Blora (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Blora, Jawa Tengah, bakal menyiapkan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang perlindungan anak untuk menekan jumlah kasus kekerasan terhadap anak di kabupaten setempat.

"Dalam rangka merealisasikan penyusunan raperda tersebut, pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) 2019 akan diusulkan," kata Bupati Blora Djoko Nugroho usai melakukan pertemuan dengan Chief of Child Protection Unicef Indonesia Amanda Bissex di kantor bupati, Selasa.

Hal itu, kata Djoko, sekaligus untuk menjawab belum lengkapnya komponen perlindungan anak di Kabupaten Blora selama ini.

Selama ini, katanya, sudah ada Program Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) sejak tahun 2018, namun belum dapat dilaksanakan secara optimal karena keterbatasan infrastruktur.

Menurut dia penanganan perlindungan anak ini harus diselesaikan dari hulu karena selama ini pelaksanaan program tersebut hanya dilakukan Dinas Sosial.

"Seharusnya persoalan perlindungan anak dan perempuan ini melibatkan semua organisasi perangkat daerah (OPD)," ujarnya.

Terdapat enam komponen sebagai syarat agar PKSAI dapat dilaksanakan secara optimal, yakni kebijakan atau payung hukum, ketersediaan layanan terpadu, sumber daya manusia pelaksana, mekanisme kerja antar lembaga, anggaran yang memadai, dan sistem data yang mendukung.

"Kami akan mengerahkan OPD untuk bergerak bersama-sama. Jadi tidak berjalan sendiri-sendiri karena ini menjadi salah satu masalah dalam pelaksanaan program. Kami minta UNICEF melakukan pendampingan teknis," ujarnya.

Dalam menjalankan program pembangunan daerah, katanya, tidak bisa hanya memikirkan pembangunan infrastruktur semata, melainkan harus memikirkan pula pembangunan kualitas sumber daya manusianya.

Padahal, lanjut dia, permasalahan anak-anak itu memang tidak terlihat tetapi nyata adanya dan ternyata memiliki pengaruh besar terhadap pembangunan SDM untuk masa depan.

Ia menyatakan komitmennya dalam mengalokasikan anggaran yang cukup bagi program anak dan perempuan di Kabupaten Blora.

Pemerintah Kabupaten Blora sebelumnya belajar menerapkan PKSAI dari Kabupaten Tulungagung, namun pelaksanaannya masih menemui banyak kendala, sehingga membutuhkan pendampingan dari pihak luar seperti UNICEF Indonesia.

"Kami akui masih kurang dalam pelaksanaan PKSAI ini, sehingga membutuhkan pendampingan seperti dari UNICEF, agar kami dapat melaksanakan program tersebut lebih baik dan benar," ujarnya.

Masih tingginya angka pernikahan usia anak di Blora berawal dari kualitas penanganan dan perlindungan anak sejak dini.

PKSAI tersebut dikembangkan sebagai upaya untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan pengurangan risiko pada anak, khususnya anak rentan dari penelantaran, eksploitasi , perlakuan salah dan kekerasan.

Chief of Child Protection UNICEF Indonesia Amanda Bissex mengatakan pihaknya mengapresiasi langkah Pemkab Blora menjalankan program perlindungan anak ini secara serius dan terpadu.

"Apalagi, penanganan kasus kekerasan anak yang dilakukan secara terpadu dan cepat bisa mencegah jatuhnya banyak korban. Mereka harus dipastikan aman untuk berkehidupan," ujarnya.

Dukungan yang kuat dari pemerintah daerah untuk melindungi anak-anak sejak dini, katanya, sangat berpengaruh pada masa depan mereka sehingga cita-citanya dapat diraih.

Penanganan perlindungan anak menurut Amanda, merupakan kerja gotong-royong yang bisa dilakukan semua pihak, sehingga tidak harus mengandalkan satu sektor saja.

Dengan dilakukan penanganan secara terpadu, maka anak-anak dalam kelompok rentan maupun kelompok korban kekerasan dapat ditangani dengan cepat.

Model PKSAI tersebut sedang diujicobakan di lima kabupaten/kota di Indonesia, dua diantaranya di Kabupaten Klaten dan Kota Surakarta dan akan direplikasi di 111 kabupaten/kota.

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2024