Kudus (ANTARA) - Empat mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK), Jawa Tengah, berhasil menciptakan Braille Matematika yang merupakan alat peraga untuk memudahkan siswa tunanetra dalam belajar berhitung yang terbuat dari kayu sisa hasil kerajinan mebel.
Media belajar berhitung untuk pelajar tunanetra tersebut diberi nama Brama atau Braille Mathematic.
Keempat mahasiswa yang memiliki ide membuat Brama, yakni Arinda Pratiwi Sukma, Indah Yuni Puspita Sari, Fitri Rachmawati dan Zulfa Nurul Ummah dengan didampingi dosen pembimbing Richma Hidayati.
"Selama ini sudah banyak media belajar untuk anak tunanetra memang sangat minim, terutama media belajar untuk berhitung dalam bentuk braille kelihatannya masih jarang," kata Arinda Pratiwi Sukma didampingi Indah Yuni Puspita Sari ditemui di sela-sela mengajarkan pemanfaatan Brama terhadap siswa SD dan SMP Luar Biasa Purwosari, Kabupaten, di Kudus, Jumat.
Media belajar dalam bentuk abjad, kata dia, memang cukup banyak, sedangkan dalam bentuk angka braille masih jarang ditemukan.
Baca juga: Anak tunanetra asal Rembang ini obok-obok wajah Ganjar
Dengan memanfaatkan kayu bekas kerajinan mebel dan ukir dari Jepara, dia mencoba memanfaatkannya menjadi media belajar yang menarik dan mudah untuk penyandang tunanetra.
Angka yang dibuat juga dilengkapi tekstur menyerupai titik yang menonjol untuk mendeteksi angka tersebut sehingga bagi pelajar yang benar-benar tidak bisa melihat bisa mengetahui angka tersebut dengan mudah.
Penyandang tunanetra, kata dia, ada yang masih bisa melihat untuk benda-benda berwarna cerah atau ketika ada cahaya terang, sehingga media belajar yang dalam bentuk angka 0-10 itu dibuat warna warni sehingga bagi penyandang tunanetra kategori low vision masih bisa melihatnya.
Kedua mahasiswa tersebut juga mencoba memperagakan temuannya di SDLB dan SMPLB Purwosari karena selama ini para siswa memang belum pernah mendapati alat peraga tersebut.
Sania Alfi Novita, siswa kelas VIII mengakui media belajar temuan mahasiswa UMK tersebut memang memudahkan dirinya yang tidak bisa melihat untuk belajar berhitung.
"Saya juga bisa menebak semua angka yang ada karena mudah sekali cara menggunakannya," ujarnya.
Baca juga: Mahasiswa Unnes Bikin Dompet "Ajaib" Bagi Tunanetra
Nia, siswa SMPLB kelas VII mengakui baru pertama kali mengetahui ada angka braille yang bisa membantu penyandang tunanetra untuk belajar matematika.
Guru kelas SDLB Purwosari Sri Wigati Puji Susanti menyambut positif adanya temuan braille matematika karena memudahkan anak dalam belajar berhitung.
Selama ini, kata dia, siswa tunanetra hanya belajar menggunakan media konkret, seperti stik atau benda lain yang bisa dipakai untuk berhitung atau menjumlah.
Untuk media tulisnya, lanjut dia, menggunakan riglet yang terdapat titik-titik yang timbul sehingga bisa diraba dengan jari untuk mengetahui angka-angka yang tercatat.
Temuan braille matematika tersebut, juga mengantarkan keempat mahasiswa tersebut mendapatkan medali perak pada ajang International Sains and Invention Fair (ISIF) 25 Juni 2019 di Bali.
Dosen UMK yang juga pembimbing empat mahasiswa penemu Brama, Richma Hidayati menambahkan braille matematika tersebut akan didaftarkan agar mendapatkan hak kekayaan intelektual (HKI).
Setelah terdaftar, media belajar matematika untuk penyandang tunanetra tersebut akan diperbanyak agar bisa bermanfaat untuk para penyandang tunanetra dalam belajar matematika.
Setelah mengikuti ajang ISIF di Bali, kata dia, temuan tersebut akan diikutkan dalam perlombaan di Malaysia pada bulan Oktober 2019.
