Kudus (ANTARA) - Sedulur Sikep atau familier disebut warga Samin dikenal dengan keluguannya dan banyak kalangan yang beranggapan bahwa mereka kurang mengikuti perkembangan informasi karena dianggap tidak mengikuti kemajuan zaman.
Anggapan bahwa Sedulur Sikep kurang mengikuti perkembangan zaman, karena selama ini mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan hasil pertaniannya juga dikonsumsi sendiri, sehingga terkesan hanya berkutat urusan rumah tangga.
Oleh karena itu, tempat tinggal mereka cenderung berada di daerah pedalaman untuk mendekatkan diri dengan lahan pertanian, sehingga akses informasi dunia luar dianggap kurang begitu menjadi perhatian.
Akan tetapi, siapa sangka urusan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia mereka justru menjadi urusan wajib karena ajaran leluhurnya setelah Indonesia merdeka dan dipimpin warga Indonesia sendiri, maka warga Sedulur Sikep wajib mematuhi semua aturan pemerintahan.
Termasuk dalam hal mengibarkan bendera Merah Putih, tanpa dikomando pun mereka sudah mengibarkannya di halaman rumahnya masing-masing sebagai salah satu bukti kecintaannya terhadap Republik Indonesia.
"Leluhur kami di masa penjajahan juga ikut berjuang mengusir penjajah, namun dengan cara yang berbeda dengan pahlawan-pahlawan yang dikenal secara luas saat ini dengan mengangkat senjata," kata Budi Santoso, tokoh Sedulur Sikep dari Desa Larikrejo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus.
Sesuai ajaran Samin Surosentiko, sikep merupakan senjata. Sedulur Sikep memiliki arti ajaran Samin yang mengedepankan perlawanan tanpa kekerasan atau menghindari pertumpahan darah dari penduduk bumi putera terhadap kolonialisme Belanda.
Perlawanannya melalui tindakan pembangkangan terhadap segala macam peraturan pemerintah kolonial Belanda, termasuk menolak membayar pajak karena Bumi yang dipijak dan digunakan merupakan milik warga pribumi sebagai tuan rumah.
Tuan rumahlah yang seharusnya mengatur Belanda sebagai tamu di Bumi Indonesia, bukannya tamu yang mengatur tuan rumah. Penjajah juga merampas semua yang ada dan menguasai wilayah jajahannya.
Warga Sedulur Sikep sebagai warga pribumi, tidak merelakan penjajahan tersebut sehingga mengobarkan semangat perlawanan melalui pembangkangan atas semua aturan.
Baca juga: Bupati Kudus apresiasi warga Sedulur Sikep Ikut menjaga kerukunan
Sementara pesan Samin Surosentiko, setelah Indonesia merdeka diminta untuk tunduk pada aturan pemerintah negara Republik Indonesia, termasuk kewajiban membayar pajak juga harus dipenuhi.
Karena generasi penerus Sedulur Sikep menempati rumah warisan leluhur pendiri bangsa tanpa ada embel-embel keyakinan, sehingga generasi penerus juga diminta menjaga kerukunan dan persatuan antarsesama umat manusia.
Berdasarkan cerita turun-temurun dari para leluhurnya itu, warga sedulur sikep di Kabupaten Kudus yang tersebar di Desa Kalirejo dan Karangrowo, Kecamatan Undaan juga turut serta merayakan hari kemerdekaan karena leluhurnya juga ikut berjuang mengusir penjajah.
Gegap gempita perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus, juga diikuti warga Sedulur Sikep dengan ikut berbaur dengan masyarakat sekitar.
Kemeriahan yang sering terjadi di desa-desa dalam menyambut HUT Kemerdekaan RI, yakni dengan mengibarkan bendera di depan rumahnya masing-masing serta mamasang umbul-umbul di sepanjang jalan, serta ada yang menghiasnya dengan lampu hias aneka warna.
Ikut Perlombaan
Warga Sedulur Sikep saat ini mulai membuka diri terhadap perkembangan dunia luar, termasuk dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya juga berbaur dengan masyarakat pada umumnya.
