Semarang, ANTARA JATENG - Komite I DPD Republik Indonesia menyoroti 3 hal yang perlu mendapat perhatian semua pihak terkait dengan implementasi Undang-Undang Tentang Desa.
"Ketiga hal itu adalah kurang optimalnya koordinasi antarinstansi pemerintah, kurang optimalnya fungsi pengawasan dan pembinaan, serta reformulasi dana desa agar lebih sesuai dengan roh UU Desa," kata Ketua Komite I DPD RI Akhmad Muqowam di Semarang, Selasa.
Lebih lanjut ia menyebutkan, kurang optimalnya koordinasi antarinstansi pemerintah, baik secara vertikal maupun horizontal itu terlihat dengan diterbitkannya regulasi turunan UU Desa oleh beberapa kementerian, namun tidak tidak ada sinkronisasi dan harmonisasi antarregulasi tersebut.
Ia mencontohkan, dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri dan Peraturan Presiden No. 12/2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Menurut dia, lemahnya koordinasi antar-dua kementerian ini telah menjadikan regulasi yang diterbitkannya saling tumpang tindih, yang pada tataran pelaksanaan di lapangan menimbulkan kerancuan dan kesulitan secara teknis.
Ia menilai peran pembinaan sangat minim dan sebaliknya peran pengawasan dinilai sangat berlebihan melalui fungsi yang dilaksanakan oleh beberapa instansi sekaligus.
Komite I DPD RI memandang perlu ada tolok ukur dalam hal pembinaan dan pengawasan pelaksanaan UU Desa.
"Penguatan fungsi pengawasan oleh inspektorat pemerintah pusat dan daerah dalam hal perlu dilakukan, antara lain dengan penyediaan anggaran pengawasan yang bersumber dari APBN, sedangkan peran yang dilakukan oleh instansi lain seperti kejaksaan, KPK, dan babinkamtibmas diarahkan untuk fungsi pembinaan," ujarnya.
Selain itu, Muqowam juga menilai perlu dilakukannya reformulasi dana desa agar lebih sesuai dengan roh UU Desa yakni PP No. 60/2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, khususnya terkait pengalokasian Dana Desa yang bersumber dari alokasi dasar dan alokasi formula, cenderung bertentangan dengan UU Desa.
"Kami berpandangan bahwa anggaran yang bersumber dari APBN hendaknya diberikan secara proporsional yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis," tuturnya.
Dengan demikian cita-cita UU Desa untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa dapat dicapai secara lebih efektif, serta penyaluran dana desa hendaknya dilakukan cukup satu tahap di awal tahun anggaran, yang diikuti dengan penyederhanaan laporan pertanggungjawaban dana desa dengan memanfaatkan teknologi informasi.
"Secara umum, kami mendorong pemerintah untuk menstimulasi roh UU Desa yang mendudukkan desa dalam tempat yang mulia melalui asas rekognisi dan subsidiaritas," ucapnya.
Muqowam meminta UU Desa jangan sampai dimaknai dalam skala sempit, yakni sebatas pemberian bantuan dana desa, melainkan satu kesatuan menyeluruh yang mengamanatkan penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.