Jepara (ANTARA) - Pengadilan Negeri Jepara, Jawa Tengah, Kamis, menjatuhkan vonis hukuman 7 bulan penjara dan denda Rp5 juta atau subsider 1 bulan terhadap aktivis lingkungan Karimunjawa Jepara Daniel Frits Maurits Tangkilisan karena terbukti melanggar Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dalam sidang di PN Jepara dengan agenda putusan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Parlin Mangantas Bona dan dua hakim anggota masing-masing Joko Ciptano dan Yusuf Sembiring.
"Terdakwa Daniel terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian untuk kelompok masyarakat tertentu," kata Hakim Ketua Parlin Mangantas Bona saat sidang dengan agenda putusan di Pengadilan Negeri di Jepara.
Terdakwa dijatuhi hukuman 7 bulan penjara dan denda Rp5 juta dengan ketentuan denda itu tidak dibayar maka digantikan kurungan penjara selama 1 bulan.
Putusan majelis hakim tersebut lebih ringan daripada jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Daniel dihukum 10 bulan penjara sekaligus denda Rp5 juta karena melanggar Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pasal itu menyebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Majelis hakim juga menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang dijalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Terdakwa tetap ditahan dan barang bukti berupa telepon selular milik terdakwa serta akun Facebook terdakwa juga dimusnahkan.
Tim penasihat hukum Daniel mengutuk keras putusan majelis hakim ini karena tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan.
"Kami mengutuk keras majelis hakim dalam Perkara Nomor 14/Pid.sus/2024/PN.Jpa pada Pengadilan Negeri Jepara, yang telah memberikan putusan tidak sesuai koridornya," kata Sekar Banjaran Aji, salah satu penasihat hukum Daniel.
Menurut Sekar, putusan itu tidak mempertimbangkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan serta ketentuan hukum yang berlaku. Bahkan, bertentangan dengan SKB tiga menteri yang seharusnya dipegang sebagai aturan dalam mengimplementasikan UU ITE.
Ia juga meminta pihak berwenang mengusut majelis hakim yang mengadili Daniel dan memeriksa jajaran penyidik Unit I Krimsus Polres Jepara yang memproses kasus ini.
Sementara itu, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menyatakan bahwa putusan bersalah atas Daniel menambah panjang daftar kriminalisasi warganet yang menyasar pada kelompok kritis dan vokal.
Berdasarkan catatan SAFEnet, sepanjang 2023 setidaknya enam aktivis dari total 126 orang yang dilaporkan ke polisi dengan menggunakan pasal karet dalam UU ITE.
Putusan bersalah ini, kata dia, merupakan salah satu bentuk pembungkaman atas ekspresi daring yang akan sangat berbahaya bagi demokrasi di Indonesia karena orang-orang yang kritis terhadap permasalahan bangsa malah dengan mudahnya dipidanakan.
"UU ITE yang sudah direvisi di awal tahun 2024 masih menjadi alat yang efektif untuk memberangus kebebasan berbicara masyarakat Indonesia," ujar Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif SAFEnet.
Selepas persidangan, kelompok warga pendukung Daniel melakukan aksi solidaritas di depan Kantor PN Jepara dengan aksi diam melakban mulut.
Persidangan ini dianggap sebagai bentuk pembungkaman kebebasan berekspresi pembela lingkungan, upaya menghambat partisipasi publik, dan pengalihan atas masalah utama di Karimunjawa, yaitu tambak udang intensif ilegal yang mencemari dan merusak ekosistem Taman Nasional Karimunjawa, yang kerap dikritik Daniel.
"Kami kecewa dengan bagaimana hakim mempertimbangkan putusannya untuk Daniel. Hakim sama sekali tidak menilai bagaimana saksi dari pendamping hukum memberikan kesaksiannya. Entah kesaksian atau bukti apalagi yang bisa membela Daniel bahwa aktivis lingkungan tidak bisa dihukum secara perdata maupun pidana," ujar Kasno, salah satu peserta aksi.
Sebelumnya, persidangan Daniel telah mendapatkan perhatian di tingkat nasional maupun internasional. Tercatat lebih dari 8.700 orang telah menandatangani petisi yang menuntut Daniel segera dibebaskan di change.org.
