Semarang, (Antaranews Jateng) - Dream Museum Zone (DMZ) Semarang, Jawa Tengah sebagai destinasi baru di kawasan Kota Lama Semarang menghadirkan 120 lukisan tiga dimensi (3D) bagi wisatawan untuk berfoto ria.
"Ada 120 gambar 3D yang dilukis langsung oleh seniman dari Korea," kata Tjahjadi, salah seorang "owner" DMZ Semarang, saat pembukaan museum 3D tersebut di Semarang, Sabtu (23/12) malam.
Berbagai objek gambar, mulai pemandangan hingga animasi dilukis langsung di dinding dan lantai yang terlihat seperti aslinya ketika difoto menjadi keunggulan museum itu.
Tjahjadi menyebutkan ada 10 pelukis dari Korea plus tiga seniman dari Bali yang didatangkan untuk menyulap bangunan yang dikenal dengan nama Gedung Van Dorp itu menjadi musem 3D.
"Ini semua gambarnya dilukis langsung pakai tangan. Proses melukisnya kira-kira 2,5 bulan. Ada 10 pelukis dari Korea, ditambah tiga pelukis dari Bali. Bahan cat hingga `finishing` khusus dari Korea," katanya.
Dengan penggarapan lukisan 3D langsung di dinding dan lantai, kata dia, membedakan dengan museum 3D lain yang biasanya menggunakan metromedia technologies (MMT) yang ditempel.
"Museum sejenis ini hanya ada di Bali dan Bandung. Makanya, sekarang enggak perlu jauh-jauh karena sudah ada di Semarang. Proses total hingga renovasi gedung sekitar enam bulan," katanya.
Diakuinya, gedung yang sudah dibelinya sekitar 30 tahun lalu itu semula mangkrak karena dulu banyak aturan yang menyulitkannya memanfaatkan asetnya yang merupakan bangunan cagar budaya tersebut.
"Waktu itu, sempat ada rencana gedung ini mau dibikin hotel, kemudian rumah makan, namun selalu gagal karena masalah renovasi. Kan tidak bisa sembarang renovasi," katanya.
Sampai kemudian, kata dia, tercetus ide menjadikannya sebagai museum 3D yang tidak perlu mengubah struktur bangunan itu, melainkan cukup menyulapnya dengan lukisan hingga menjadi sangat bagus.
Apalagi, kata dia, ada dorongan dari Pemerintah Kota Semarang, terutama Wakil Wali Kota Hevearita Gunaryanti Rahayu untuk pemanfaatan gedung itu, sekaligus menjadikannya sebagai ikon kawasan Kota Lama Semarang.
"Dengan adanya museum ini kami berharap kawasan Kota Lama Semarang lebih semarak. Bisa jadi ikon Kota Semarang. Ternyata, sangat bagus dan ramai sekarang," katanya, tanpa mau menyebut nilai investasi yang sudah dikeluarkannya.
Untuk "penyegaran", Tjahjadi berencana secara berkala akan mengganti 3-4 gambar 3D yang bidang lukisnya total mencapai 2.000 meter persegi itu agar pengunjung tidak bosan dan jenuh meski harus mendatangkan lagi seniman dari Korea.
"Tiket masuknya Rp100 ribu/orang, namun kalau masyarakat Semarang cukup Rp90 ribu/orang. Beda lagi kalau turis asing, pasti lebih mahal," katanya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengapresiasi pemanfaatan Gedung Van Dorp itu menjadi museum 3D yang bisa menjadi destinasi baru unggulan Kota Semarang.
"Sudah banyak gedung-gedung kuno di kawasan Kota Lama yang dimanfaatkan oleh pemiliknya. Ya, harapan kami memang begitu," kata Ita, sapaan akrab Hevearita yang juga Ketua Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang.
