Kupang (ANTARA) - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Josef Nae Soi menyatakan daun kelor bisa mengatasi kekerdilan (stunting) di wilayah kepulauan ini jika ibu-ibu hamil dapat mengonsumsinya secara rutin disertai pula dengan asupan gizi yang cukup untuk pertumbuhan jabang bayinya dalam kandungannya.
Jauh sebelum tanaman kelor ini dipopulerkan oleh pemerintahan Gubernur NTT Viktor Laiskodat dan Wakilnya Josef Nae Soi, nenek moyang masyarakat Nusa Tenggara Timur sudah biasa mengonsumsi daun kelor sebagai pengganti sayur-sayuran.
Mereka hanya sebatas mengonsumsi, namun tidak tahu manfaat dari daun kelor tersebut. Tetapi kini, ribuan anak-anak di Nusa Tenggara Timur malah mengalami kekerdilan karena asupan gizi kurang saat masih dalam kandungan ibunya. Apakah mereka menjadi kerdil karena kurang mengonsumsi daun kelor?
Data Dinas Kesehatan NTT menunjukkan bahwa sejak 2016 tercatat sebanyak 2.891 kasus gizi buruk menimpa anak-anak di provinsi kepulauan itu yang mengakibatkan masalah kekerdilan (stunting). Jumlah anak yang mengalami kekerdilan itu diketahui setelah Dinas Kesehatan memantau lebih dari 437.730 anak secara acak di seluruh NTT.
Masalah kekerdilan dinilai sebagai persoalan gizi masa lalu yang terus menjadi perhatian pemerintah sampai saat ini. Tetapi kini, ada sekitar 80 desa di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan puluhan desa lainnya di NTT masih dihantui masalah kekerdilan.
"Hampir di semua desa di Timor Tengah Utara, anak-anaknya bertubuh kerdil. Pertumbuhan mereka sangat lamban seperti anak lainnya seumur mereka," komentar Wakil Bupati Timor Tengah Utara Aloysius Kobes.
Baca juga: Ini cara BKKBN cegah kekerdilan
Yang menjadi pertanyaan sekarang, apakah masalah kekerdilan itu hanya bisa diatasi dengan mengonsumsi daun kelor secara berkelanjutan seperti yang disarankan oleh Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi serta ditopang dengan asupan gizi yang cukup?
"Karena kalau sudah statusnya gizi buruk, walaupun diintervensi, hasilnya tidak maksimal karena sudah ada dampak-dampak lanjutnya seingga kita selalu minta kesigapan petugas untuk lakukan pencegahan dini," kata Cornelisu Kodi Mete, mantan Kadis Kesehatan NTT.
Mungkin selama ini banyak masyarakat yang menganggap bahwa manfaat daun kelor itu identik dengan mistik. Itu memang benar, sebab kelor biasanya digunakan sebagai metode untuk mengusir makhluk tak kasat mata. Selain itu, daun kelor juga biasa digunakan sebagai bahan untuk memandikan orang yang telah meninggal guna mengusir seluruh aura negatif yang masih menempel.
Namun, daun kelor memiliki segudang manfaat baik bagi kesehatan tubuh manusia. Hal tersebut juga dikuatkan dengan hasil yang dikeluarkan oleh Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengatakan bahwa manfaat daun kelor bagi kesehatan di antaranya dapat membantu perkembangan tubuh serta menjadi obat tradisional yang bisa mengobati berbagai macam penyakit.
Kandungan asam amino esensial yang terdapat di dalamnya juga bisa membantu perkembangan bayi dalam kandungan. Maka daun kelor juga direkomendasikan bagi ibu-ibu hamil agar kondisi tubuh serta janin yang dikandungnya menjadi lebih baik dan sehat.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, Kementerian Kesehatan mencatat, kekerdilan (stunting) di Indonesia berada di angka 30,8 persen. Meski trennya cenderung menurun, jika dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai 36,8 persen dan terus naik sampai 37,2 persen pada 2013, namun prevalensi anak kerdil masih menjadi perhatian khusus dari pemerintah.
Sementara berdasarkan ketetapan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) angka kekerdilan di suatu negara harus di bawah 20 persen. Maka dari itu, sejak beberapa tahun terakhir pemerintah terus berupaya mengatasinya di Indonesia sebagai program kerja prioritas.
Kekerdilan adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Kekerdilan terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia 2 tahun.
