"Kami belajar dari kasus-kasus (kejahatan, red.) yang banyak terjadi di angkutan massal, seperti di Jakarta," kata Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Trans Semarang Bambang Kuntarso di Semarang, Kamis.
Menurut dia, berbagai tindak kejahatan, termasuk pelecehan seksual rawan terjadi di sarana transportasi massal, seperti BRT sehingga perlu dilakukan tindakan antisipatif, salah satunya pemasangan CCTV.
Dengan dipasangnya CCTV, kata dia, tentu akan menambah rasa aman dan nyaman bagi masyarakat yang menggunakan jasa layanan transportasi BRT sehingga diharapkan bisa semakin diminati oleh masyarakat.
"Apalagi, tingkat keterisian penumpang BRT sekarang ini terus meningkat. Kami sebagai pengelola harus terus memberikan pelayanan yang baik, termasuk dalam aspek keamanan dan kenyamanan," ungkapnya.
Sejak dioperasikannya BRT hingga sekarang ini, kata dia, memang belum ditemukan kasus pelecehan seksual sebagaimana terjadi di Jakarta, tetapi bukan berarti di masa mendatang tidak akan terjadi.
"Kalau tidak dilakukan tindakan antisipatif seperti ini (pemasangan CCTV, red.), bukan berarti ke depannya tidak mengundang oknum tertentu berbuat jahat, seiring bertambahnya penumpang," katanya.
Pemasangan CCTV, kata dia, dilakukan sebanyak dua unit untuk masing-masing armada yang terletak di bagian depan dan belakang sehingga cukup mampu memantau situasi di dalam bus secara menyeluruh.
"Ini menjadi 'warning' bagi siapa saja yang akan melakukan tindak kejahatan di dalam BRT, khususnya pelecehan seksual," tegasnya.
Berkaitan dengan minat masyarakat menggunakan layanan BRT, ia menyebutkan tingkat keterisian penumpang terus menunjukkan peningkatan di seluruh koridor yang dioperasikan.
"Tingkat keterisian penumpang di Koridor I (Mangkang-Penggaron) sekarang mencapai 70 persen, Koridor II (Terboyo-Sisemut) sudah 78 persen, sementara Koridor IV (Cangkiran-Bandara A Yani) 60 persen," katanya.