Semarang (ANTARA) - Maju Perempuan Indonesia (MPI) mendorong Tim Seleksi (Timsel) Calon Anggota KPU/Bawaslu RI Periode 2022—2027 mewujudkan 30 persen keterwakilan perempuan sebagai penyelenggara pemilu, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
Dalam audiensi secara daring dengan Timsel KPU/Bawaslu, Rabu, MPI mendorong Timsel melakukan seleksi dengan pendekatan affirmative action terhadap perempuan, yakni memenuhi keterwakilan perempuan minimal 30 persen pada setiap tahapan seleksi.
Koordinator MPI Lena Maryana Mukti meminta Timsel menyampaikan sebanyak-banyaknya nama perempuan agar ketika pihaknya memperjuangkan perempuan-perempuan calon anggota penyelenggara pemilu di parlemen tidak kekurangan orang.
"Kalau hanya satu atau dua, sulit mengawal. Kalau bisa setengahnya adalah perempuan. Dengan affirmative action, penilain Timsel tidak semata-mata kualitas atau nilai," kata Lena Maryana Mukti dalam rilisnya diterima di Semarang usai pertemuan tersebut.
Baca juga: Keberadaan perempuan sangat dipentingkan
Timsel hadir secara lengkap, yakni Ketua Timsel Juri Ardiantoro, Wakil Ketua Chandra Hamzah, dan Sekretaris Bachtiar, serta anggota Timsel: Endang Sulastri, Betty Alisjahbana, Poengky Indarty, I Dewa Gede Palguna, Abdul Ghaffar Rozin, Hamdi Muluk, dan Airlangga Pribadi.
Dalam audiensi, enam tokoh perempuan menyampaikan masukan kepada Timsel secara bergantian. Pertama, Valina Singka Subekti (akademikus Universitas Indonesia) berharap keberadaan tiga perempuan di dalam Timsel menjadi sinyal positif untuk memastikan terpenuhinya minimal 30 persen representasi perempuan di KPU dan Bawaslu.
"Keseimbangan representasi perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu penting untuk membangun penyelenggara pemilu yang berintegritas," katanya.
Sementara itu, Ketua Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) Nia Sjarifudin mengingatkan akan adanya tantangan yang berpotensi merugikan demokrasi, yaitu isu intoleransi dan radikalisme pada pemilu.
Ia mengharapkan calon anggota KPU/Bawaslu memiliki kemampuan untuk mengelola keberagaman sebagai kekuatan bangsa, dan memiliki strategi untuk mencegah isu intoleransi menguat pada pemilu mendatang.
Tokoh perempuan lainnya, Ketua Umum Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Dwi Septiawati Djafar meminta Timsel memastikan calon anggota KPU/Bawaslu yang terpilih memiliki rekam jejak baik, keberpihakan pada perempuan politik, dan kepemimpinan yang kuat.
Kepastian terpenuhinya keterwakilan 30 persen perempuan pada KPU/Bawaslu RI, kata Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati, akan mendorong komitmen pemenuhan 30 persen perempuan pada struktur di level bawah.
Baca juga: Titi Anggraini: Perlu RUU Pemilu untuk penguatan keterwakilan perempuan
"Dengan demikian, Timsel harus memastikan lolosnya minimal 30 persen perempuan dalam 14 nama calon anggota KPU dan 10 calon anggota Bawaslu," ujarnya.
Di lain pihak, Direktur Kalyanamitra Listyowati mengemukakan bahwa Timsel harus mengedepankan terpilihnya calon-calon yang memiliki prinsip kesetaraan gender, nondiskriminasi, toleransi, keberagaman, inklusi, dan mengedepankan HAM untuk menentukan siapa yang akan menjadi calon.
Menurut Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan Politik (Ansipol) Yuda Irlang, pengawalan terhadap keterwakilan perempuan di lembaga legislatif dimulai dari kepastian keterwakilan 30 persen perempuan di lembaga penyelenggara pemilu.
Dalam audiensi ini, MPI juga menyampaikan apresiasi kepada Timsel karena telah membuka konsultasi publik untuk menerima masukan masyarakat sebelum memulai tahapan seleksi, memasukkan perspektif gender, dan inklusivitas terhadap disabilitas merupakan dua dari 11 kriteria profil calon anggota KPU/Bawaslu RI, serta menetapkan 30 persen perempuan dalam komposisi Tim Penilai Makalah.
Terhadap masukan dari MPI, Timsel menyambut baik dan menyatakan komitmennya untuk keterwakilan 30 persen perempuan di daftar calon yang akan diajukan kepada Pemerintah. Timsel telah memasukkan perspektif kesetaraan gender dan inklusivitas terhadap disabilitas menjadi salah satu kriteria dalam memiliki calon anggota KPU/Bawaslu, perempuan dan laki-laki.
"Pandangan kami, perspektif kesetaraan gender ini tidak hanya harus dimiliki perempuan calon, tetapi juga laki-laki. Nah, Timsel sedang memeras calon untuk mendapatkan 48 calon anggota KPU/Bawaslu," kata Ketua Timsel Juri Ardiantoro dalam rilis MPI.
