Semarang (ANTARA) - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Dian Agung Wicaksono menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kendal telah melakukan pelanggaran terhadap aturannya sendiri karena menolak berkas pencalonan Dico Ganinduto-Ali Nurudin pada Pilkada Kendal 2024.

Hal tersebut dikatakannya dalam webinar dengan tema "Menguji Independensi KPU-Bawaslu Kendal dalam Polemik Penolakan Berkas Dico Ganinduto-Ali Nurudin", Jumat.

Menurut dia, dalam Undang-Undang Pilkada hanya menghendaki bahwa partai politik hanya bisa mencalonkan satu pasangan calon saja.

Namun, kata dia, dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8/2024 seolah membuka peluang bagi partai politik untuk mendaftarkan lebih dari satu paslon.

"Kita bisa menyimpulkan bahwa sebetulnya PKPU khususnya pada Pasal 12, yang kemudian memuat norma dalam hal partai politik peserta pemilu mengusulkan lebih dari satu pasangan, yang kemudian KPU-nya melakukan kualifikasi, berarti ketentuan itu bisa dimaknai bertentangan dengan UU Pilkada sebetulnya," katanya.

"Kenapa? Karena dalam UU Pilkada itu hanya menghendaki partai politik itu hanya bisa mencalonkan satu calon saja. Begitu kemudian PKPU-nya seolah membuka peluang bisa mengusulkan lebih dari satu pasangan calon, itu berarti dengan kata lain, PKPU itu telah menjadi faktor kriminogen, dalam tanda petik, bukan dalam konteks," lanjutnya.

Faktor kriminogen itulah, kata dia, yang membuat seorang melakukan pelanggaran, dan PKPU itu membuat pengusul atau partai politik menjadi melanggar ketentuan dalam undang-undang. 

"Kenapa? Karena kalau kemudian sebuah partai politik itu mencalonkan lebih dari satu, kemudian hari dia diklarifikasi oleh KPU dan kemudian menyatakan hanya satu yang kemudian didukung, berarti dengan kata lain sebetulnya partai itu telah menarik calonnya, karena sebetulnya yang dimungkinkan di UU Pilkada hanya boleh satu," katanya.

Lebih lanjut, Dian menilai jika partai politik dimungkinkan mengusulkan lebih dari satu pasangan calon maka pada akhirnya partai politik itu harus menarik salah satu calon yang diusulkannya. 

"Dari sisi penormaan, sebetulnya PKPU 8 ini, khususnya Pasal 12 ini menjadi norma yang bertentangan dengan UU Pilkada. Tetapi yang kita harus pahami adalah PKPU 8 ini kan sudah berlaku," tambahnya.

Pada PKPU Nomor 8/2024, Dian menyebut bahwa diberlakukan asas "presumptio iustae causa" atau suatu keputusan tata usaha negara selalu dianggap sah hingga ada keputusan baru yang membatalkan atau mencabut yang lama.

Dengan demikian, KPU seharusnya tetap menerima berkas pencalonan paslon Dico-Ali yang didaftarkan paling baru oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

"Di mana sepanjang kemudian tidak ada yang mencabut ketentuan khususnya Pasal 12 itu, maka tidak ada opsi bagi KPU untuk tidak menerima pendaftaran calon itu," katanya.

Sementara itu, Peneliti Formappi Lucius Karus mengatakan bahwa KPU seharusnya menerima terlebih dahulu berkas pencalonan Dico-Ali pada Pilkada Kendal 2024.

Menurut dia, penolakan yang dilakukan oleh KPU terlalu terburu-buru karena masih dalam tahap pendaftaran, apalagi pengembalian berkas bisa dilakukan setelah KPU melakukan penelitian dokumen pada tahap verifikasi. 

"Jadi, saya kira terlalu buru-buru keputusan KPU untuk menolak saat proses pendaftaran, karena mestinya pendaftaran diterima dulu, lalu saat proses verifikasi diujilah dokumen-dokumen yang diserahkan," katanya.

PKB sebelumnya telah sepakat berkoalisi dengan PDI Perjuangan mengusung bakal cabup-cawabup Dyah Kartika-Benny Karnadi.

Namun, menjelang penutupan pendaftaran, yakni Kamis (29/8) lalu, PKB ganti mengusung Dico Ganinduto yang merupakan petahana berpasangan dengan KH Ali Nurudin (Ustadz Ali) untuk Pilkada Kendal 2024.

Namun, dalam proses tersebut, berkas pendaftaran yang diserahkan paslon Dico-Ali dikembalikan oleh KPU kepada pihak yang bersangkutan karena PKB telah mengajukan pasangan cabup-cawabup Dyah Kartika Permana Sari-Benny Karnadi pada Kamis (29/8) pagi.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024