Difabel juga manusia
Semarang (ANTARA) - Hari Disabilitas Internasional yang jatuh pada 3 Desember setiap tahun menjadi momentum untuk terus meningkatkan perhatian, perlindungan, dan kesempatan bagi kaum difabel dalam berbagai akses.
Tidak sekadar akses pendidikan, berdemokrasi, akses menyalurkan pendapatnya untuk pembangunan, akses terhadap sarana-prasarana, kesehatan, fasilitas publik yang ramah difabel, juga akses mendapatkan pekerjaan.
Contoh kecil terhadap akses fasilitas publik yakni penyediaan trotoar yang ramah difabel berupa ubin berkontur yang memudahkan para tunanetra berjalan. Trotar ramah difabel tersebut diharapkan mengurangi keterbatasan yang dimiliki difabel.
Meskipun dalam keterbatasan, difabel berhak mendapatkan pelayanan yang sama seperti masyarakat pada umumnya.
Selain trotoar, perlu juga didorong para difabel mendapatkan pendampingan dalam mempersiapkan mereka menjadi pribadi yang mandiri, apalagi mereka memiliki mental kuat untuk terus bergerak.
Sejumlah penunjang pemberdayaan ekonomi bagi difabel di antaranya bantuan pendampingan, pelatihan, dan bantuan mesin jahit, mesin obras, dan alat kerja lainnya.
Tidak sekadar menumbuhkan kemandirian, meningkatkan pemberdayaan ekonomi, tetapi segala upaya tersebut diharapkan juga bisa menjadi bagian dari upaya rehabilitasi sosial melalui proses refungsionalisasi serta pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Upaya tersebut diharapkan menjadikan mereka lebih berdaya, mandiri, dan mampu melaksanakan fungsi sosial di masyarakat.
Langkah rehabilitasi sosial yang diterapkan di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Fisik (BBRSPDF) Prof dr Soeharso Surakarta yakni dengan terapi penghidupan. Terapi yang diterapkan adalah dengan pemberian bimbingan atau pelatihan keterampilan, kewirausahaan, dan praktik belajar kerja. Pelatihan diberikan selama enam bulan dan mereka mendapatkan uang saku untuk membuka usaha.
Ada 11 jenis ketrampilan yang diajarkan di BBRSPDF Prof dr Soeharso Surakarta tersebut yakni salon, bengkel sepeda motor, fotografi, kerajinan kayu, komputer, percetakan, dan sablon. Setelah selesai mengikuti praktik belajar kerja, mereka bisa membuka usaha sendiri dan bekerja di perusahaan. Terbukti ada 15 orang yang direkrut pada perusahaan toko modern.
Bentuk kepedulian difabel tentu harus dilakukan secara bersama-sama oleh stakeholder terkait termasuk pemerintah. Harapannya upaya Pemprov Jateng yang akan menjadi "starting point" nasional yang desanya menerapkan sistem inklusif pada 2020 dapat terealisasi. Desa inklusif tersebut menyediakan layanan khusus bagi difabel setara untuk semua orang. Satu hal yang perlu ditekankan agar seluruh upaya tersebut dapat terealisasi adalah mereka juga manusia yang menginginkan hak yang sama.
Tidak sekadar akses pendidikan, berdemokrasi, akses menyalurkan pendapatnya untuk pembangunan, akses terhadap sarana-prasarana, kesehatan, fasilitas publik yang ramah difabel, juga akses mendapatkan pekerjaan.
Contoh kecil terhadap akses fasilitas publik yakni penyediaan trotoar yang ramah difabel berupa ubin berkontur yang memudahkan para tunanetra berjalan. Trotar ramah difabel tersebut diharapkan mengurangi keterbatasan yang dimiliki difabel.
Meskipun dalam keterbatasan, difabel berhak mendapatkan pelayanan yang sama seperti masyarakat pada umumnya.
Selain trotoar, perlu juga didorong para difabel mendapatkan pendampingan dalam mempersiapkan mereka menjadi pribadi yang mandiri, apalagi mereka memiliki mental kuat untuk terus bergerak.
Sejumlah penunjang pemberdayaan ekonomi bagi difabel di antaranya bantuan pendampingan, pelatihan, dan bantuan mesin jahit, mesin obras, dan alat kerja lainnya.
Tidak sekadar menumbuhkan kemandirian, meningkatkan pemberdayaan ekonomi, tetapi segala upaya tersebut diharapkan juga bisa menjadi bagian dari upaya rehabilitasi sosial melalui proses refungsionalisasi serta pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
Upaya tersebut diharapkan menjadikan mereka lebih berdaya, mandiri, dan mampu melaksanakan fungsi sosial di masyarakat.
Langkah rehabilitasi sosial yang diterapkan di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Fisik (BBRSPDF) Prof dr Soeharso Surakarta yakni dengan terapi penghidupan. Terapi yang diterapkan adalah dengan pemberian bimbingan atau pelatihan keterampilan, kewirausahaan, dan praktik belajar kerja. Pelatihan diberikan selama enam bulan dan mereka mendapatkan uang saku untuk membuka usaha.
Ada 11 jenis ketrampilan yang diajarkan di BBRSPDF Prof dr Soeharso Surakarta tersebut yakni salon, bengkel sepeda motor, fotografi, kerajinan kayu, komputer, percetakan, dan sablon. Setelah selesai mengikuti praktik belajar kerja, mereka bisa membuka usaha sendiri dan bekerja di perusahaan. Terbukti ada 15 orang yang direkrut pada perusahaan toko modern.
Bentuk kepedulian difabel tentu harus dilakukan secara bersama-sama oleh stakeholder terkait termasuk pemerintah. Harapannya upaya Pemprov Jateng yang akan menjadi "starting point" nasional yang desanya menerapkan sistem inklusif pada 2020 dapat terealisasi. Desa inklusif tersebut menyediakan layanan khusus bagi difabel setara untuk semua orang. Satu hal yang perlu ditekankan agar seluruh upaya tersebut dapat terealisasi adalah mereka juga manusia yang menginginkan hak yang sama.