Kudus (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, membagikan cairan disinfektan ke peternak sapi sebagai salah satu upaya pencegahan terhadap penyebaran penyakit antraks yang menyerang hewan ternak, menyusul adanya temuan kasus antraks di daerah lain.
"Cairan disinfektan yang kami bagikan kepada masing-masing peternak disesuaikan stok yang tersedia," kata Kabid Peternakan Dinas Pertanian dan Pangan Kudus Agus Setiawan di Kudus, Jumat.
Selain melakukan pembagian cairan disinfektan, kata dia, pihaknya juga membagikan vitamin untuk ternak yang dinilai kurang sehat.
Pertemuan dengan peternak, imbuh dia, juga dimanfaatkan untuk memberikan edukasi terkait pencegahan dan upaya ketika menemukan gejala pada hewan ternak.
Hasil pemantauan di lapangan hingga kini belum ada temuan kasus hewan ternak yang terserang antraks, katanya.
Apalagi, kata dia, setelah ada kasus antraks, pihak Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates, Yogyakarta, juga melakukan langkah pencegahan penularan penyakit tersebut hingga ke luar daerah.
"Untuk wilayah Keresidenan Pati juga belum ada informasi temuan kasus antraks. Meskipun demikian, kewaspadaan tetap dilakukan," ujarnya.
Di antaranya, dengan melakukan pemantauan lalu lintas hewan ternak yang masuk ke Kabupaten Kudus, termasuk mengawasi transaksi penjualan hewan ternak di pasar hewan.
Indikasi hewan ternak terserang antraks, di antaranya keluar darah dari lubang hidung, mulut atau anus serta bisa menyebabkan kematian mendadak. Sedangkan bangkainya tidak boleh disembelih atau dibedah, tetapi harus langsung dikuburkan dengan cara yang khusus untuk menghindari penularan.
Spora yang dihasilkan oleh bakteri bacillus anthracis penyebab penyakit antraks pada hewan ternak, disebutkan dapat bertahan selama 80 tahun.
"Cairan disinfektan yang kami bagikan kepada masing-masing peternak disesuaikan stok yang tersedia," kata Kabid Peternakan Dinas Pertanian dan Pangan Kudus Agus Setiawan di Kudus, Jumat.
Selain melakukan pembagian cairan disinfektan, kata dia, pihaknya juga membagikan vitamin untuk ternak yang dinilai kurang sehat.
Pertemuan dengan peternak, imbuh dia, juga dimanfaatkan untuk memberikan edukasi terkait pencegahan dan upaya ketika menemukan gejala pada hewan ternak.
Hasil pemantauan di lapangan hingga kini belum ada temuan kasus hewan ternak yang terserang antraks, katanya.
Apalagi, kata dia, setelah ada kasus antraks, pihak Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates, Yogyakarta, juga melakukan langkah pencegahan penularan penyakit tersebut hingga ke luar daerah.
"Untuk wilayah Keresidenan Pati juga belum ada informasi temuan kasus antraks. Meskipun demikian, kewaspadaan tetap dilakukan," ujarnya.
Di antaranya, dengan melakukan pemantauan lalu lintas hewan ternak yang masuk ke Kabupaten Kudus, termasuk mengawasi transaksi penjualan hewan ternak di pasar hewan.
Indikasi hewan ternak terserang antraks, di antaranya keluar darah dari lubang hidung, mulut atau anus serta bisa menyebabkan kematian mendadak. Sedangkan bangkainya tidak boleh disembelih atau dibedah, tetapi harus langsung dikuburkan dengan cara yang khusus untuk menghindari penularan.
Spora yang dihasilkan oleh bakteri bacillus anthracis penyebab penyakit antraks pada hewan ternak, disebutkan dapat bertahan selama 80 tahun.