Rp1.200-1.500/kg akan menghasilkan sekitar 200-250 ml minyak atsiri, 50 liter hidrosol, dan 20 kg serbuk kering. Selanjutnya, minyak atsiri tersebut dihargai Rp250.000/100 ml, sementara hidrosol dihargai Rp5.000/liter, dan serbuk kering dihargai Rp10.000/kg.
"Sebenarnya mengolah kunyit ini mendatangkan keuntungan yang lebih daripada dijual dalam bentuk basah. Oleh karena itu, kegiatan pengolahan kunyit inilah yang terus kami lakukan ke petani lain agar mereka mendapat nilai tambah," katanya.
Baca juga: Dokter spesialis UNS: Orang awam bisa bantu tangani jantung berhenti
Baca juga: KKN Tematik UNS usung 4 program untuk pemulihan kesehatan dan ekonomi