"Sekarang tidak lagi seperti sebelumnya, karena warga Sedulur Sikep juga ikut guyub rukun terhadap semua kegiatan di desa maupun di kampung-kampung. Karena menyambut HUT Kemerdekaan sering dimeriahkan dengan aneka perlombaan, mereka juga ikut serta," ujar Kepala Desa Kalirejo Muchamad Rochim.
Warga Sedulur Sikep juga pernah ada yang ditunjuk menjadi ketua rukun tetangga (RT), sehingga tidak ada lagi istilah mereka terkucilkan dari lingkungan masyarakat.
Salah satu warga Sedulur Sikep yang pernah dipercaya menjadi ketua RT, yakni Budi Santoso. Saat pemilihan umum juga pernah dilibatkan dalam keanggotaan penyelenggara pemilu di tingkat desa.
Baca juga: Ganjar sambangi Sedulur Sikep Samin, bangun akses air bersih
Jika sebelumnya ada anggapan warga Sedulur Sikep mendidik anaknya di rumah dan tidak mau menyekolahkannya di pendidikan formal, maka tidak demikian untuk saat ini. Sebagian besar anak-anak dari warga Sedulur Sikep mendapatkan pendidikan di sekolah formal.
Budi Santoso sendiri pada tahun 1977 sudah mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar (SD), yang dibuktikan dengan kepemilikan ijazah SD tersebut sehingga tulis-menulis dan membaca juga sudah dimiliki sejak lama.
Karena warga Sedulur Sikep sudah berbaur dengan masyarakat lain serta ada yang menikah dengan pemeluk agama lain, kini jumlah mereka semakin berkurang karena tercatat hanya berkisar 20-an keluarga. Sedangkan jumlah keluarga di Desa Larikrejo mencapai 570 keluarga dengan jumlah jiwa mencapai 1.600 jiwa.
Sementara di Desa Karangrowo hingga kini tercatat masih ada sekitar 50-an keluarga dari warga Sedulur Sikep dan sebagian besar juga sudah menyatu dengan warga sekitar.
Kepala Desa Karangrowo Heri Darwanto juga menyebutkan bahwa warga Sedulur Sikep di desanya sudah membaur dengan masyarakat lain, sehingga setiap ada perayaan HUT Kemerdekaan RI juga ikut serta.
Bahkan, warga Sedulur Sikep juga pernah menjadi wakil Kecamatan Undaan mengikuti kirab budaya dan dinobatkan sebagai peserta dengan penampilan terbaik.
Budi Santoso yang dipercaya sebagai pemuka penghayat kepercayaan wong Sikep, juga pernah merasakan ikut lomba HUT Kemerdekaan RI di desanya, yakni lomba tarik tambang.
Karena saat ini generasi penerusnya juga sudah membaur dengan masyarakat luas serta ada yang menikah dengan umat agama lain sehingga menetap di daerah lain tentunya juga ikut serta menyambut perayaan HUT Kemerdekaan RI dengan segala bentuk kegiatannya.
Nampaknya, anggapan masyarakat bahwa warga Sedulur Sikep cenderung tertutup dan enggan berbaur dengan masyarakat umum tidaklah benar. Terbukti, ketika ada acara perayaan menyambut HUT Kemerdekaan RI di desanya pun ikut serta di dalamnya karena leluhur mereka juga termasuk seorang pejuang yang berjuang mengusir penjajah dengan cara mereka.
Bahkan, generasi muda Sedulur Sikep juga merdeka dalam belajar karena saat ini sudah banyak yang menempuh pendidikan formal sehingga bisa menuntut ilmu hingga ke jenjang lebih tinggi. Tentunya saat ini banyak yang memahami makna HUT Kemerdekaan RI karena literasinya juga makin meningkat.
