Blora (ANTARA) - Pengadilan Agama (PA) Blora, Jawa Tengah, mencatat angka perceraian di Kabupaten Blora masih tergolong tinggi karena sepanjang Januari hingga November 2025 mencapai 1.888 perkara.
Panitera Muda Gugatan dan Pelaksana Tugas (Plt) Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Blora Fitri Istiawan di Blora, Rabu, mengatakan dari jumlah tersebut cerai gugat yang diajukan oleh istri masih mendominasi, yakni 1.429 perkara, sedangkan cerai talak yang diajukan oleh suami tercatat hanya 459 perkara.
"Secara hukum, perceraian terbagi menjadi dua jenis, yaitu cerai gugat dan cerai talak," ujarnya.
Ia menjelaskan, cerai gugat merupakan perceraian yang diajukan oleh istri kepada suami dan terjadi berdasarkan putusan hakim. Sementara itu, cerai talak diajukan oleh suami untuk meminta izin pengadilan guna mengikrarkan talak kepada istrinya.
Dalam perkara cerai talak, lanjut Fitri, meskipun permohonan dikabulkan majelis hakim, perceraian tidak serta-merta terjadi. Masih terdapat tahapan sidang ikrar talak yang harus dilalui setelah masa tunggu, disertai kewajiban suami untuk memenuhi hak-hak istri sesuai putusan pengadilan.
"Apabila kewajiban tersebut belum dipenuhi, ikrar talak tidak dapat dilaksanakan. Pengadilan memberikan masa tunggu hingga enam bulan. Jika dalam jangka waktu tersebut suami tidak mengajukan ikrar talak, maka perkara dinyatakan gugur dan status perkawinan tetap sah," ujarnya.
Menurut Fitri ketentuan tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum bagi perempuan.
Berdasarkan data bulanan cerai gugat, pada Januari tercatat 166 perkara, Februari 109 perkara, Maret 86 perkara, April 152 perkara, Mei 127 perkara, Juni 122 perkara, Juli 142 perkara, Agustus 105 perkara, September 160 perkara, Oktober 140 perkara, dan November 120 perkara.
Sementara itu, perkara cerai talak pada Januari tercatat 62 perkara, Februari 38 perkara, Maret 23 perkara, April 49 perkara, Mei 42 perkara, Juni 38 perkara, Juli 52 perkara, Agustus 34 perkara, September 40 perkara, Oktober 42 perkara, dan November 39 perkara, dengan total 459 perkara sepanjang Januari–November 2025.
Selain perceraian, PA Blora juga mencatat 163 perkara dispensasi kawin dengan rincian Januari 2025 sebanyak 16 perkara, Februari tujuh perkara, Maret 10 perkara, April dan Mei masing-masing lima perkara, Juni 10 perkara, Juli 16 perkara, Agustus 21 perkara, September 26 perkara, Oktober 27 perkara, dan November 2025 sebanyak 20 perkara.
Terkait penyebab perceraian, Fitri menyebutkan perselisihan dan pertengkaran masih menjadi faktor dominan.
Pada tahun 2024, penyebab perceraian didominasi perselisihan atau pertengkaran sebanyak 1.404 kasus, disusul meninggalkan salah satu pihak 183 kasus, faktor ekonomi, judi lima kasus, penyalahgunaan narkoba lima kasus, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tiga kasus, poligami tiga kasus, dihukum penjara dua kasus, murtad dua kasus, dan cacat badan satu kasus, dengan total 1.608 kasus.
Sementara pada tahun 2023, perselisihan atau pertengkaran tercatat sebanyak 1.640 kasus, faktor ekonomi 81 kasus, meninggalkan salah satu pihak 51 kasus, narkoba dua kasus, KDRT dua kasus, poligami dua kasus, judi satu kasus, dan murtad satu kasus, dengan total 1.780 kasus.
Fitri menambahkan bahwa faktor ekonomi masih menjadi pemicu utama perceraian. Banyak perkara bermula dari suami yang tidak bekerja, bekerja tetapi tidak memberikan nafkah, atau memberikan nafkah yang tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga.
"Kondisi lapangan pekerjaan yang terbatas juga berpengaruh. Dalam realitas saat ini, perempuan justru lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Ketika istri sudah memiliki penghasilan sendiri, konflik rumah tangga kerap semakin tajam jika kewajiban ekonomi suami tidak terpenuhi," ujarnya.
Secara historis, pada tahun 2023 jumlah cerai gugat tercatat sebanyak 1.448 perkara, dan cerai talak 511 perkara, sehingga total perceraian mencapai sekitar 2.200 hingga 2.300 perkara.
Memasuki tahun 2024, jumlah cerai gugat menurun menjadi 1.437 perkara, sementara cerai talak turun menjadi 448 perkara. Pada tahun 2025, cerai gugat kembali menurun menjadi 1.429 perkara, sedangkan cerai talak naik tipis menjadi 459 perkara.
"Secara umum, tren perceraian di Blora menunjukkan penurunan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh meningkatnya peran mediasi serta kesadaran masyarakat untuk mempertimbangkan dampak perceraian sebelum mengambil keputusan," ujarnya.
Pengadilan Agama Blora berharap pasangan suami istri dapat lebih mengedepankan komunikasi, tanggung jawab, dan saling pengertian dalam membina rumah tangga, sehingga angka perceraian ke depan dapat terus ditekan.