Semarang (ANTARA) - Keterwakilan perempuan di bidang politik bukan semata untuk memenuhi kesetaraan, lebih dari itu dapat mewarnai kebijakan yang dihasilkan dari sebuah proses politik.

"Buku berjudul 'Jalan Terjal Perempuan Politik' ini dilahirkan oleh para perempuan dari berbagai partai politik agar para perempuan di Indonesia dapat terinspirasi berperan aktif di bidang politik," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat pada diskusi daring yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bekerja sama dengan Dialektika Spesial Peluncuran dan Bedah Buku berjudul 'Jalan Terjal Perempuan Politik', Rabu (3/1).

Diskusi yang dipabdu Emir Chairullah, Ph.D, jurnalis Media Indonesia, itu dihadiri oleh Dwi Septiawati Djapar (Ketua Umum DPP Kaukus Perempuan Politik Indonesia/KPPI), Lena Maryana Mukti (politikus Partai Persatuan Pembangunan /PPP), Titi Anggraini (anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi/Perludem) dan Anne Ratna Mustika (Bupati Purwakarta) sebagai narasumber.

Hadir sebagai penanggap pada diskusi itu
Yunarto Wijaya (Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia) dan Usman Kansong (Ketua Dewan Redaksi Media Group).

Menurut Lestari dalam keterangan tertulisnya, para perempuan harus terus meningkatkan semangat untuk berjuang mewujudkan kesetaraan di bidang politik, agar para perempuan dapat ikut menghasilkan kebijakan yang dihasilkan lewat proses politik.

Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, buku 'Jalan Terjal Perempuan Politik' yang berisi sejumlah opini para politisi perempuan membuka mata masyarakat mengenai kondisi dan potensi yang bisa diraih oleh para perempuan di bidang politik.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menilai buku yang berisi kumpulan opini para politisi perempuan ini merupakan sebuah langkah kecil untuk menciptakan langkah besar dalam mewujudkan kesetaraan di bidang politik.

Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika mengakui keterpilihannya sebagai bupati mampu menghasilkan sejumlah program di sektor pendidikan dan kesehatan yang sangat bermanfaat bagi warga Purwakarta, Jawa Barat.

Program sektor pendidikan di Purwakarta, menurut Anne, memasukkan muatan lokal sebagai bagian dari bahan ajar di sejumlah tingkatan pendidikan. Selain itu,  kabupaten Purwakarta juga mampu  memberikan layanan kesehatan secara gratis.

Ketua Umum DPP KPPI Dwi Septiawati Djapar mengakui saat ini memang di sejumlah bidang sudah ada keterlibatan perempuan di dalamnya. Namun, jelasnya, bila dipresentasikan jumlah keterlibatan perempuan di berbagai bidang lebih sedikit daripada laki-laki. Padahal, jelas Dwi, jumlah perempuan lebih besar dari 50 persen populasi yang ada di negeri ini.

Dengan kondisi tersebut, Dwi berpendapat, sangat disayangkan saat ini perempuan belum memiliki representasi yang siginifikan dalam pengambilan keputusan di bidang politik. Kondisi inilah, tegas Dwi, yang menjadi alasan bahwa  keterwakilan perempuan di bidang politik dan jabatan publik harus terus diperjuangkan.

Politikus PPP Lena Maryana Mukti berpendapat undang-undang adalah pangkal sebuah kebijakan, namun sangat disayangkan karena representasi perempuan di parlemen masih di bawah 30 persen, sejumlah agenda yang sedang diperjuangkan para perempuan belum mampu diwujudkan.

Agenda tersebut, ungkap Lena, antara lain berupa upaya menghilangkan praktik patriaki yang berkelindan dengan praktik oligarki sehingga mengabaikan merit system dalam proses keanggotaan di partai politik.

Karena itu, Lena mengusulkan, harus ada intervensi kebijakan dalam keanggotaan partai politik yang mewajibkan 30 persen struktur kepemimpinan di partai politik harus perempuan.

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini berpendapat problem besar perempuan di bidang politik adalah mendapatkan kesempatan publikasi yang sama di media massa.

Hal itu penting, ujarnya, bukan hanya sekadar bisa bersuara di ruang publik, lebih dari itu suara perempuan iti bisa sampai dan ditindaklanjuti para pemangku kepentingan.

Menurut Titi, jika kesetaraan dan keadilan sudah tersedia bagi perempuan tidak perlu lagi langkah afirmasi dalam satu kebijakan.

Namun kenyataannya, tegas Titi, hingga saat ini perempuan masih mengalami beban ganda, kekerasan dalam rumah tangga, stereotype dan stigma tertentu, sehingga konsep afirmasi pun masih diperlukan dalam sebuah kebijakan.

Diakui Titi, upaya sejumlah parpol yang urung merevisi UU Pemilu membuka peluang terulangnya peristiwa Pemilu 2019 dimana pelaksana pemilu kewalahan hingga memakan korban jiwa.

Di sisi lain, jelas Titi, kondisi tersebut juga menjadi beban bagi para caleg perempuan dengan keterbatasan yang dialaminya harus bersaing bebas dengan laki-laki.

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya berpendapat demokratisasi internal partai politik harus menjadi agenda bersama, karena praktik tidak demokratis di internal parpol menciptakan sengkarut yang mendorong parpol tidak berpihak pada kesetaraan gender.***

Pewarta : Zaenal
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024