Undip: Sanksi bagi pelaku perundungan bisa dikeluarkan
Semarang (ANTARA) - Universitas Diponegoro Semarang menegaskan bahwa sanksi terberat yang bisa dijatuhkan bagi pelaku perundungan di kampus tersebut adalah dikeluarkan.
Kepala Kantor Hukum Undip Dr Yunanto di Semarang, Jumat, mengatakan bahwa Undip sudah memiliki mekanisme penegakan aturan, termasuk soal perundungan.
Hal tersebut disampaikannya saat konferensi pers terkait meninggalnya mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Undip, dr Aulia Risma Lestari.
"Karena di Undip ada norma-norma yang harus ditaati peserta didik. Mahasiswa diatur kode etik. Perundungan bisa masuk ke pelanggaran akademik atau kekerasan seksual," katanya.
Tentunya, kata dia, penegakan hukum atau norma diawali dengan pencegahan atau antisipasi sehingga pada Agustus 2023 sudah ada gerakan "zero bullying" yang ditindaklanjuti pakta integritas pada Januari 2024.
"Pakta integritas ini ditandatangani dosen dan peserta didik, termasuk di PPDS. Bahkan, awal kuliah, mahasiswa baru PPDS diberi sosialisasi mengenai aturan dan sanksi pelanggaran," katanya.
Sanksi terhadap pelanggaran, kata dia, bisa bersifat ringan yang bisa diselesaikan cukup di tingkat fakultas atau pelanggaran sedang dan berat yang ditangani oleh tim yang dibentuk di tingkat universitas.
Ia menegaskan bahwa Undip pernah menerapkan sanksi paling ringan, yakni teguran hingga paling berat terhadap pelanggar aturan, yakni dikeluarkan, termasuk di PDSS Undip.
"Di PDSS ada tiga mahasiswa dikeluarkan. Tahun 2021 ada satu orang, 2023 ada dua orang," katanya, tanpa menjelaskan bentuk pelanggaran berat yang dilakukan.
Bahkan, kata dia, Undip tidak menghalangi jika yang bersangkutan harus menjalani proses pidana di pengadilan sebagaimana pernah terjadi, dan kampus juga memberikan sanksi pemecatan.
"Kami berkomitmen menegakkan aturan dan norma yang harus diikuti semua sivitas akademika Undip," tegas Yunanto.
Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran Undip Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko menegaskan bahwa "zero bullying" merupakan komitmen utamanya untuk menciptakan kampus yang bersih dari segala bentuk perundungan.
Di beberapa sudut kampus FK Undip juga terpasang poster-poster berukuran besar yang bertuliskan "zero bullying" sebagai komitmen untuk mencegah terjadinya perundungan.
"Saya baru dilantik sebagai Dekan FK pada 15 Januari 2024. Saya sangat 'concern' (dengan 'zero bulling', red.). Kira-kira itu program utama saya. Saya bukan orang yang tertutup dan memiliki program untuk membersihkan," katanya.
Namun untuk kasus meninggalnya Dokter Aulia, ia mengatakan hasil investigasi internal yang dilakukan tim memang tidak menemukan adanya perundungan yang menyebabkan meninggalnya korban.
Yan juga mempersilakan bagi para mahasiswa yang merasa mendapatkan perundungan dan perlakuan sejenisnya bisa melaporkan langsung.
"Sudah dipasang tulisan-tulisan 'zero bullying' di kampus. Siapa yang merasa dirundung, siapapun, bisa (scan, red.) QR itu, tulis bentuk perundunganya apa, atau kalau ada bukti. Itu langsung ke desk saya," kata Yan.
Baca juga: IDI Jateng dukung Kemenkes, usut dugaan perundungan mahasiswi kedokteran Undip
Kepala Kantor Hukum Undip Dr Yunanto di Semarang, Jumat, mengatakan bahwa Undip sudah memiliki mekanisme penegakan aturan, termasuk soal perundungan.
Hal tersebut disampaikannya saat konferensi pers terkait meninggalnya mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Undip, dr Aulia Risma Lestari.
"Karena di Undip ada norma-norma yang harus ditaati peserta didik. Mahasiswa diatur kode etik. Perundungan bisa masuk ke pelanggaran akademik atau kekerasan seksual," katanya.
Tentunya, kata dia, penegakan hukum atau norma diawali dengan pencegahan atau antisipasi sehingga pada Agustus 2023 sudah ada gerakan "zero bullying" yang ditindaklanjuti pakta integritas pada Januari 2024.
"Pakta integritas ini ditandatangani dosen dan peserta didik, termasuk di PPDS. Bahkan, awal kuliah, mahasiswa baru PPDS diberi sosialisasi mengenai aturan dan sanksi pelanggaran," katanya.
Sanksi terhadap pelanggaran, kata dia, bisa bersifat ringan yang bisa diselesaikan cukup di tingkat fakultas atau pelanggaran sedang dan berat yang ditangani oleh tim yang dibentuk di tingkat universitas.
Ia menegaskan bahwa Undip pernah menerapkan sanksi paling ringan, yakni teguran hingga paling berat terhadap pelanggar aturan, yakni dikeluarkan, termasuk di PDSS Undip.
"Di PDSS ada tiga mahasiswa dikeluarkan. Tahun 2021 ada satu orang, 2023 ada dua orang," katanya, tanpa menjelaskan bentuk pelanggaran berat yang dilakukan.
Bahkan, kata dia, Undip tidak menghalangi jika yang bersangkutan harus menjalani proses pidana di pengadilan sebagaimana pernah terjadi, dan kampus juga memberikan sanksi pemecatan.
"Kami berkomitmen menegakkan aturan dan norma yang harus diikuti semua sivitas akademika Undip," tegas Yunanto.
Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran Undip Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko menegaskan bahwa "zero bullying" merupakan komitmen utamanya untuk menciptakan kampus yang bersih dari segala bentuk perundungan.
Di beberapa sudut kampus FK Undip juga terpasang poster-poster berukuran besar yang bertuliskan "zero bullying" sebagai komitmen untuk mencegah terjadinya perundungan.
"Saya baru dilantik sebagai Dekan FK pada 15 Januari 2024. Saya sangat 'concern' (dengan 'zero bulling', red.). Kira-kira itu program utama saya. Saya bukan orang yang tertutup dan memiliki program untuk membersihkan," katanya.
Namun untuk kasus meninggalnya Dokter Aulia, ia mengatakan hasil investigasi internal yang dilakukan tim memang tidak menemukan adanya perundungan yang menyebabkan meninggalnya korban.
Yan juga mempersilakan bagi para mahasiswa yang merasa mendapatkan perundungan dan perlakuan sejenisnya bisa melaporkan langsung.
"Sudah dipasang tulisan-tulisan 'zero bullying' di kampus. Siapa yang merasa dirundung, siapapun, bisa (scan, red.) QR itu, tulis bentuk perundunganya apa, atau kalau ada bukti. Itu langsung ke desk saya," kata Yan.
Baca juga: IDI Jateng dukung Kemenkes, usut dugaan perundungan mahasiswi kedokteran Undip