Kudus (ANTARA) - Anggota Komisi X DPR RI menggandeng Universitas Muhammadiyah Kudus (UMKu) menyosialisasikan Permendikbudristek Nomor 55/2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan kampus sebagai upaya memperkuat perlindungan mahasiswa dari kekerasan, khususnya perempuan.
"Kekerasan di lingkungan pendidikan saat ini merupakan persoalan serius yang tidak boleh diabaikan. Berdasarkan catatan nasional sepanjang 2024, terdapat lebih dari 12.626 laporan kekerasan fisik di lingkungan perguruan tinggi, belum termasuk kekerasan verbal maupun kekerasan seksual," kata Anggota Komisi X DPR RI Lestari Moerdijat saat menyampaikan sambutan pada acara sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 55/2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi di UMKu di Kudus, Kamis.
Hal itu, kata dia, baru yang dilaporkan, sehingga angkanya kemungkinan jauh lebih besar karena banyak korban yang takut bersuara. Sedangkan korban terbanyak berasal dari kelompok usia muda yang sedang menempuh pendidikan tinggi, baik laki-laki maupun perempuan.
Menurut dia peningkatan laporan juga menunjukkan adanya keberanian mahasiswa untuk berbicara dan meningkatnya mekanisme pelaporan. Namun di sisi lain, hal itu juga mengindikasikan bahwa peristiwa kekerasan masih terjadi dengan intensitas tinggi.
Lestari mencontohkan sejumlah kasus tragis yang berujung pada hilangnya nyawa mahasiswa akibat perundungan ataupun tekanan senior di kampus.
"Ini seperti fenomena gunung es. Kita semua dikejutkan dengan kasus mahasiswa yang bunuh diri karena tidak tahan dibully. Hal ini tidak boleh terulang," ujarnya.
Dalam Permendikbudristek 55/2024 sebagai Payung Perlindungan tersebut, kampus diwajibkan membentuk Satuan Tugas (Satgas) PPKPT yang memiliki kewenangan menangani pelaporan, penyelidikan awal, rekomendasi sanksi, dan pemulihan korban melalui sistem yang aman dan tidak mengintimidasi.
"Melaporkan kekerasan bukan pelanggaran, tetapi tindakan untuk menyelamatkan masa depan bangsa. Budaya diam harus dihentikan," tegasnya.
Ia juga mengingatkan penanganan kekerasan tidak hanya soal hukuman, tetapi juga pemulihan psikologis dan perubahan budaya kampus agar menjadi ruang yang aman bagi seluruh civitas akademika.
Sementara itu, Wakil Rektor I UMKU Sukarman menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh implementasi Permendikbudristek 55/2024 dengan memperkuat Satgas sebagai lembaga yang responsif dan proaktif.
"Kami berharap Satgas tidak hanya hadir ketika ada masalah, tetapi juga melakukan langkah preventif agar kekerasan tidak terjadi," ujarnya.
Ia berharap kegiatan sosialisasi ini menjadi bekal berharga bagi mahasiswa agar mampu memahami hak dan mekanisme perlindungan diri.
"Mahasiswa UMKU tidak hanya harus unggul dan kompeten, tetapi juga bijaksana dan berani melawan kekerasan. Kami ingin menjadikan UMKU sebagai kampus yang nyaman untuk mahasiswa, orang tua, dan investor," tambahnya.

