Semarang (ANTARA) - Reformulasi dan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diajukan Dewan Pers terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mendapat pujian dari Komisi III DPR RI saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR dengan Dewan Pers, Persatuan Doktor Hukum Indonesia (PDHI), dan Advokat Cinta Tanah Air (ACT) di Jakarta, Selasa (23-8)
“Membaca reformulasi yang disampaikan Dewan Pers, kami merasa tercerahkan. Terasa ada relaksasi. Ini clear dan adem (sejuk). Terima kasih, pada dasarnya kami oke,“ kata Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa di Gedung DPR, Jakarta, dalam rilis Dewan Pers.
Politisi Partai Gerindra tersebut berharap DIM dan reformulasi itu bisa diterima pemerintah sehingga isi RKUHP nanti senapas dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Bahkan Desmon akan mengupayakan agar Dewan Pers bisa bertemu dengan tim ahli atau para pakar penyusun RKUHP untuk memastikan pembahasan reformulasi yang diajukan Dewan Pers.
Dukungan serupa juga dikemukakan oleh anggota Komisi III DPR, Hinca Panjaitan (FPD) dan Arsul Sani (FPPP). “Sudah selayaknya reformulasi dan DIM dari Dewan Pers ini kita perjuangkan. Dengan demikian, UU Pers nanti bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya. Kalau ini, saya menyebutnya, masalah ‘kami’,” ujar Hinca yang disambut semangat dan tepuk tangan para peserta sidang.
Arsul mengutarakan, poin-poin reformulasi Dewan Pers sangat jelas. Ini akan memudahkan pemerintah dan dewan dalam membahas 14 pasal (terdiri atas 9 klaster) yang dianggap bermasalah yang terkait dengan kemerdekaan pers.
Sebelum pembacaan poin-poin DIM yang diusulkan, Ketua Dewan Pers, Prof Azyumardi Azra yang memimpin Tim Formulasi Dewan Pers, kembali menegaskan bahwa secara prinsip Dewan Pers sepakat upaya pemerintah untuk melakukan dekolonisasi KUHP. Hal ini lantaran UU tersebut sepenuhnya merupakan peninggalan pemerintah kolonial Belanda.
“Sudah 77 tahun kita merdeka. Sudah semestinya kita punya KUHP produk sendiri,” tutur Prof Azra. Mantan rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini juga tak lupa mengucapkan apresiasi pada fraksi-fraksi di DPR yang sebelumnya menerima masukan dari Dewan Pers soal RKUHP yang bermasalah.
Dalam penjelasannya, anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyandingkan bunyi RKUHP tentang penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden versi usulan pemerintah dan reformulasi dari Dewan Pers. Pada pasal 218 ayat 2 berbunyi: tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. Adapun reformulasi yang diajukan Dewan Pers atas pasal 218 ayat 2 adalah: tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 jika perbuatan dilakukan untuk tugas jurnalistik, kepentingan umum, atau pembelaan diri.
Sedangkan anggota Dewan Pers lainnya, Arif Zulkifli menguraikan contoh reformulasi penghasutan melawan penguasa di pasal 246 RKUHP. Bunyi pasal tersebut: dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan: a. menghasut orang untuk melakukan tindak pidana atau, b. menghasut orang untuk melawan penguasa umum dengan kekerasan.
Usulan reformulasi Dewan Pers adalah: a. mengajak publik secara terang-terangan untuk melakukan tindak pidana atau, b. mengajak publik secara terang-terangan untuk melawan penguasa umum dengan kekerasan.
Karena usulan reformulasi ini begitu jelas, terang, delik materiilnya dipertajam dan mudah dipahami serta menghindarkan salah tafsir atau pasal karet, maka sebagian besar anggota Komisi III yang hadir memberikan apresiasi. Bahkan Arsul Sani mengatakan, untuk kelanjutannya, Komisi III mengharapkan Dewan Pers bisa hadir membantu DPR dalam melakukan pembahasan dengan tim dari pemerintah.
Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra menyanggupi permintaan tersebut. “Ini menunjukkan mereka menghargai upaya-upaya Dewan Pers,” kata Prof Azra.
Dalam RDPU itu, turut hadir anggota Dewan Pers, Yadi Hendriana dan Atmaji Sapto Anggoro. Ikut serta pula dua tenaga ahli Dewan Pers Hendrayana dan Arif Supriyono.