Kelompok Mamaku Cilacap berdayakan mantan buruh migran-anak buah kapal
Cilacap (ANTARA) - Kelompok Masyarakat Mandiri Kutawaru (Mamaku) memberdayakan mantan buruh migran dan mantan anak buah kapal (ABK) di Kelurahan Kutawaru, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan mereka.
"Secara keanggotaan, ada 15 orang yang bapak-bapak (mantan ABK), sedangkan yang ibu-ibu (mantan buruh migran) ada 15 orang," kata Ketua Kelompok Mamaku Rato (43) di Kelurahan Kutawaru, Kecamatan Cilacap Tengah, Cilacap, Rabu.
Ia mengatakan para mantan ABK itu sebelumnya bekerja pada kapal-kapal jarak dekat maupun kapal jarak jauh, sedangkan ibu-ibu mantan buruh migran tersebut pernah bekerja di Arab, Taiwan, Hong Kong, dan sebagainya namun karena faktor usia, mereka tidak lagi bekerja sebagai ABK maupun buruh migran.
Oleh karena itu, kata dia, Kelompok Mamaku yang dibentuk sejak tahun 2020 itu dinilai memberikan manfaat bagi masyarakat setempat khususnya para mantan ABK maupun buruh migran karena sebelumnya mereka tidak ada penghasilan.
Bahkan, lanjut dia, ibu-ibu mantan buruh migran itu lebih banyak berada di rumah karena tidak ada pekerjaan.
"Kalau musim hujan, biasanya mereka ikut 'tandur' (orang yang dipekerjakan untuk menanam padi di sawah), upah harian paling berapa, Rp50 ribu-Rp60 ribu. Itu kalau musim hujan, pas masa tanam," katanya.
Sementara yang bapak-bapak jika mengandalkan penghasilan sebagai nelayan, kata dia, saat sekarang sulit mendapatkan ikan di laut khususnya wilayah Segara Anakan karena keberadaan jaring apung yang makin banyak.
Akhirnya, lanjut dia, para mantan buruh migran ikut bergabung dan menjalankan usaha bersama Kelompok Mamaku, sehingga ada alternatif penghasilan dari sebelumnya sebagai nelayan perikanan tangkap menjadi perikanan budi daya.
"Saat sekarang mereka rata-rata mendapatkan hampir Rp2 juta per orang. Itu sangat membantu," katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan Kelompok Mamaku saat ini mengembangkan beberapa unit usaha di antaranya budi daya kepiting cangkang lunak, pemancingan ikan kerapu dan kakap, susur sungai, "homestay", serta pusat pembelajaran untuk anak-anak sekolah.
Khusus untuk budi daya kepiting cangkang lunak, kata dia, kegiatan tersebut dilakukan pada lahan seluas 2,5 hektare yang sebagian merupakan lahan milik kelompok dan sebagian milik anggota kelompok.
"Potensi panen kepiting tulang lunak berkisar 2-3 kuintal per bulan, tapi kalau yang pemancingan bisa lebih," katanya menjelaskan.
Saat ini, kata dia, pihaknya mengembangkan inovasi baru dalam budi daya kepiting berupa "rusun tinggi", yakni membudidayakan kepiting dengan menggunakan rak secara bertingkat.
Menurut dia, hal itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa budi daya kepiting tidak harus dilakukan di tambak karena bisa juga dilakukan di darat.
"Inovasi itu terintegrasi dengan panel surya untuk pengoperasian aerator dan sebagainya. Selama ini budi daya kepiting cangkang lunak identik di kolam atau di tambak, tapi kami melakukan inovasi yang memungkinkan dilakukan di darat," katanya.
Dengan demikian, kata dia, inovasi tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat perkotaan meskipun terkendala masalah kebutuhan air asin bagi kepiting tulang lunak.
Kendati demikian, dia mengatakan kendala tersebut dapat dimanipulasi dengan mencampur garam krosok ke dalam air.
Rato mengakui saat kelompok tersebut baru berdiri, pengelolaannya dilakukan secara swadaya namun dalam perkembangannya mendapatkan dukungan dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU IV Cilacap, sehingga bisa berkembang menjadi besar.
Sementara itu, Area Manager Communication Relations and CSR PT KPI RU IV Cilacap Cecep Supriyatna mengatakan pihaknya sejak tahun 2022 memberikan dukungan sarana dan prasarana kepada Kelompok Mamaku.
"Dukungan tersebut mulai dari inisiasi pada tahun 2022, sosialisasi pada tahun 2023, dan pengembangan-pengembangan pada tahun 2024, salah satunya inovasi 'rusun tinggi'," katanya.
Menurut dia, dukungan tersebut diberikan karena Kelurahan Kutawaru berlokasi di Ring I Kilang Pertamina Cilacap yang dibatasi oleh Sungai Donan.
Sebelum dukungan tersebut diberikan, kata dia, pihaknya terlebih dahulu melakukan pemetaan sosial di Kelurahan Kutawaru yang penduduknya rata-rata bekerja sebagai nelayan, ABK, maupun buruh migran.
"Dari situlah muncul keinginan warga untuk bisa berdikari di kampung sendiri. Oleh karena itu, kami membuat program ini biar Kutawaru dikenal mengingat aksesnya cukup sulit karena harus menyeberang sungai, kalau lewat jalur darat harus memutar lewat Kubangkangkung," katanya.