Konsumsi daun kelor
Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengungkapkan konsumsi daun kelor mampu mencegah dan bahkan mengurangi kekerdilan atau masalah kekurangan gizi di Indonesia. Daun kelor dapat dengan mudah ditemui dan dikembangkan di Indonesia. Karena itu pihaknya berharap daun kelor bisa menjadi sumber pangan alternatif lokal asli Indonesia yang bisa menurunkan angka kekerdilan di Indonesia.
Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Yuly Astuti juga membenarkan temuan tersebut. "Sudah ada temuan memang di Surabaya, namanya Kampung ASI. Masyarakat di sana punya ada kebiasaan kalau ada perempuan hamil menanam daun kelor di pekarangan rumah,” katanya.
Ia mengakui bahwa kegunaan awal dari daun kelor itu hanya untuk memperlancar ASI pada ibu hamil karena kandungan gizi daun kelor yang sangat tinggi. Untuk itu, cara yang paling sederhana untuk mencegah kekerdilan adalah dengan mengonsumsi olahan alami, seperti daun kelor ini.
Dari hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Oncology Letters, manfaat daun kelor bagi kesehatan yang pertama adalah mengobati kanker. Daun kelor yang sudah diekstrak, yang telah larut dalam air bisa mengobati kanker secara alami.
Adapun kanker yang bisa diobati dengan daun kelor mulai dari kanker payudara, kanker paru, hingga kanker kulit. Hal tersebut dikarenakan daun kelor kaya akan antioksidan, protein, karotenoid, potassium, dan senyawa lainnya yang bisa menangkal radikal bebas serta pertumbuhan sel kanker.
Selain itu, daun kelor juga bermanfaat untuk menyehatkan mata. Fakta menunjukkan bahwa daun kelor memiliki kandungan vitamin A yang tinggi. Disebutkan dalam 100g daun kelor terdapat 3390 SI vitamin A. Tentunya jumlah tersebut jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan wortel.
Selain itu, juga dapat menurunkan kadar gula. Dari sebuah hasil penelitian yang dilakukan di Mumbai, India, dikatakan khasiat daun kelor olahan, baik berupa teh ataupun sayur bisa menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan.
Hal tersebut terjadi akibat pemberian obat glibenclamide yang berfungsi untuk meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Maka tak heran, jika banyak orang di India yang menggunakan daun kelor sebagai obat herbal dalam menurunkan kadar gula.
Di sisi lain, daun kelor juga dapat mencegah antioksidan, senyawa yang berfungsi melawan radikal bebas dalam tubuh. Tingginya tingkat radikal bebas dapat menyebabkan stres oksidatif, yang berhubungan dengan penyakit kronis seperti penyakit jantung dan diabetes tipe 2.
Beberapa senyawa tumbuhan antioksidan telah ditemukan di daun daun kelor. Selain vitamin C dan beta-karoten, ini termasuk Quercetin, yakni Antioksidan kuat yang dapat membantu menurunkan tekanan darah. Satu studi pada wanita menemukan bahwa menggunakan 1,5 sendok teh (7 gram) bubuk daun kelor setiap hari selama tiga bulan secara signifikan meningkatkan kadar antioksidan darah.
Ekstrak daun kelor juga bisa digunakan sebagai pengawet makanan. Ini meningkatkan umur simpan daging dengan mengurangi oksidasi. Sebuah studi berbasis hewan dan manusia telah menunjukkan bahwa daun kelor mungkin memiliki efek penurun kolesterol yang serupa.
Dari sekian banyak hasil penelitian tersebut disebutkan bahwa ibu menyusui membutuhkan gizi yang cukup agar kesehatan bayi tetap terjaga. Mengonsumsi daun kelor sangat disarankan untuk ibu menyusui yang memerlukan asupan zat besi yang cukup.
Selain itu, daun kelor juga baik untuk wanita yang mengalami anemia karena datang bulan. Kandungan zat besi daun kelor sangat tinggi sehingga dapat membantu memulihkan gejala kurang darah. Namun, perlu diingat bahwa daun kelor tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi oleh ibu hamil.
Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah angka anak alami kekerdilan dan kurang gizi kronis masih cenderung tinggi. Meski trennya cenderung menurun, namun prevalensinya masih menjadi perhatian khusus dari pemerintah. Apakah, kasus tersebut bisa diatasi dengan mengkonsumsi daun kelor secara terus menerus? Hanya waktu yang menjawabnya.
Baca juga: Dokter: Pencegahan stunting efektif dimulai 1.000 hari pertama kehidupan