Semarang (ANTARA) - Chief Marketing Officer Pintu Timothius Martin menilai peristiwa yang terjadi pertengahan 2022 menjadi pengalaman berharga bagi semua pihak baik investor juga bursa untuk konsisten memberikan keamanan dan kenyamanan berinvestasi dan dirinya menilai adopsi kripto akan tumbuh di 2023.

Menurutnya terlepas dari volatilitas pasar kripto dan volume perdagangan yang rendah, dapat dilihat bahwa adopsi kripto secara institusional meningkat tahun 2022. Apalagi survei institutional investor menunjukkan investor masih percaya kripto akan bertahan.

"Terlepas dari volatilitas harga atau peristiwa yang tidak menguntungkan disebabkan oleh beberapa pihak. Ketertarikan investor saat ini akan lebih tertuju aset kripto yang dinilai lebih berkualitas tinggi seperti Bitcoin dan Ether dan lebih memperhatikan faktor-faktor fundamental seperti tokenomik, kematangan ekosistem masing-masing project, dan likuiditas pasar,” kata Timo.

Meskipun harga aset kripto mengalami penurunan, lanjut Timo, adopsi terhadap aset kripto justru terus tumbuh dan semakin banyak negara-negara di dunia yang meregulasi aset kripto, karena regulasi kripto merupakan hal yang baik untuk investor dan industri. 

Hal tersebut dapat memberikan potensi yang baik untuk melindungi investor jangka panjang, mencegah aktivitas penipuan dalam ekosistem kripto, dan memberikan panduan yang jelas untuk memungkinkan perusahaan berinovasi. Selain itu, kejelasan regulasi dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat luas pada kripto.

Berdasarkan data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) hingga tahun 2022 jumlah investor kripto telah mencapai 16,55 juta dengan nilai transaksi mencapai Rp296,66 triliun. 

Selain itu dari sisi regulasi terdapat lebih dari 10 negara di antaranya Afrika Selatan, Inggris, Australia, Ukraina, Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Brazil, Itali, Prancis, Kanada, Filipina, Korea Selatan, Turki, Mexico, India, Thailand, Vietnam, Argentina, Iran, dan Indonesia yang telah meregulasi investasi aset kripto yang berkaitan dengan bursa, pajak, perlindungan konsumen, dan lain sebagainya. 

"Sektor industri kripto terus tumbuh dan matang, sehingga regulator di seluruh dunia perlu memberikan kejelasan serta panduan. Kami mengapresiasi pemerintah melalui Bappebti, yang kemudian akan dilanjutkan oleh OJK yang telah mendukung berkembangnya industri ini. Kami menyambut hal tersebut dengan baik untuk memastikan kemajuan industri kripto di Indonesia,” kata Timo. 

Kemajuan industri kripto di Indonesia ditandai adopsi teknologi blockchain pada berbagai institusi besar yang tertarik dan sudah mulai berinvestasi ke aset kripto dan memanfaatkan teknologi blockchain seperti misalnya perusahaan fintech PayPal dan Square, kemudian Tesla hingga Bank Indonesia yang meluncurkan whitepaper Central Bank Digital Currency (CBDC) yaitu Proyek Garuda. 

Secara global, kepemilikan aset kripto terus meningkat. Triple A sebuah perusahaan blockchain yang berbasis di Singapura mengestimasikan jumlah kepemilikan aset kripto di seluruh dunia mencapai 320 juta users atau rata-rata 4.2 persen dari populasi masyarakat dunia yang mencapai 8 miliar orang. Adapun Asia menjadi negara dengan kepemilikan aset kripto terbanyak mencapai 130 juta orang disusul oleh Afrika dengan 53 juta, dan Amerika Utara dengan 51 juta.

"Tahun 2023 dipastikan penuh tantangan seperti kenaikan suku bunga, inflasi, isu resesi, hingga kondisi geopolitik yang masih belum stabil tentu, namun aset kripto dan teknologi blockchain terus membentuk ekosistem yang matang meski secara usia masih terbilang baru akan tetapi ribuan inovasi telah lahir dengan use-case yang mampu mendisrupsi berbagai industri seperti non-fungible tokens (NFT), Decentralized Finance (DeFi), hingga Web 3.0 dan memberikan dampak yang positif bagi penggunanya,” tutup Timo.

 

Pewarta : Nur Istibsaroh
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2024