Kolaborasi desa wisata nusantara Subang dengan Banyumas
Banyumas (ANTARA) - Desa Wisata Nusantara (Dewisnu) Kabupaten Subang, Jawa Barat, menyambut baik kolaborasi wisata budaya dengan Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, melalui ajang Festival Jawara Satria 2022.
Saat ditemui di sela acara "Road to Jawara Satria Festival 2022" yang digelar di Wisata Bukit Pertapan, Desa Gerduren, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa, Ketua Dewisnu Kabupaten Subang Udan Karyawan mengatakan kerja sama promosi wisata budaya antara Banyumas dan Subang berawal dari dari sebuah kolaborasi kegiatan yang digelar di Subang berupa Festival Tujuh Sungai yang sudah masuk Kharisma Event Nusantara.
"Atas arahan dari atas dan kemauan kami di hulu bahwa kami harus melakukan sebuah kolaborasi tidak hanya dengan penggerak desa wisata yang ada di Subang, juga dengan luar daerah," katanya.
Ia mengaku bersyukur karena Festival Tujuh Sungai tersebut dihadiri perwakilan dari Banyumas, Bali, Kepulauan Seribu, dan sebagainya.
Berawal dari situ, kata dia, tercetus gagasan agar kegiatan yang digelar secara kolaborasi tersebut terus berlanjut.
"Salah satunya sekarang adalah kami berkolaborasi dari sisi budayanya dulu, karena apa? Di sini ada namanya lengger, penari yang tampilkan tarian," katanya.
Sementara di Subang, kata dia, ada ronggeng yang juga bukan sebuah tarian melainkan pemain tari.
Pada zaman dahulu, lanjut dia, ronggeng sebagai penghibur para penjajah.
"Artinya, ada kesamaan dari sisi kultur tersebut, sehingga kami kolaborasikan di situ," kata Udan.
Selain tarian, kata dia, di Banyumas ada alat musik calung (kentongan) dan di Subang ada alat musik celempung.
Menurut dia, kedua alat musik tersebut sama-sama terbuat dari bambu.
"Ternyata yang membedakan itu hanyalah irama saja. Irama dan lain-lain, sehingga kita di sini banyak kesamaan dan dari sinilah kita akan mulai bagaimana antara keinginan kami di sana (Subang, red.) dan keinginan di Banyumas, kita berkolaborasi," jelasnya.
Menurut dia, kolaborasi yang dilakukan saat sekarang baru dimulai dari sisi budayanya lebih dahulu dan ke depannya akan terjadi sebuah kolaborasi yang lain seperti pertukaran produk UMKM dari Subang maupun Banyumas untuk dipasarkan di daerah masing-masing.
Ke depan, kata dia, akan ada beberapa desa wisata yang juga akan dikolaborasikan, salah satunya dengan membuat paket-paket wisata.
"Antarkabupaten pun akan kami lakukan (kolaborasi, red.) dan kegiatan ini tidak hanya hari ini, tetapi akan berlangsung sampai tiga bulan ke depan," katanya.
Pihaknya juga akan menggelar kegiatan "Road to Jawara Satria Festival 2022" di Wisata Bukit Dewi Manggung, Subang, pada tanggal 29 September.
"Dan nanti pada tanggal 10 November 2022, puncak acaranya di sini lagi. Artinya, itu sebuah permulaan untuk bagaimana menjalin sebuah kolaborasi yang harmonis antarkabupaten," kata Udan.
Ketua Dewisnu Kabupaten Banyumas Eko Katamto mengaku bersyukur karena Desa Gerduren bisa dikatakan memiliki potensi menjadi tujuan wisata heritage.
Menurut dia, Desa Gerduren yang menampilkan tari Lengger, memiliki benda benda bersejarah jejak tari Lengger Banyumasan dari zaman penjajahan Belanda di Indonesia yang masih dipertahankan oleh seniman asli Gerduren, Tarmiaji (89) beserta istri.
"Diceritakan oleh Bapak Tarmiaji, dalam pertunjukkannya sang Lengger (penari, red.) tidak hanya menari tetapi juga membawakan lagu tradisional Banyumasan dengan iringan musik gamelan atau lebih spesifik lagi seperangkat alat musik calung," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, dengan adanya interaksi yang terjadi di antara masyarakat Banyumas dan Subang melalui festival tersebut telah dijembatani oleh simbol verbal, yaitu menggunakan kesenian sebagai alat representasi dari suatu fenomena perpaduan antara dua budaya yang terjadi dalam kehidupan yang serasi dan damai, bisa terlaksana melalui akulturasi.
