Semarang (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Tengah mengikuti Pembukaan Peacemaker Justice Award (PJA) secara virtual di Semarang, Jateng, Senin.
Program nasional ini menjadi panggung apresiasi bagi para Kepala Desa dan Lurah yang berhasil menyelesaikan sengketa masyarakat melalui jalur nonlitigasi, sekaligus memperkuat peran mereka sebagai mediator terdepan dalam menjaga harmoni di tingkat akar rumput.
Para peserta Peacemaker Justice Award tidak hanya berperan sebagai pengawal administrasi pemerintahan tetapi juga sebagai pengayom, pendengar, dan penengah yang dipercaya masyarakat untuk meredam konflik serta menyelesaikan persoalan hukum secara damai. Peran tersebut menjadikan mereka pilar penting dalam menjaga stabilitas sosial, politik, keamanan, dan ketertiban.
Untuk memperkuat kapasitas para pemimpin desa dan kelurahan, Kementerian Hukum melalui BPHN memberikan pelatihan kepada 1.023 peserta pada tahun 2025. Materi penguatan meliputi konsultasi hukum, bantuan hukum, advokasi, mediasi konflik, hingga rujukan kepada advokat.
Program PJA merupakan kolaborasi antara Mahkamah Agung, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Desa.
Kepala Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung Dr. H. Sobandi, memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada BPHN. Ia menegaskan kegiatan ini bukan sekadar seremoni, melainkan juga rangkaian upaya besar untuk membentuk juru damai yang kompeten.
“Keadilan sejati tidak selalu dicapai melalui meja pengadilan. Perdamaian harus menjadi pilihan pertama,” ujarnya.
Sobandi menambahkan para peacemaker adalah garda terdepan dalam menjaga kohesi sosial. Mereka bekerja tanpa sorotan, menyatukan kembali tali persaudaraan yang terputus akibat sengketa, serta mencegah konflik kecil berkembang menjadi perpecahan.
Pada kesempatan tersebut juga diserahkan Piagam dan Medali Anubhawa Sasana Jagaddhita (ASJ) serta Piala Peacemaker Justice Award kepada para penerima apresiasi.
Wakil Menteri Hukum RI Edward Omar Sharif Hiariej menekankan tujuan hukum adalah menciptakan perdamaian, ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan. Ia menyebut peran Kades dan Lurah sangat vital karena mereka memahami nilai-nilai lokal yang hidup di masyarakat.
“Jika sengketa tidak diselesaikan, tatanan sosial akan rusak. Tugas Bapak Ibu adalah mendamaikan, mencari titik tengah, dan menemukan solusi yang adil bagi semua pihak,” tegasnya.
Edward juga menjelaskan pemberlakuan KUHP baru pada 2 Januari 2026 yang mengedepankan hukum yang hidup di masyarakat serta paradigma pemulihan keadilan (restorative justice). Ia menyoroti dua pendekatan utama, yaitu Victim-Offender Mediation (VOM) dan sistem panel adat yang telah lama menjadi bagian dari kearifan lokal Indonesia.
Di akhir sambutan, Wamenkum berharap para peserta dapat mengimplementasikan ilmu yang diperoleh dan menjadi bagian dari 130 peserta terpilih yang akan berkompetisi dalam PJA Tahun 2025.
Hadir dari Kanwil Kemenkum Jateng, Kakanwil Heni Susila Wardoyo dan Kadiv Peraturan perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Delmawati.

