Purwokerto, ANTARA JATENG - Pemerintah daerah perlu membuat perencanaan yang sistematis guna mengantisipasi krisis air bersih, kata Dosen Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Ardiansyah.
"Perlu ada perencanaan sistematis agar krisis air bisa diselesaikan, misal dengan pembuatan embung dengan kapasitas besar," kata Ardiansyah di Purwokerto, Jumat.
Dia menambahkan, embung berkapasitas besar bisa menyimpan air pada saat musim hujan.
Selain itu, dia juga menambahkan, pentingnya pemetaan daerah yang biasa mengalami krisis air bersih.
"Pemetaan daerah yang biasa mengalami krisis air bersih sangat penting dilakukan," katanya.
Selain itu, dia menambahkan bahwa pemanfaatan air tanah dalam, atau mata air, bisa menjadi salah satu upaya antisipasi krisis air bersih.
Sementara itu, dia juga menambahkan bahwa krisis air bersih sering terjadi saat musim kemarau, ketika debit air sungai yang melalui wilayah tertentu menurun, sehingga tidak cukup untuk keperluan masyarakat.
"Faktor topografi biasanya masalah utama. Daerah ada di lokasi yang tinggi, sementara sungai mengalir di lokasi yang lebih rendah," katanya.
Dia menambahkan, pihaknya pernah melakukan survei terkait hal tersebut.
"Seperti yang sering terjadi di Desa Gerduren, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas, lokasi dimana saya pernah survei. Aliran sungai jauh di bawahnya, sekitar 100 meter, irigasi juga berada di bawahnya," katanya.
"Perlu ada perencanaan sistematis agar krisis air bisa diselesaikan, misal dengan pembuatan embung dengan kapasitas besar," kata Ardiansyah di Purwokerto, Jumat.
Dia menambahkan, embung berkapasitas besar bisa menyimpan air pada saat musim hujan.
Selain itu, dia juga menambahkan, pentingnya pemetaan daerah yang biasa mengalami krisis air bersih.
"Pemetaan daerah yang biasa mengalami krisis air bersih sangat penting dilakukan," katanya.
Selain itu, dia menambahkan bahwa pemanfaatan air tanah dalam, atau mata air, bisa menjadi salah satu upaya antisipasi krisis air bersih.
Sementara itu, dia juga menambahkan bahwa krisis air bersih sering terjadi saat musim kemarau, ketika debit air sungai yang melalui wilayah tertentu menurun, sehingga tidak cukup untuk keperluan masyarakat.
"Faktor topografi biasanya masalah utama. Daerah ada di lokasi yang tinggi, sementara sungai mengalir di lokasi yang lebih rendah," katanya.
Dia menambahkan, pihaknya pernah melakukan survei terkait hal tersebut.
"Seperti yang sering terjadi di Desa Gerduren, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas, lokasi dimana saya pernah survei. Aliran sungai jauh di bawahnya, sekitar 100 meter, irigasi juga berada di bawahnya," katanya.