Saat ditemui di sela acara "Road to Jawara Satria Festival 2022" yang digelar di Wisata Bukit Pertapan, Desa Gerduren, Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa, Ketua Dewisnu Kabupaten Subang Udan Karyawan mengatakan kerja sama promosi wisata budaya antara Banyumas dan Subang berawal dari dari sebuah kolaborasi kegiatan yang digelar di Subang berupa Festival Tujuh Sungai yang sudah masuk Kharisma Event Nusantara.
"Atas arahan dari atas dan kemauan kami di hulu bahwa kami harus melakukan sebuah kolaborasi tidak hanya dengan penggerak desa wisata yang ada di Subang, juga dengan luar daerah," katanya.
Ia mengaku bersyukur karena Festival Tujuh Sungai tersebut dihadiri perwakilan dari Banyumas, Bali, Kepulauan Seribu, dan sebagainya.
Berawal dari situ, kata dia, tercetus gagasan agar kegiatan yang digelar secara kolaborasi tersebut terus berlanjut.
"Salah satunya sekarang adalah kami berkolaborasi dari sisi budayanya dulu, karena apa? Di sini ada namanya lengger, penari yang tampilkan tarian," katanya.
Sementara di Subang, kata dia, ada ronggeng yang juga bukan sebuah tarian melainkan pemain tari.
Pada zaman dahulu, lanjut dia, ronggeng sebagai penghibur para penjajah.
"Artinya, ada kesamaan dari sisi kultur tersebut, sehingga kami kolaborasikan di situ," kata Udan.
Selain tarian, kata dia, di Banyumas ada alat musik calung (kentongan) dan di Subang ada alat musik celempung.
Menurut dia, kedua alat musik tersebut sama-sama terbuat dari bambu.
"Ternyata yang membedakan itu hanyalah irama saja. Irama dan lain-lain, sehingga kita di sini banyak kesamaan dan dari sinilah kita akan mulai bagaimana antara keinginan kami di sana (Subang, red.) dan keinginan di Banyumas, kita berkolaborasi," jelasnya.
Menurut dia, kolaborasi yang dilakukan saat sekarang baru dimulai dari sisi budayanya lebih dahulu dan ke depannya akan terjadi sebuah kolaborasi yang lain seperti pertukaran produk UMKM dari Subang maupun Banyumas untuk dipasarkan di daerah masing-masing.
Ke depan, kata dia, akan ada beberapa desa wisata yang juga akan dikolaborasikan, salah satunya dengan membuat paket-paket wisata.
"Antarkabupaten pun akan kami lakukan (kolaborasi, red.) dan kegiatan ini tidak hanya hari ini, tetapi akan berlangsung sampai tiga bulan ke depan," katanya.
Pihaknya juga akan menggelar kegiatan "Road to Jawara Satria Festival 2022" di Wisata Bukit Dewi Manggung, Subang, pada tanggal 29 September.
"Dan nanti pada tanggal 10 November 2022, puncak acaranya di sini lagi. Artinya, itu sebuah permulaan untuk bagaimana menjalin sebuah kolaborasi yang harmonis antarkabupaten," kata Udan.
Ketua Dewisnu Kabupaten Banyumas Eko Katamto mengaku bersyukur karena Desa Gerduren bisa dikatakan memiliki potensi menjadi tujuan wisata heritage.
Menurut dia, Desa Gerduren yang menampilkan tari Lengger, memiliki benda benda bersejarah jejak tari Lengger Banyumasan dari zaman penjajahan Belanda di Indonesia yang masih dipertahankan oleh seniman asli Gerduren, Tarmiaji (89) beserta istri.
"Diceritakan oleh Bapak Tarmiaji, dalam pertunjukkannya sang Lengger (penari, red.) tidak hanya menari tetapi juga membawakan lagu tradisional Banyumasan dengan iringan musik gamelan atau lebih spesifik lagi seperangkat alat musik calung," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, dengan adanya interaksi yang terjadi di antara masyarakat Banyumas dan Subang melalui festival tersebut telah dijembatani oleh simbol verbal, yaitu menggunakan kesenian sebagai alat representasi dari suatu fenomena perpaduan antara dua budaya yang terjadi dalam kehidupan yang serasi dan damai, bisa terlaksana melalui akulturasi.