BPOM belum beri izin edar obat terapi Ivermectin
Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum memberikan izin edar obat terapi Ivermectin yang digunakan untuk pasien COVID-19, kata Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan COVID-19 Brigjen TNI (Purn) Alexander K. Ginting.
"Belum ada izin edar dari BPOM," katanya melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa, saat menjawab pertanyaan apakah Ivermectin telah memperoleh izin edar di Indonesia?
Jika Ivermectin digunakan untuk indikasi sebagai obat anti virus, kata Alex, tentunya harus lewat jalur penelitian pakar dan harus ada rekomendasi BPOM sebagai otoritas pengawas obat di Indonesia.
Alex memastikan bahwa Ivermectin di Indonesia masih dalam status penelitian dan bukan obat bebas. "Sehingga obat ini harus tetap disediakan di apotek sebagai obat antiparasit yaitu obat cacing," katanya.
Sebelumnya diberitakan, BPOM masih melakukan uji klinik terhadap khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan pasien COVID-19
"Uji klinik ada di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI dengan melibatkan beberapa rumah sakit," demikian petikan keterangan resmi BPOM yang dilansir melalui laman www.pom.go.id, serta dikonfirmasi kepada Juru Bicara COVID-19 BPOM, Lucia Rizka Andalusia.
Keterangan tersebut menyebutkan bahwa Ivermectin kaplet 12 mg terdaftar di Indonesia untuk indikasi infeksi kecacingan atau Strongyloidiasis dan Onchocerciasis yang diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg Berat Badan dengan pemakaian satu tahun sekali.
BPOM menyatakan penelitian untuk pencegahan maupun pengobatan COVID-19 yang sudah dipublikasikan menyatakan bahwa Ivermectin memiliki potensi antiviral pada uji secara in-vitro di laboratorium.
Akan tetapi, masih diperlukan bukti ilmiah yang lebih meyakinkan terkait keamanan, khasiat, dan efektivitasnya sebagai obat COVID-19 melalui uji klinik lebih lanjut.
BPOM menyatakan bahwa Ivermectin merupakan obat keras yang pembeliannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter.
BPOM juga menyampaikan peringatan bahwa Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.
Untuk kehati-hatian, Badan POM RI meminta kepada masyarakat agar tidak membeli obat Ivermectin secara bebas tanpa resep dokter, termasuk membeli melalui platform daring (online).
Untuk penjualan obat Ivermectin termasuk melalui daring tanpa ada resep dokter dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.*
"Belum ada izin edar dari BPOM," katanya melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa, saat menjawab pertanyaan apakah Ivermectin telah memperoleh izin edar di Indonesia?
Jika Ivermectin digunakan untuk indikasi sebagai obat anti virus, kata Alex, tentunya harus lewat jalur penelitian pakar dan harus ada rekomendasi BPOM sebagai otoritas pengawas obat di Indonesia.
Alex memastikan bahwa Ivermectin di Indonesia masih dalam status penelitian dan bukan obat bebas. "Sehingga obat ini harus tetap disediakan di apotek sebagai obat antiparasit yaitu obat cacing," katanya.
Sebelumnya diberitakan, BPOM masih melakukan uji klinik terhadap khasiat dan keamanan penggunaan Ivermectin dalam pengobatan pasien COVID-19
"Uji klinik ada di bawah koordinasi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI dengan melibatkan beberapa rumah sakit," demikian petikan keterangan resmi BPOM yang dilansir melalui laman www.pom.go.id, serta dikonfirmasi kepada Juru Bicara COVID-19 BPOM, Lucia Rizka Andalusia.
Keterangan tersebut menyebutkan bahwa Ivermectin kaplet 12 mg terdaftar di Indonesia untuk indikasi infeksi kecacingan atau Strongyloidiasis dan Onchocerciasis yang diberikan dalam dosis tunggal 150-200 mcg/kg Berat Badan dengan pemakaian satu tahun sekali.
BPOM menyatakan penelitian untuk pencegahan maupun pengobatan COVID-19 yang sudah dipublikasikan menyatakan bahwa Ivermectin memiliki potensi antiviral pada uji secara in-vitro di laboratorium.
Akan tetapi, masih diperlukan bukti ilmiah yang lebih meyakinkan terkait keamanan, khasiat, dan efektivitasnya sebagai obat COVID-19 melalui uji klinik lebih lanjut.
BPOM menyatakan bahwa Ivermectin merupakan obat keras yang pembeliannya harus dengan resep dokter dan penggunaannya di bawah pengawasan dokter.
BPOM juga menyampaikan peringatan bahwa Ivermectin yang digunakan tanpa indikasi medis dan tanpa resep dokter dalam jangka waktu panjang dapat mengakibatkan efek samping, antara lain nyeri otot/sendi, ruam kulit, demam, pusing, sembelit, diare, mengantuk, dan Sindrom Stevens-Johnson.
Untuk kehati-hatian, Badan POM RI meminta kepada masyarakat agar tidak membeli obat Ivermectin secara bebas tanpa resep dokter, termasuk membeli melalui platform daring (online).
Untuk penjualan obat Ivermectin termasuk melalui daring tanpa ada resep dokter dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.*