Selain itu, 31 organisasi masyarakat sipil internasional telah mengeluarkan pernyataan sikap bersama menuntut pembebasan Daniel dari segala tuntutan.
Dalam sidang di PN Jepara dengan agenda putusan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Parlin Mangantas Bona dan dua hakim anggota masing-masing Joko Ciptano dan Yusuf Sembiring.
"Terdakwa Daniel terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian untuk kelompok masyarakat tertentu," kata Hakim Ketua Parlin Mangantas Bona saat sidang dengan agenda putusan di Pengadilan Negeri di Jepara.
Terdakwa dijatuhi hukuman 7 bulan penjara dan denda Rp5 juta dengan ketentuan denda itu tidak dibayar maka digantikan kurungan penjara selama 1 bulan.
Putusan majelis hakim tersebut lebih ringan daripada jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Daniel dihukum 10 bulan penjara sekaligus denda Rp5 juta karena melanggar Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Pasal itu menyebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Majelis hakim juga menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang dijalani terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Terdakwa tetap ditahan dan barang bukti berupa telepon selular milik terdakwa serta akun Facebook terdakwa juga dimusnahkan.
Tim penasihat hukum Daniel mengutuk keras putusan majelis hakim ini karena tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan.
"Kami mengutuk keras majelis hakim dalam Perkara Nomor 14/Pid.sus/2024/PN.Jpa pada Pengadilan Negeri Jepara, yang telah memberikan putusan tidak sesuai koridornya," kata Sekar Banjaran Aji, salah satu penasihat hukum Daniel.
Menurut Sekar, putusan itu tidak mempertimbangkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan serta ketentuan hukum yang berlaku. Bahkan, bertentangan dengan SKB tiga menteri yang seharusnya dipegang sebagai aturan dalam mengimplementasikan UU ITE.
Ia juga meminta pihak berwenang mengusut majelis hakim yang mengadili Daniel dan memeriksa jajaran penyidik Unit I Krimsus Polres Jepara yang memproses kasus ini.
Sementara itu, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menyatakan bahwa putusan bersalah atas Daniel menambah panjang daftar kriminalisasi warganet yang menyasar pada kelompok kritis dan vokal.
Berdasarkan catatan SAFEnet, sepanjang 2023 setidaknya enam aktivis dari total 126 orang yang dilaporkan ke polisi dengan menggunakan pasal karet dalam UU ITE.
Putusan bersalah ini, kata dia, merupakan salah satu bentuk pembungkaman atas ekspresi daring yang akan sangat berbahaya bagi demokrasi di Indonesia karena orang-orang yang kritis terhadap permasalahan bangsa malah dengan mudahnya dipidanakan.
"UU ITE yang sudah direvisi di awal tahun 2024 masih menjadi alat yang efektif untuk memberangus kebebasan berbicara masyarakat Indonesia," ujar Nenden Sekar Arum, Direktur Eksekutif SAFEnet.
Selepas persidangan, kelompok warga pendukung Daniel melakukan aksi solidaritas di depan Kantor PN Jepara dengan aksi diam melakban mulut.
Persidangan ini dianggap sebagai bentuk pembungkaman kebebasan berekspresi pembela lingkungan, upaya menghambat partisipasi publik, dan pengalihan atas masalah utama di Karimunjawa, yaitu tambak udang intensif ilegal yang mencemari dan merusak ekosistem Taman Nasional Karimunjawa, yang kerap dikritik Daniel.
"Kami kecewa dengan bagaimana hakim mempertimbangkan putusannya untuk Daniel. Hakim sama sekali tidak menilai bagaimana saksi dari pendamping hukum memberikan kesaksiannya. Entah kesaksian atau bukti apalagi yang bisa membela Daniel bahwa aktivis lingkungan tidak bisa dihukum secara perdata maupun pidana," ujar Kasno, salah satu peserta aksi.
Sebelumnya, persidangan Daniel telah mendapatkan perhatian di tingkat nasional maupun internasional. Tercatat lebih dari 8.700 orang telah menandatangani petisi yang menuntut Daniel segera dibebaskan di change.org.
Selain itu, 31 organisasi masyarakat sipil internasional telah mengeluarkan pernyataan sikap bersama menuntut pembebasan Daniel dari segala tuntutan.