Solo (ANTARA) - Bangunan Kantor Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta sebagai bangunan cagar budaya perlu dipromosikan agar masyarakat mengetahui bangunan bersejarah tersebut.
"Memang sejauh ini kurang promosi, seharusnya perlu ada kegiatan yang sifatnya mengeksplorasi bangunan tersebut," kata dosen Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Heri Priyatmoko di Solo, Jumat.
Sejarawan asal Solo ini mengatakan beberapa kegiatan yang bisa dilakukan di antaranya sarasehan dan blusukan sejarah.
Pada kegiatan tersebut, dikatakannya, sekaligus dikenalkan bahwa bangunan tersebut merupakan bangunan bersejarah.
"Harapannya masyarakat bisa ikut peduli untuk merawat dengan tujuan konservasi bangunan bersejarah," katanya.
Mengenai sejarah singkat bangunan tersebut, dikatakannya, Kantor RRI sebelumnya merupakan milik Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII. Bangunan tersebut dibangun pada tahun 1932.
"Selanjutnya saat itu ada peralihan kekuasaan, bersamaan dengan kemerdekaan RI. Masa Mangkunegaran sudah redup," katanya.
Selanjutnya, oleh Mangkunegara VII bangunan yang sebelumnya digunakan sebagai kantor Solosche Radio Vereniging (SRV) atau Perkumpulan Radio Solo tersebut diwakafkan kepada pemerintah.
"Tepatnya pada tahun 1946, selanjutnya SRV berganti kelembagaan menjadi RRI," katanya.
Mengingat bangunan tersebut saat ini dikelola oleh RRI, dikatakannya, lembaga penyiaran tersebut juga memiliki tanggung jawab untuk ikut mempromosikan kepada masyarakat.
Sementara itu, Kepala Subseksi Layanan Publik RRI Surakarta Joko Marwoto mengatakan saat ini hampir seluruh ruangan yang ada di bangunan tersebut digunakan sebagai operasional penyiaran.
"Untuk siaran, administrasi, rekaman, ruang pertemuan, dan ruang pentas yang ada di gedung kesenian. Untuk gedung kesenian ini kapasitasnya sampai 500 penonton," katanya.
Ia mengatakan saat ini kantor yang menaungi sekitar 170 pegawai tersebut rutin dikunjungi oleh para pelajar sekolah dan mahasiswa perguruan tinggi.
Menurut dia, selain mengenalkan tentang dunia penyiaran, para pengunjung juga dikenalkan tentang sejarah RRI maupun gedung tersebut.
Sebagai bagian dari perawatan, dikatakannya, RRI juga melakukan renovasi ruang maupun pengecatan gedung.
"Ini kan merupakan gedung bersejarah. Kami juga menghormati Pangeran Mangkunegara VII yang sudah mewakafkan gedung dan tanah ini. Bahkan setiap tahun kami selalu berziarah ke makam beliau di Girilayu, Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah," katanya.
"Memang sejauh ini kurang promosi, seharusnya perlu ada kegiatan yang sifatnya mengeksplorasi bangunan tersebut," kata dosen Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Heri Priyatmoko di Solo, Jumat.
Sejarawan asal Solo ini mengatakan beberapa kegiatan yang bisa dilakukan di antaranya sarasehan dan blusukan sejarah.
Pada kegiatan tersebut, dikatakannya, sekaligus dikenalkan bahwa bangunan tersebut merupakan bangunan bersejarah.
"Harapannya masyarakat bisa ikut peduli untuk merawat dengan tujuan konservasi bangunan bersejarah," katanya.
Mengenai sejarah singkat bangunan tersebut, dikatakannya, Kantor RRI sebelumnya merupakan milik Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara VII. Bangunan tersebut dibangun pada tahun 1932.
"Selanjutnya saat itu ada peralihan kekuasaan, bersamaan dengan kemerdekaan RI. Masa Mangkunegaran sudah redup," katanya.
Selanjutnya, oleh Mangkunegara VII bangunan yang sebelumnya digunakan sebagai kantor Solosche Radio Vereniging (SRV) atau Perkumpulan Radio Solo tersebut diwakafkan kepada pemerintah.
"Tepatnya pada tahun 1946, selanjutnya SRV berganti kelembagaan menjadi RRI," katanya.
Mengingat bangunan tersebut saat ini dikelola oleh RRI, dikatakannya, lembaga penyiaran tersebut juga memiliki tanggung jawab untuk ikut mempromosikan kepada masyarakat.
Sementara itu, Kepala Subseksi Layanan Publik RRI Surakarta Joko Marwoto mengatakan saat ini hampir seluruh ruangan yang ada di bangunan tersebut digunakan sebagai operasional penyiaran.
"Untuk siaran, administrasi, rekaman, ruang pertemuan, dan ruang pentas yang ada di gedung kesenian. Untuk gedung kesenian ini kapasitasnya sampai 500 penonton," katanya.
Ia mengatakan saat ini kantor yang menaungi sekitar 170 pegawai tersebut rutin dikunjungi oleh para pelajar sekolah dan mahasiswa perguruan tinggi.
Menurut dia, selain mengenalkan tentang dunia penyiaran, para pengunjung juga dikenalkan tentang sejarah RRI maupun gedung tersebut.
Sebagai bagian dari perawatan, dikatakannya, RRI juga melakukan renovasi ruang maupun pengecatan gedung.
"Ini kan merupakan gedung bersejarah. Kami juga menghormati Pangeran Mangkunegara VII yang sudah mewakafkan gedung dan tanah ini. Bahkan setiap tahun kami selalu berziarah ke makam beliau di Girilayu, Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah," katanya.