Jakarta (ANTARA) - Badan Narkotika Nasional (BNN) RI menolak secara tegas usulan anggota Komisi VI DPR Fraksi PKS Rafli yang ingin menjadikan ganja sebagai komoditas ekspor, lantaran hingga saat ini tanaman tersebut masih masuk dalam narkotika golongan 1.
"Di Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tanaman ganja dimasukkan ke dalam golongan 1, melarang tanaman ganja mulai dari biji, buah, jerami, hasil olahan atau bagian tanaman lainnya untuk tujuan apa pun," ujar Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Pol Arman Depari dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu.
Sebelumnya, dalam rapat bersama Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Kamis (30/1), Rafli mengusulkan agar pemerintah menjadikan ganja sebagai komoditas ekspor.
Ganja disebutnya mudah tumbuh di Aceh dan ada peluang ekspor mengingat sejumlah negara di dunia memang melegalkan ganja.
"Ganja entah itu untuk kebutuhan farmasi, untuk apa saja, jangan kaku kita, harus dinamis berpikirnya. Jadi, ganja ini di Aceh tumbuhnya itu mudah," ujar Rafli.
Arman mengatakan ganja merupakan narkotika yang jika disalahgunakan dapat merusak kesehatan secara permanen dan menimbulkan ketergantungan.
Menurut dia, hingga saat ini belum ada satu pun pembuktian dari penelitian medis bahwa ganja dapat menyembuhkan penyakit tertentu, seperti asma.
"Ada juga yang menyebut ganja dapat menyembuhkan penyakit tertentu seperti asma, hal ini tentu saja merupakan pendapat yang menyesatkan," ujar Arman.
"Apalagi obat asma sangat banyak dan cukup tersedia sehingga tidak diperlukan obat-obat lain sebagai alternatif," tambah dia.
Selain itu, lanjut Arman, belum ada negara yang mengeluarkan ganja dari jenis narkotika golongan 1 dalam undang-undang mereka, termasuk Indonesia.
Sehingga jika ada pihak-pihak yang ingin memanfaatkan tanaman ganja di luar ketentuan undang-undang, hal tersebut merupakan tindak kejahatan.
"Jika ini dilanggar maka perbuatan tersebut adalah kejahatan atau perbuatan pidana. Oleh karena itu, jika ada keinginan untuk melegalisisasi ganja perlu ditelusuri motivasi dan kepentingannya apakah untuk kepentingan masyarakat atau sindikat," kata Arman.
"Di Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tanaman ganja dimasukkan ke dalam golongan 1, melarang tanaman ganja mulai dari biji, buah, jerami, hasil olahan atau bagian tanaman lainnya untuk tujuan apa pun," ujar Deputi Bidang Pemberantasan BNN Irjen Pol Arman Depari dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu.
Sebelumnya, dalam rapat bersama Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Kamis (30/1), Rafli mengusulkan agar pemerintah menjadikan ganja sebagai komoditas ekspor.
Ganja disebutnya mudah tumbuh di Aceh dan ada peluang ekspor mengingat sejumlah negara di dunia memang melegalkan ganja.
"Ganja entah itu untuk kebutuhan farmasi, untuk apa saja, jangan kaku kita, harus dinamis berpikirnya. Jadi, ganja ini di Aceh tumbuhnya itu mudah," ujar Rafli.
Arman mengatakan ganja merupakan narkotika yang jika disalahgunakan dapat merusak kesehatan secara permanen dan menimbulkan ketergantungan.
Menurut dia, hingga saat ini belum ada satu pun pembuktian dari penelitian medis bahwa ganja dapat menyembuhkan penyakit tertentu, seperti asma.
"Ada juga yang menyebut ganja dapat menyembuhkan penyakit tertentu seperti asma, hal ini tentu saja merupakan pendapat yang menyesatkan," ujar Arman.
"Apalagi obat asma sangat banyak dan cukup tersedia sehingga tidak diperlukan obat-obat lain sebagai alternatif," tambah dia.
Selain itu, lanjut Arman, belum ada negara yang mengeluarkan ganja dari jenis narkotika golongan 1 dalam undang-undang mereka, termasuk Indonesia.
Sehingga jika ada pihak-pihak yang ingin memanfaatkan tanaman ganja di luar ketentuan undang-undang, hal tersebut merupakan tindak kejahatan.
"Jika ini dilanggar maka perbuatan tersebut adalah kejahatan atau perbuatan pidana. Oleh karena itu, jika ada keinginan untuk melegalisisasi ganja perlu ditelusuri motivasi dan kepentingannya apakah untuk kepentingan masyarakat atau sindikat," kata Arman.