Semarang (Antaranews Jateng) - Ketoprak yang dimainkan siang hari diyakini lebih mampu menarik minat generasi muda, kata pengajar Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Semarang Dr Sucipto Hadi Purnowo.
     
"Di berbagai tempat, seni pertunjukan rakyat kan banyak yang mengalami senjakala, jarang dipentaskan, sepi penonton, susah regenerasi," katanya, usai ujian disertasi doktoralnya di Pascasarjana Unnes, Semarang, Jumat.
     
Sucipto menyampaikan disertasinya yang berjudul "Penggarapan Lakon Kethoprak Pati: Dinamika Dramaturgi dalam Respons Seniman, Penanggap, dan Penonton" yang diujikan secara terbuka.
   
Saat meneliti ketoprak di Pati, ia menemukan keunikan dengan varian pertunjukan yang dimainkan pada siang hari atau Ketroprak Awan yang berlangsung kurang lebih mulai pukul 12.30-17.00 WIB.
     
"Lazimnya, ketoprak kan dimainkan malam hari mulai pukul 21.00 atau 21.30 WIB. Namun, di Pati ada Ketoprak Awan. Justru ketidaklaziman ini memungkinkan anak-anak berkesempatan untuk menonton," katanya.
     
Dengan digelar siang hari, kata dia, memberikan kesempatan anak-anak atau generasi muda menonton usai pulang sekolah, dibandingkan dengan jika digelar pada malam hari sebagaimana umumnya.
     
"Anak-anak sebagai generasi muda ini berkesempatan untuk menjadi penonton, kemudian bisa tertarik menjadi pemain, atau karena kecintaannya potensial menjadi penanggap atau penyelenggara," katanya.
     
Dari 35 grup ketoprak yang ada di Pati, kata dia, sekitar 5-10 grup termasuk yang laris dalam artian setahun bisa manggung 100 kali, dan beberapa di antaranya malah bisa sampai 150 kali dalam setahun.
     
Sucipto mencontohkan kelompok kesenian ketoprak Wahyu Manggolo, Bekti Kuncoro, dan Siswo Budoyo merupakan salah satu di antara kelompok ketoprak besar yang ada di Pati.
     
"Ketoprak Pati itu kan tanggapan, manggung kalau ada tanggapan. Artinya, dipesan penyelenggara hajat, seperti mantu (menikahkan), khitan, sedekah bumi, dan sebagainya," kata Sucipto.
     
Penanggap ketoprak, kata dia, tentunya memiliki kecintaan terhadap kesenian rakyat itu, sebab tidak mungkin orang nanggap ketoprak jika tidak "mudeng" (paham), apalagi senang dengan ketoprak.
     
Kecintaan terhadap ketoprak dan kesenian rakyat lainnya itulah, lanjut dia, yang perlu dipupuk dan ditanamkan kepada generasi muda agar terjadi keberlangsungan, termasuk regerenasi, baik penonton, pemain, dan penanggap.
    
"Sebenarnya, Ketoprak Awan itu sudah lama ada. Ya, sebagai varian, pertunjukan yang sesungguhnya malam hari. Namun, justru ketoprak siang hari ini yang berpotensi menjadi model pengembangan seni drama tradisional ini," katanya.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2024