Semarang, Jateng (ANTARA) - Badan Bank Tanah mengelola lahan seluas 16 hektare di sejumlah lokasi di Jawa Tengah, yang akan diperuntukkan bagi kepentingan strategis nasional.
Deputi Perencanaan Strategis dan Pengadaan Tanah Badan Bank Tanah Perdananto Ariwibowo di Semarang, Jateng, Senin, menjelaskan sumber lahan yang dikelola berasal dari tanah terlantar dan tanah pelepasan sesuai ketentuan pemerintah.
"Di Jateng, pemanfaatan sekitar 16 ha. Bukan ambil alih, ya, tapi Bank Tanah adalah fungsi negara dalam rangka optimalisasi pemanfaatan tanah," katanya seusai penandatanganan MoU antara Bank Tanah dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Menurut dia, lahan seluas 16 ha di Jateng yang dikelola Badan Bank Tanah itu, sebagian digunakan untuk perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), seperti di Kabupaten Kendal.
"Di Jawa Tengah rata-rata kita memperoleh tanah dari proses tanah terlantar maupun pelepasan. Sebagian kami manfaatkan untuk perumahan MBR. Jadi, untuk sosial juga," bebernya.
Ia menegaskan seluruh tanah yang dikelola di Jateng berstatus hak guna bangunan (HGB), berbeda dengan yang di luar pulau Jawa yang statusnya masih ada yang hak guna usaha (HGU).
"Kalau di luar Jawa ada yang HGU untuk pertanian dan perkebunan. Tapi, di Jawa Tengah semuanya HGB," katanya.
Secara keseluruhan, ia menyebutkan bahwa Badan Bank Tanah saat ini telah mengelola tanah seluas 34.600 ha yang tersebar di sekitar 20 provinsi.
Ke depan, kata dia, Badan Bank Tanah akan memperluas sinergi dengan berbagai pihak untuk mendukung keadilan agraria dan kepentingan sosial.
"Kami berupaya bersinergi dengan stakeholder agar fungsi Bank Tanah bisa lebih luas. Dalam rangka memberikan tanah untuk keadilan, kepentingan umum, sosial, dan reforma agraria," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil ATR/BPN Provinsi Jateng Eni Setyosusilowati mengatakan tanah di Jateng yang dikelola Badan Bank Tanah, tersebar di empat kabupaten, yakni Batang, Brebes, Kendal, dan Semarang.
"Tanah-tanah ini diperoleh, antara lain dari tanah bekas hak, tanah telantar, tanah timbul, serta tanah yang sudah dilepaskan oleh pemegang haknya," katanya.
Ia menegaskan bahwa tanah tersebut bukan diambil alih secara sepihak oleh pemerintah, melainkan dikumpulkan melalui mekanisme yang sah untuk mendukung kepentingan nasional, seperti pembangunan, investasi, hingga pendidikan.
"Bank Tanah ini lembaga nonprofit, bukan bagian dari Kementerian ATR. Tapi, fungsinya strategis. Karena mengumpulkan tanah yang nantinya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik, seperti pembangunan bandara di IKN atau perumahan rakyat di daerah," katanya.
Ia mencontohkan pemanfaatan tanah Bank Tanah hasil pelepasan hak di Kabupaten Batang yang diberikan kepada Undip untuk pengembangan fasilitas pendidikan, yakni program studi di luar kampus utama (PSDKU).
"Kalau di Jawa kan lahan terbatas. Rata-rata tanah yang bisa dikumpulkan itu kecil, karena pemanfaatannya sudah padat. Tapi, tetap kami dorong agar setiap daerah bisa berkontribusi," katanya.
Baca juga: Undip Semarang gandeng Bank Tanah kembangkan riset pertanahan

