"Dengan sistem trading akan terjadi kepastian transaksi perdagangan, petani tidak dipermainkan, akan lebih fair dan sistem jual belinya lebih sederhana, begitu ditimbang langsung dibayar," kata Bupati Temanggung M. Al Khadziq di Temanggung, Senin.
Ia menuturkan dengan sistem grader seperti sekarang, tembakau petani harus diperiksa berkali-berkali. Kemudian ada revisi harga dan lainnya sehingga menyulitkan petani dan petani merasa dipermainkan.
"Melalui sistem trading maka seluruh transaksi akan lebih transparan sehingga bisa meminimalkan potensi penyelewengan pajak, penerimaan negara yang diwajibkan oleh negara karena seluruh transaksi akan tercatat di Temanggung," katanya.
Ia menyampaikan dengan sistem grader yang terjadi di salah satu pabrik rokok besar di Jateng, membuat pajak transaksinya masuk ke Kantor Pajak di Kudus, yang masuk ke Temanggung sangat kecil dibanding angka transaksinya.
Ia mengatakan dengan sistem grader maka petani sesungguhnya merasa dipersulit karena sistem perdagangannya jadi lebih ruwet dan tidak ada kepastian.
Namun dengan sistem trading, sistem perdagangannya "timbang bayar", yaitu begitu tembakau ditimbang kemudian dibayar sesuai dengan harga yang disepakati.
Menurut dia, dengan sistem grader seperti yang terjadi seperti sekarang di salah satu pabrik rokok besar di Jateng mempunyai potensi terjadi penyelewengan pajak.
"Saya mencatat kalau kita ubah menjadi sistem trading maka pemasukan negara akan menjadi sangat besar, kira-kira akan tambah pemasukan sekitar Rp112 miliar dalam satu tahun. Artinya dengan sistem grader ini negara kehilangan potensi pemasukan sekitar Rp112 miliar dalam waktu setahun hanya diri satu pabrikan," katanya.
Khadziq mengatakan pabrik rokok besar dari Jatim melakukan pembelian tembakau di Temanggung sudah menggunakan sistem trading dalam 3 tahun terakhir.
Pemasukan pajaknya sangat besar, pada tahun 2017 mencapai Rp210 miliar. Sementara pajak dari transaksi pabrik rokok besar Jateng yang menggunakan sistem grader hanya Rp1,8 miliar.
"Makanya saya mendorong supaya sistem perdagangan ini digeser dari sistem grader ke sistem trading agar lebih transparan, lebih meminimalkan potensi terjadi penyimpangan. Saya berharap dengan pergeseran menjadi sistem trading petani akan sangat diuntungkan saat satu dari mekanisme penjualan tembakau akan lebih sederhana yakni timbang bayar sesuai kesepakatan harganya," katanya.
Selama ini dengan sistem grader dirasakan menyulitkan, karena petani datang ke salah satu grader tembakaunya ditaksir harga, kemudian diperiksa di lapis kedua baru disampaikan ke pabrik dan diperiksa lagi.
"Di situ sudah terjadi revisi harga, dari harga awal disepakati misalnya Rp100.000 bisa direvisi menjadi Rp60.000 per kilogram dan jumlah tembakaunya juga direvisi dari 100 keranjang mungkin yang diterima hanya 60 keranjang sehingga yang 40 keranjang harus dibawa pulang petani, sedangkan keranjangnya sudah dalam posisi rusak. Hal ini membuat petani harus kehilangan ongkos bongkar muat, kehilangan ongkos transportasi dan dia harus memperbaiki keranjangnya lagi agar bisa dijual ke tempat lain," katanya.