Semarang (ANTARA) - Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Dirjampelkes) Lily Kresnowati menjelaskan transformasi mutu layanan dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang berkembang pesat dalam satu dekade. Hal ini sejalan dengan meningkatnya kepesertaan serta akses pelayanan kesehatan oleh lebih dari 97 persen penduduk Indonesia yang telah terdaftar dalam program ini.
Biaya pelayanan kesehatan terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Pada tahun 2021, BPJS Kesehatan membayarkan biaya pelayanan kesehatan kepada faskes senilai Rp90,33 triliun, tahun 2022 senilai Rp113,47 triliun, sedangkan tertinggi pada tahun 2023 senilai Rp156.9 triliun.
“Jika di total selama satu dekade, Program JKN ini telah membayarkan biaya pelayanan kesehatan sejumlah Rp912.4 triliun. Dengan proporsi biaya pelayanan kesehatan sebanyak 87.10 persen untuk membiayai pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL),” kata Lily pada Stadium General, di Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Semarang, Senin (8/7).
Terjadi peningkatan signifikan utilisasi pelayanan kesehatan sebanyak 252.000 per hari atau 92,3 juta pada tahun 2014, sedangkan pada tahun 2023, BPJS Kesehatan mencatat 1,6 juta utilisasi per hari atau senilai 606,7 juta layanan kesehatan diakses oleh peserta JKN.
"Sektor kuratif masih mendominasi dalam pelayanan kesehatan pada Program JKN, kini pemerintah bersama BPJS Kesehatan tengah berupaya menguatkan layanan primer sebagai gate keeper untuk mengelola angka kesehatan peserta,” tambahnya.
Guna mengelola pelayanan kesehatan, seluruh ekosistem dalam pelayanan administrasi maupun pelayanan kesehatan di dukung oleh sistem Tekhnologi Informasi (TI) yang saling terkoneksi, realtime dan akurat dengan 23.194 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan FKRTL sejumlah 3.125 juga didukung lebih dari 950.000 kanal pembayaran iuran.
Selain itu, digitalisasi pelayanan kesehatan berfokus pelanggan melalui Aplikasi Mobile JKN diantaranya layanan konsultasi via yang telah diakses sebanyak 19,2 miliar kali, sistem antrean online yang telah terintegrasi dengan 18.144 FKTP dan 2.609 FKRTL, informasi ketersediaan tempat tidur yang terintegrasi 2.700 rumah sakit, jadwal operasi 2.502 rumah sakit, elektronik SEP 2.149 rumah sakit, serta biometric finger print dengan 2.667 rumah sakit untuk simplifikasi dan meningkatkan pengecekan validitas peserta.
“Menilik data tersebut nampak, mayoritas pelayanan kesehatan telah diwarnai dan sangat melekat pada social health insurance. Jika praktisi kesehatan tidak paham dengan filosofi social health insurance akan berdampak pada benturan-benturan dalam memberikan pelayanan kesehatan,” katanya.
Lebih lanjut, Lily menjelaskan perlunya praktisi bidang kesehatan yang nantinya terjun di dunia kesehatan turut memahami segala regulasi tentang manfaat dari Program JKN ditetapkan oleh regulator dan BPJS kesehatan berada pada level pelaksanaan untuk membayarkan biaya pelayanan kesehatan peserta.
“BPJS Kesehatan mengelola demand side terkait cakupan kepesertaan beserta pembayaran iurannya, yang kemudian kita kembalikan manfaatnya kepada peserta. Serta, BPJS Kesehatan mewakili peserta, karena kami meminta faskes memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta sesuai standar mutu yang ditetapkan,” jelasnya.
Sementara itu, supply side atau pemenuhan kebutuhan faskes, dalam regulasi yang menyediakan yakni pemerintah termasuk di dalamnya Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah dan dibantu oleh sektor swasta.
Ditemui pada kesempatan yang sama Dekan Fakultas Kedokteran Unnes Mahalul Azam mengatakan meskipun transformasi BPJS Kesehatan dalam mengelola Program JKN sudah melesat, namun dinamika adaptasi belum semulus yang diharapkan karena pada awal Program JKN diluncurkan pada tahun 2014, praktisi-praktisi di bidang kesehatan baik tenaga medis, dan petugas bidang farmasi saat itu belum ada kurikulum mengenai seperti apa Program JKN ini.
“Baru-baru ini saja kurikulum terkait Program JKN ini dirintis, dan harapannya materi social health insurance ini bisa masuk dalam kurikulum prodi kesehatan secara penuh seperti kedokteran, kesehatan masyarakat, gizi, farmasi,” katanya.
Besar harapan pria yang akrab disapa Azam jika menjadi praktisi di bidang kesehatan, lulusan Fakultas kedokteran Unnes tidak awam dengan sistem dan pembiayaan kesehatan yang saat ini dijalankan. Terlebih mahasiswa telah menimba ilmu secara langsung dari praktisi profesional dari BPJS Kesehatan.