Baca juga: Kesetaraan politik jadi peluang perempuan warnai kebijakan
Dalam audiensi secara daring dengan Timsel KPU/Bawaslu, Rabu, MPI mendorong Timsel melakukan seleksi dengan pendekatan affirmative action terhadap perempuan, yakni memenuhi keterwakilan perempuan minimal 30 persen pada setiap tahapan seleksi.
Koordinator MPI Lena Maryana Mukti meminta Timsel menyampaikan sebanyak-banyaknya nama perempuan agar ketika pihaknya memperjuangkan perempuan-perempuan calon anggota penyelenggara pemilu di parlemen tidak kekurangan orang.
"Kalau hanya satu atau dua, sulit mengawal. Kalau bisa setengahnya adalah perempuan. Dengan affirmative action, penilain Timsel tidak semata-mata kualitas atau nilai," kata Lena Maryana Mukti dalam rilisnya diterima di Semarang usai pertemuan tersebut.
Baca juga: Keberadaan perempuan sangat dipentingkan
Timsel hadir secara lengkap, yakni Ketua Timsel Juri Ardiantoro, Wakil Ketua Chandra Hamzah, dan Sekretaris Bachtiar, serta anggota Timsel: Endang Sulastri, Betty Alisjahbana, Poengky Indarty, I Dewa Gede Palguna, Abdul Ghaffar Rozin, Hamdi Muluk, dan Airlangga Pribadi.
Dalam audiensi, enam tokoh perempuan menyampaikan masukan kepada Timsel secara bergantian. Pertama, Valina Singka Subekti (akademikus Universitas Indonesia) berharap keberadaan tiga perempuan di dalam Timsel menjadi sinyal positif untuk memastikan terpenuhinya minimal 30 persen representasi perempuan di KPU dan Bawaslu.
"Keseimbangan representasi perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu penting untuk membangun penyelenggara pemilu yang berintegritas," katanya.
Sementara itu, Ketua Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) Nia Sjarifudin mengingatkan akan adanya tantangan yang berpotensi merugikan demokrasi, yaitu isu intoleransi dan radikalisme pada pemilu.
Ia mengharapkan calon anggota KPU/Bawaslu memiliki kemampuan untuk mengelola keberagaman sebagai kekuatan bangsa, dan memiliki strategi untuk mencegah isu intoleransi menguat pada pemilu mendatang.
Tokoh perempuan lainnya, Ketua Umum Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Dwi Septiawati Djafar meminta Timsel memastikan calon anggota KPU/Bawaslu yang terpilih memiliki rekam jejak baik, keberpihakan pada perempuan politik, dan kepemimpinan yang kuat.
Kepastian terpenuhinya keterwakilan 30 persen perempuan pada KPU/Bawaslu RI, kata Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati, akan mendorong komitmen pemenuhan 30 persen perempuan pada struktur di level bawah.
Baca juga: Titi Anggraini: Perlu RUU Pemilu untuk penguatan keterwakilan perempuan
"Dengan demikian, Timsel harus memastikan lolosnya minimal 30 persen perempuan dalam 14 nama calon anggota KPU dan 10 calon anggota Bawaslu," ujarnya.
Di lain pihak, Direktur Kalyanamitra Listyowati mengemukakan bahwa Timsel harus mengedepankan terpilihnya calon-calon yang memiliki prinsip kesetaraan gender, nondiskriminasi, toleransi, keberagaman, inklusi, dan mengedepankan HAM untuk menentukan siapa yang akan menjadi calon.
Menurut Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan Politik (Ansipol) Yuda Irlang, pengawalan terhadap keterwakilan perempuan di lembaga legislatif dimulai dari kepastian keterwakilan 30 persen perempuan di lembaga penyelenggara pemilu.
Dalam audiensi ini, MPI juga menyampaikan apresiasi kepada Timsel karena telah membuka konsultasi publik untuk menerima masukan masyarakat sebelum memulai tahapan seleksi, memasukkan perspektif gender, dan inklusivitas terhadap disabilitas merupakan dua dari 11 kriteria profil calon anggota KPU/Bawaslu RI, serta menetapkan 30 persen perempuan dalam komposisi Tim Penilai Makalah.
Terhadap masukan dari MPI, Timsel menyambut baik dan menyatakan komitmennya untuk keterwakilan 30 persen perempuan di daftar calon yang akan diajukan kepada Pemerintah. Timsel telah memasukkan perspektif kesetaraan gender dan inklusivitas terhadap disabilitas menjadi salah satu kriteria dalam memiliki calon anggota KPU/Bawaslu, perempuan dan laki-laki.
"Pandangan kami, perspektif kesetaraan gender ini tidak hanya harus dimiliki perempuan calon, tetapi juga laki-laki. Nah, Timsel sedang memeras calon untuk mendapatkan 48 calon anggota KPU/Bawaslu," kata Ketua Timsel Juri Ardiantoro dalam rilis MPI.
Baca juga: Kesetaraan politik jadi peluang perempuan warnai kebijakan