"Rencananya temuan braille matematika tersebut juga akan dikembangkan untuk aplikasinya yang nantinya bisa diunduh melalui google playstore untuk panduan bagi guru," ujarnya.
Media belajar berhitung untuk pelajar tunanetra tersebut diberi nama Brama atau Braille Mathematic.
Keempat mahasiswa yang memiliki ide membuat Brama, yakni Arinda Pratiwi Sukma, Indah Yuni Puspita Sari, Fitri Rachmawati dan Zulfa Nurul Ummah dengan didampingi dosen pembimbing Richma Hidayati.
"Selama ini sudah banyak media belajar untuk anak tunanetra memang sangat minim, terutama media belajar untuk berhitung dalam bentuk braille kelihatannya masih jarang," kata Arinda Pratiwi Sukma didampingi Indah Yuni Puspita Sari ditemui di sela-sela mengajarkan pemanfaatan Brama terhadap siswa SD dan SMP Luar Biasa Purwosari, Kabupaten, di Kudus, Jumat.
Media belajar dalam bentuk abjad, kata dia, memang cukup banyak, sedangkan dalam bentuk angka braille masih jarang ditemukan.
Baca juga: Anak tunanetra asal Rembang ini obok-obok wajah Ganjar
Dengan memanfaatkan kayu bekas kerajinan mebel dan ukir dari Jepara, dia mencoba memanfaatkannya menjadi media belajar yang menarik dan mudah untuk penyandang tunanetra.
Angka yang dibuat juga dilengkapi tekstur menyerupai titik yang menonjol untuk mendeteksi angka tersebut sehingga bagi pelajar yang benar-benar tidak bisa melihat bisa mengetahui angka tersebut dengan mudah.
Penyandang tunanetra, kata dia, ada yang masih bisa melihat untuk benda-benda berwarna cerah atau ketika ada cahaya terang, sehingga media belajar yang dalam bentuk angka 0-10 itu dibuat warna warni sehingga bagi penyandang tunanetra kategori low vision masih bisa melihatnya.
Kedua mahasiswa tersebut juga mencoba memperagakan temuannya di SDLB dan SMPLB Purwosari karena selama ini para siswa memang belum pernah mendapati alat peraga tersebut.
Sania Alfi Novita, siswa kelas VIII mengakui media belajar temuan mahasiswa UMK tersebut memang memudahkan dirinya yang tidak bisa melihat untuk belajar berhitung.
"Saya juga bisa menebak semua angka yang ada karena mudah sekali cara menggunakannya," ujarnya.
Baca juga: Mahasiswa Unnes Bikin Dompet "Ajaib" Bagi Tunanetra
Nia, siswa SMPLB kelas VII mengakui baru pertama kali mengetahui ada angka braille yang bisa membantu penyandang tunanetra untuk belajar matematika.
Guru kelas SDLB Purwosari Sri Wigati Puji Susanti menyambut positif adanya temuan braille matematika karena memudahkan anak dalam belajar berhitung.
Selama ini, kata dia, siswa tunanetra hanya belajar menggunakan media konkret, seperti stik atau benda lain yang bisa dipakai untuk berhitung atau menjumlah.
Untuk media tulisnya, lanjut dia, menggunakan riglet yang terdapat titik-titik yang timbul sehingga bisa diraba dengan jari untuk mengetahui angka-angka yang tercatat.
Dosen UMK yang juga pembimbing empat mahasiswa penemu Brama, Richma Hidayati menambahkan braille matematika tersebut akan didaftarkan agar mendapatkan hak kekayaan intelektual (HKI).
Setelah terdaftar, media belajar matematika untuk penyandang tunanetra tersebut akan diperbanyak agar bisa bermanfaat untuk para penyandang tunanetra dalam belajar matematika.
Setelah mengikuti ajang ISIF di Bali, kata dia, temuan tersebut akan diikutkan dalam perlombaan di Malaysia pada bulan Oktober 2019.
"Rencananya temuan braille matematika tersebut juga akan dikembangkan untuk aplikasinya yang nantinya bisa diunduh melalui google playstore untuk panduan bagi guru," ujarnya.