Dengan semakin banyaknya pemilik bangunan kuno di Kota Lama Semarang untuk memanfaatkan asetnya maka kawasan tersebut akan semakin hidup, apalag didukung dengan penyelenggaraan berbagai even secara rutin.
"Ada 120 gambar 3D yang dilukis langsung oleh seniman dari Korea," kata Tjahjadi, salah seorang "owner" DMZ Semarang, saat pembukaan museum 3D tersebut di Semarang, Sabtu (23/12) malam.
Berbagai objek gambar, mulai pemandangan hingga animasi dilukis langsung di dinding dan lantai yang terlihat seperti aslinya ketika difoto menjadi keunggulan museum itu.
Tjahjadi menyebutkan ada 10 pelukis dari Korea plus tiga seniman dari Bali yang didatangkan untuk menyulap bangunan yang dikenal dengan nama Gedung Van Dorp itu menjadi musem 3D.
"Ini semua gambarnya dilukis langsung pakai tangan. Proses melukisnya kira-kira 2,5 bulan. Ada 10 pelukis dari Korea, ditambah tiga pelukis dari Bali. Bahan cat hingga `finishing` khusus dari Korea," katanya.
Dengan penggarapan lukisan 3D langsung di dinding dan lantai, kata dia, membedakan dengan museum 3D lain yang biasanya menggunakan metromedia technologies (MMT) yang ditempel.
"Museum sejenis ini hanya ada di Bali dan Bandung. Makanya, sekarang enggak perlu jauh-jauh karena sudah ada di Semarang. Proses total hingga renovasi gedung sekitar enam bulan," katanya.
Diakuinya, gedung yang sudah dibelinya sekitar 30 tahun lalu itu semula mangkrak karena dulu banyak aturan yang menyulitkannya memanfaatkan asetnya yang merupakan bangunan cagar budaya tersebut.
"Waktu itu, sempat ada rencana gedung ini mau dibikin hotel, kemudian rumah makan, namun selalu gagal karena masalah renovasi. Kan tidak bisa sembarang renovasi," katanya.
Sampai kemudian, kata dia, tercetus ide menjadikannya sebagai museum 3D yang tidak perlu mengubah struktur bangunan itu, melainkan cukup menyulapnya dengan lukisan hingga menjadi sangat bagus.
Apalagi, kata dia, ada dorongan dari Pemerintah Kota Semarang, terutama Wakil Wali Kota Hevearita Gunaryanti Rahayu untuk pemanfaatan gedung itu, sekaligus menjadikannya sebagai ikon kawasan Kota Lama Semarang.
"Dengan adanya museum ini kami berharap kawasan Kota Lama Semarang lebih semarak. Bisa jadi ikon Kota Semarang. Ternyata, sangat bagus dan ramai sekarang," katanya, tanpa mau menyebut nilai investasi yang sudah dikeluarkannya.
Untuk "penyegaran", Tjahjadi berencana secara berkala akan mengganti 3-4 gambar 3D yang bidang lukisnya total mencapai 2.000 meter persegi itu agar pengunjung tidak bosan dan jenuh meski harus mendatangkan lagi seniman dari Korea.
"Tiket masuknya Rp100 ribu/orang, namun kalau masyarakat Semarang cukup Rp90 ribu/orang. Beda lagi kalau turis asing, pasti lebih mahal," katanya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengapresiasi pemanfaatan Gedung Van Dorp itu menjadi museum 3D yang bisa menjadi destinasi baru unggulan Kota Semarang.
"Sudah banyak gedung-gedung kuno di kawasan Kota Lama yang dimanfaatkan oleh pemiliknya. Ya, harapan kami memang begitu," kata Ita, sapaan akrab Hevearita yang juga Ketua Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang.
Dengan semakin banyaknya pemilik bangunan kuno di Kota Lama Semarang untuk memanfaatkan asetnya maka kawasan tersebut akan semakin hidup, apalag didukung dengan penyelenggaraan berbagai even secara rutin.