Baca juga: Warga Sedulur Sikep Kudus dukung tokoh Samin jadi pahlawan
Baca juga: Kesbangpol Jateng gelar diskusi tangkal radikalisme di kalangan Sedulur Sikep
Baca juga: Warga sedulur sikep gunakan hak pilih di Pilkades Kudus
Anggapan bahwa Sedulur Sikep kurang mengikuti perkembangan zaman, karena selama ini mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan hasil pertaniannya juga dikonsumsi sendiri, sehingga terkesan hanya berkutat urusan rumah tangga.
Oleh karena itu, tempat tinggal mereka cenderung berada di daerah pedalaman untuk mendekatkan diri dengan lahan pertanian, sehingga akses informasi dunia luar dianggap kurang begitu menjadi perhatian.
Akan tetapi, siapa sangka urusan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia mereka justru menjadi urusan wajib karena ajaran leluhurnya setelah Indonesia merdeka dan dipimpin warga Indonesia sendiri, maka warga Sedulur Sikep wajib mematuhi semua aturan pemerintahan.
Termasuk dalam hal mengibarkan bendera Merah Putih, tanpa dikomando pun mereka sudah mengibarkannya di halaman rumahnya masing-masing sebagai salah satu bukti kecintaannya terhadap Republik Indonesia.
"Leluhur kami di masa penjajahan juga ikut berjuang mengusir penjajah, namun dengan cara yang berbeda dengan pahlawan-pahlawan yang dikenal secara luas saat ini dengan mengangkat senjata," kata Budi Santoso, tokoh Sedulur Sikep dari Desa Larikrejo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus.
Sesuai ajaran Samin Surosentiko, sikep merupakan senjata. Sedulur Sikep memiliki arti ajaran Samin yang mengedepankan perlawanan tanpa kekerasan atau menghindari pertumpahan darah dari penduduk bumi putera terhadap kolonialisme Belanda.
Perlawanannya melalui tindakan pembangkangan terhadap segala macam peraturan pemerintah kolonial Belanda, termasuk menolak membayar pajak karena Bumi yang dipijak dan digunakan merupakan milik warga pribumi sebagai tuan rumah.
Tuan rumahlah yang seharusnya mengatur Belanda sebagai tamu di Bumi Indonesia, bukannya tamu yang mengatur tuan rumah. Penjajah juga merampas semua yang ada dan menguasai wilayah jajahannya.
Warga Sedulur Sikep sebagai warga pribumi, tidak merelakan penjajahan tersebut sehingga mengobarkan semangat perlawanan melalui pembangkangan atas semua aturan.
Baca juga: Bupati Kudus apresiasi warga Sedulur Sikep Ikut menjaga kerukunan
Sementara pesan Samin Surosentiko, setelah Indonesia merdeka diminta untuk tunduk pada aturan pemerintah negara Republik Indonesia, termasuk kewajiban membayar pajak juga harus dipenuhi.
Karena generasi penerus Sedulur Sikep menempati rumah warisan leluhur pendiri bangsa tanpa ada embel-embel keyakinan, sehingga generasi penerus juga diminta menjaga kerukunan dan persatuan antarsesama umat manusia.
Berdasarkan cerita turun-temurun dari para leluhurnya itu, warga sedulur sikep di Kabupaten Kudus yang tersebar di Desa Kalirejo dan Karangrowo, Kecamatan Undaan juga turut serta merayakan hari kemerdekaan karena leluhurnya juga ikut berjuang mengusir penjajah.
Gegap gempita perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus, juga diikuti warga Sedulur Sikep dengan ikut berbaur dengan masyarakat sekitar.
Kemeriahan yang sering terjadi di desa-desa dalam menyambut HUT Kemerdekaan RI, yakni dengan mengibarkan bendera di depan rumahnya masing-masing serta mamasang umbul-umbul di sepanjang jalan, serta ada yang menghiasnya dengan lampu hias aneka warna.
Ikut Perlombaan
Warga Sedulur Sikep saat ini mulai membuka diri terhadap perkembangan dunia luar, termasuk dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya juga berbaur dengan masyarakat pada umumnya.
