Ganjar memang kader tulen PDIP, namun pamornya tidak sekuat Rustriningsih, yang sejak zaman pra-Reformasi berjuang melalui PDI Pro-Mega. Ganjar selama ini banyak berkiprah di DPR, namun dia punya jaringan karena dia mewakili Dapil VII (Banjarnegara, Purbalingga, dan Kebumen).

Meski namanya cukup sering disebut, banyak kalangan terkejut ketika DPP memilih Ganjar (45) sebagai cagub. Begitu pula cawagubnya, Heru Sujatmiko. Padahal, dari sisi popularitas dan elektabilitas, saat ini Rustriningsih jauh lebih kuat. Kemenangan duet Bibit Waluyo-Rustriningsih pada Pilgub Jateng 2008 lebih banyak disebabkan faktor Rustriningsih, kader tulen PDIP.

Namun, DPP PDIP pasti punya kalkulasi politik bahwa Ganjar dan Heru merupakan pilihan tepat untuk bertarung dalam Pilgub Jateng yang digelar pada 26 Mei 20013. Setidaknya, para petinggi PDIP optimistis bahwa mesin partai ini bakal efektif untuk menuai sukses mengantarkan Ganjar jadi orang nomor satu di Jateng.

Dua cagub yang jadi seteru Ganjar jelas sosok yang berpengalaman. Bibit dan Hadi Prabowo merupakan duet yang menggerakkan roda birokrasi pemprov. Tentu, keduanya jauh hari sudah menyiapkan jaringan untuk berlaga di pilgub. Lebih dari itu, Bibit dan Hadi di Jateng lebih populer ketimbang Ganjar, setidaknya saat ini.

Popularitas dan punya kans menang itulah yang mendorong PKS, Gerindra, PKB, PPP, Hanura, dan PKNU Jawa Tengah, yang secara keseluruhan memiliki 40 kursi di DPRD, merapat kepada Hadi Prabowo (53). Padahal, Hadi sebelumnya hanya mau maju melalui PDIP. Entah apa yang menjadikan Hadi menarik omongannya.

Sementara itu, Rustriningsih yang juga memiliki modal politik besar harus legawa karena tidak memperoleh rekomendasi dari DPP PDIP. Di saat sama, ia menolak lamaran partai di luar PDIP yang mencalonkan dirinya. Padahal, kalau mau, banyak partai mau mengusung perempuan berkerudung tersebut.

Banyak kalangan yang meramalkan, bila Rustri maju sebagai cagub PDIP, ia bakal menjadi lawan yang sepadan dengan Bibit Waluyo (64), pejabat kini (incumbent).

Bahkan, ia memiliki peluang lebih besar untuk menjadi perempuan pertama yang jadi Gubernur Jateng. Namun, PDIP punya kalkulasi sendiri, Rustri pun tidak ingin maju sebagai calon dari partai lain.

Sebagai "incumbent", Bibit tentu diuntungkan untuk memelihara popularitasnya hingga pilgub nanti. Kelebihan lain, Bibit dengan usia 64 tahun masih berstamina prima. Dalam satu hari, mantan Pangkostrad itu bisa mengunjungi 4--5 kabupaten untuk bertatap muka dengan masyarakat, termasuk petani dan nelayan.

Pilgub Jateng 2013 memang lebih sunyi. Ini berbeda dengan Pilgub Jateng 2008. Kala itu satu tahun sebelumnya sudah diramaikan hasil survei popularitas dan tak lama kemudian mengerucut lima pasangan calon.

Namun, pada Pilgub 2013, beberapa jam sebelum pendaftaran bakal cagub-cawagub di KPU Jateng yang ditutup pada 5 Maret pukul 00.00 WIB, baru ada satu pasangan, Bibit dan Soedijono Sastroatmodjo yang diusung Demokrat, Golkar, dan PAN dengan akumulasi kekuatan 37 kursi di DPRD Jateng.

Duet Ganjar-Heru dari PDIP mendaftar ke KPU Jateng Selasa (5/3) petang, pada hari terakhir, disusul Hadi Prabowo-Don Murdono menjelang penutupan. Keputusan DPP PDI mengusung Ganjar-Heru membuat PKS, Gerindra, PPP, PKB, Hanura, dan PKNU mendapat limpahan calon potensial terpilih. Sayang, Rustri tak mau ke lain hati. Hadi yang sebelumnya hanya mau maju lewat PDIP, ternyata mau dicalonkan koalisi dadakan itu.