Baca juga: KPI resmikan program inovasi sosial "Mamaku" binaan Kilang Cilacap
"Secara keanggotaan, ada 15 orang yang bapak-bapak (mantan ABK), sedangkan yang ibu-ibu (mantan buruh migran) ada 15 orang," kata Ketua Kelompok Mamaku Rato (43) di Kelurahan Kutawaru, Kecamatan Cilacap Tengah, Cilacap, Rabu.
Ia mengatakan para mantan ABK itu sebelumnya bekerja pada kapal-kapal jarak dekat maupun kapal jarak jauh, sedangkan ibu-ibu mantan buruh migran tersebut pernah bekerja di Arab, Taiwan, Hong Kong, dan sebagainya namun karena faktor usia, mereka tidak lagi bekerja sebagai ABK maupun buruh migran.
Oleh karena itu, kata dia, Kelompok Mamaku yang dibentuk sejak tahun 2020 itu dinilai memberikan manfaat bagi masyarakat setempat khususnya para mantan ABK maupun buruh migran karena sebelumnya mereka tidak ada penghasilan.
Bahkan, lanjut dia, ibu-ibu mantan buruh migran itu lebih banyak berada di rumah karena tidak ada pekerjaan.
"Kalau musim hujan, biasanya mereka ikut 'tandur' (orang yang dipekerjakan untuk menanam padi di sawah), upah harian paling berapa, Rp50 ribu-Rp60 ribu. Itu kalau musim hujan, pas masa tanam," katanya.
Sementara yang bapak-bapak jika mengandalkan penghasilan sebagai nelayan, kata dia, saat sekarang sulit mendapatkan ikan di laut khususnya wilayah Segara Anakan karena keberadaan jaring apung yang makin banyak.
Akhirnya, lanjut dia, para mantan buruh migran ikut bergabung dan menjalankan usaha bersama Kelompok Mamaku, sehingga ada alternatif penghasilan dari sebelumnya sebagai nelayan perikanan tangkap menjadi perikanan budi daya.
"Saat sekarang mereka rata-rata mendapatkan hampir Rp2 juta per orang. Itu sangat membantu," katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan Kelompok Mamaku saat ini mengembangkan beberapa unit usaha di antaranya budi daya kepiting cangkang lunak, pemancingan ikan kerapu dan kakap, susur sungai, "homestay", serta pusat pembelajaran untuk anak-anak sekolah.
Khusus untuk budi daya kepiting cangkang lunak, kata dia, kegiatan tersebut dilakukan pada lahan seluas 2,5 hektare yang sebagian merupakan lahan milik kelompok dan sebagian milik anggota kelompok.
"Potensi panen kepiting tulang lunak berkisar 2-3 kuintal per bulan, tapi kalau yang pemancingan bisa lebih," katanya menjelaskan.
Saat ini, kata dia, pihaknya mengembangkan inovasi baru dalam budi daya kepiting berupa "rusun tinggi", yakni membudidayakan kepiting dengan menggunakan rak secara bertingkat.
Menurut dia, hal itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa budi daya kepiting tidak harus dilakukan di tambak karena bisa juga dilakukan di darat.
"Inovasi itu terintegrasi dengan panel surya untuk pengoperasian aerator dan sebagainya. Selama ini budi daya kepiting cangkang lunak identik di kolam atau di tambak, tapi kami melakukan inovasi yang memungkinkan dilakukan di darat," katanya.
Dengan demikian, kata dia, inovasi tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat perkotaan meskipun terkendala masalah kebutuhan air asin bagi kepiting tulang lunak.
Kendati demikian, dia mengatakan kendala tersebut dapat dimanipulasi dengan mencampur garam krosok ke dalam air.
Rato mengakui saat kelompok tersebut baru berdiri, pengelolaannya dilakukan secara swadaya namun dalam perkembangannya mendapatkan dukungan dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU IV Cilacap, sehingga bisa berkembang menjadi besar.
Sementara itu, Area Manager Communication Relations and CSR PT KPI RU IV Cilacap Cecep Supriyatna mengatakan pihaknya sejak tahun 2022 memberikan dukungan sarana dan prasarana kepada Kelompok Mamaku.
"Dukungan tersebut mulai dari inisiasi pada tahun 2022, sosialisasi pada tahun 2023, dan pengembangan-pengembangan pada tahun 2024, salah satunya inovasi 'rusun tinggi'," katanya.
Menurut dia, dukungan tersebut diberikan karena Kelurahan Kutawaru berlokasi di Ring I Kilang Pertamina Cilacap yang dibatasi oleh Sungai Donan.
Sebelum dukungan tersebut diberikan, kata dia, pihaknya terlebih dahulu melakukan pemetaan sosial di Kelurahan Kutawaru yang penduduknya rata-rata bekerja sebagai nelayan, ABK, maupun buruh migran.
"Dari situlah muncul keinginan warga untuk bisa berdikari di kampung sendiri. Oleh karena itu, kami membuat program ini biar Kutawaru dikenal mengingat aksesnya cukup sulit karena harus menyeberang sungai, kalau lewat jalur darat harus memutar lewat Kubangkangkung," katanya.
Baca juga: KPI resmikan program inovasi sosial "Mamaku" binaan Kilang Cilacap