"Sekarang tidak lagi seperti sebelumnya, karena warga Sedulur Sikep juga ikut guyub rukun terhadap semua kegiatan di desa maupun di kampung-kampung. Karena menyambut HUT Kemerdekaan sering dimeriahkan dengan aneka perlombaan, mereka juga ikut serta," ujar Kepala Desa Kalirejo Muchamad Rochim.
Warga Sedulur Sikep juga pernah ada yang ditunjuk menjadi ketua rukun tetangga (RT), sehingga tidak ada lagi istilah mereka terkucilkan dari lingkungan masyarakat.
Salah satu warga Sedulur Sikep yang pernah dipercaya menjadi ketua RT, yakni Budi Santoso. Saat pemilihan umum juga pernah dilibatkan dalam keanggotaan penyelenggara pemilu di tingkat desa.
Baca juga: Ganjar sambangi Sedulur Sikep Samin, bangun akses air bersih
Jika sebelumnya ada anggapan warga Sedulur Sikep mendidik anaknya di rumah dan tidak mau menyekolahkannya di pendidikan formal, maka tidak demikian untuk saat ini. Sebagian besar anak-anak dari warga Sedulur Sikep mendapatkan pendidikan di sekolah formal.
Budi Santoso sendiri pada tahun 1977 sudah mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar (SD), yang dibuktikan dengan kepemilikan ijazah SD tersebut sehingga tulis-menulis dan membaca juga sudah dimiliki sejak lama.
Karena warga Sedulur Sikep sudah berbaur dengan masyarakat lain serta ada yang menikah dengan pemeluk agama lain, kini jumlah mereka semakin berkurang karena tercatat hanya berkisar 20-an keluarga. Sedangkan jumlah keluarga di Desa Larikrejo mencapai 570 keluarga dengan jumlah jiwa mencapai 1.600 jiwa.
Sementara di Desa Karangrowo hingga kini tercatat masih ada sekitar 50-an keluarga dari warga Sedulur Sikep dan sebagian besar juga sudah menyatu dengan warga sekitar.
Kepala Desa Karangrowo Heri Darwanto juga menyebutkan bahwa warga Sedulur Sikep di desanya sudah membaur dengan masyarakat lain, sehingga setiap ada perayaan HUT Kemerdekaan RI juga ikut serta.
Bahkan, warga Sedulur Sikep juga pernah menjadi wakil Kecamatan Undaan mengikuti kirab budaya dan dinobatkan sebagai peserta dengan penampilan terbaik.
Budi Santoso yang dipercaya sebagai pemuka penghayat kepercayaan wong Sikep, juga pernah merasakan ikut lomba HUT Kemerdekaan RI di desanya, yakni lomba tarik tambang.
Karena saat ini generasi penerusnya juga sudah membaur dengan masyarakat luas serta ada yang menikah dengan umat agama lain sehingga menetap di daerah lain tentunya juga ikut serta menyambut perayaan HUT Kemerdekaan RI dengan segala bentuk kegiatannya.
Nampaknya, anggapan masyarakat bahwa warga Sedulur Sikep cenderung tertutup dan enggan berbaur dengan masyarakat umum tidaklah benar. Terbukti, ketika ada acara perayaan menyambut HUT Kemerdekaan RI di desanya pun ikut serta di dalamnya karena leluhur mereka juga termasuk seorang pejuang yang berjuang mengusir penjajah dengan cara mereka.
Bahkan, generasi muda Sedulur Sikep juga merdeka dalam belajar karena saat ini sudah banyak yang menempuh pendidikan formal sehingga bisa menuntut ilmu hingga ke jenjang lebih tinggi. Tentunya saat ini banyak yang memahami makna HUT Kemerdekaan RI karena literasinya juga makin meningkat.
Baca juga: Warga Sedulur Sikep Kudus dukung tokoh Samin jadi pahlawan
Baca juga: Kesbangpol Jateng gelar diskusi tangkal radikalisme di kalangan Sedulur Sikep
Baca juga: Warga sedulur sikep gunakan hak pilih di Pilkades Kudus