Ada fenomena menarik pada Pilgub 2013. Perilaku partai-partai pengusung calon cenderung pragmatis, tidak terlalu menyoal kedekatan ideologi partai dengan tokoh yang diusung. Hanya PDIP yang mengusung kader sendiri.

Bibit yang dulu dimenangkan PDIP dalam Pilgub Jateng 2008 merapat ke Demokrat setelah peluang dicalonkan kembali oleh PDIP sangat tipis. Pasangannya, Soedijono Sastroatmodjo, merupakan Rektor Universitas Negeri Semarang.

Penetapan Soedijono untuk mendampingi Bibit juga menimbulkan pertanyaan apakah ia mampu menutup resistensi Bibit di sejumlah daerah, seperti, di Keresidenan Surakarta dan Kedu? Mungkin, Soedijono dinilai bisa memobilisasi suara kalangan pendidik. Demokrat, Golkar, dan PAN selaku pengusung duet ini pasti punya dalih mengapa mengusung dua tokoh yang sudah senior tersebut.

Bibit memang populer sehingga pemilik jargon "Bali Ndeso Mbangun Deso" ini punya kans besar terpilih untuk periode 2013-2018. Apalagi Golkar atau PAN juga tidak kebagian jatah pada posisi cawagub. Jadi, hanya pertimbangan pragmatis ketiga partai yang punya suara kumulatif lima juta suara lebih pada Pemilu 2009 itu mengusung Bibit.

Hadi Prabowo, PNS karir di Pemprov Jateng dengan karir puncak sebagai Sekretaris Daerah yang sudah dijabatnya lebih dari enam tahun, juga punya peluang memenangi pilgub meski harus berhadapan dengan Bibit Waluyo.

HP, demikian ia disapa, dikenal sebagai sosok luwes dan akomodatif. Karena itu ia mudah diterima berbagai kalangan, mulai dari aktivis mahasiswa, LSM, organisasi profesi, hingga politikus.

Sebagai Ketua Korpri Jateng, posisisnya ini bakal memberi keuntungan baginya meski PNS diwajibkan netral dalam pilkada. Kepiawaian berkomunikasi juga dibuktikan dengan perolehan dukungan dari enam partai menengah kecil menjelang penutupan pendaftaran bakal cagub di KPU Jateng.

Bagaimana peluang Ganjar-Heru, satu-satunya pasangan yang linear dengan partai pengusung? Jaringan Ganjar-Heru mungkin memang tidak sekuat Bibit dan Hadi, namun PDIP meyakini bahwa mesin partai akan bekerja efektif. Modal perolehan 3,3 juta suara PDIP pada Pemilu 2009 di Jateng bakal bertambah seiring dengan konsolidasi partai dan sosialisasi pasangan calon ke pelosok yang dijanjikan Ganjar segera dilakukan.

Ganjar-Heru memang dikepung dua koalisi besar. Bibit-Soedijono ditopang Demokrat, Golkar, dan PAN dengan dukungan kumulatif ketiga partai itu lebih dari 5 juta suara pada Pemilu 2009. Kubu satunya, yakni koalisi "dadakan", terdiri atas PKS, Gerindra, PKB, PPP, Hanura, dan PKNU dengan perolehan 40 kursi di DPRD Jateng, yang mencalonkan Hadi-Don.

Meski demikian, Ganjar mengaku tidak gentar. Seperti halnya petinggi DPP PDIP lainnya, Ganjar sangat yakin mesin partai bakal efektif bekerja untuk memenangkan jagoan PDIP ini. Padahal di atas kertas, PDIP hanya menempatkan 23 wakilnya di DPRD Jateng, jauh di bawah koalisi Bibit-Soedijono (37 Kursi) dan koalisi Hadi-Don dengan 40 kursi.

Mampukah Ganjar keluar dari kepungan dua koalisi besar itu? Inilah saatnya PDIP menunjukkan bahwa Jawa Tengah tetap jadi kandang besar kaum Marhaen. ***












Pewarta : -
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024