KPK ungkapkan rekomendasinya diabaikan pemerintah
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif mengungkapkan ada sejumlah rekomendasi lembaganya diikuti pemerintah namun ada yang diabaikan.
"Contoh ESDM dulu mereka ingin memasang flow meter di pipa untuk ikut berapa lifting minyak dan gas di Indonesia. Kita sudah bilang, itu (kajiannya) tidak boleh karena tidak akan efektif namun tetap dilaksanakan," kata Laode dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Selain itu, menurut dia, izin tambang dengan sekitar 60 persen dianggap ilegal, tidak ada satu pun pelakunya yang dihukum.
Baca juga: Tiga pimpinan KPK ajukan "judicial review" UU KPK
Bahkan dari ESDM, menurut dia, untuk tambang ilegal saja, mereka punya PPNS namun sampai hari ini tidak ada satu kasus pun yang diselidiki dan dilidik.
"Padahal jelas sekali yang tidak bayar jaminan reklamasi banyak, tidak tutup lubang tambang banyak," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, rekomendasi untuk Hak Guna Usaha (HGU) kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) agar dibuka padahal itu adalah keputusan pengadilan tertinggi sudah dikuatkan, namun sampai saat ini tidak dibuka untuk umum.
Dia juga mengeluhkan terkait kebijakan satu peta nasional atau One Map Policy yang hingga saat ini tidak dibuka.
"Bahkan saya sampaikan di sini, yang baru siap itu baru Kalimantan Tengah, itu pun masih rekonsiliasi, tidak ada petanya. Apakah kami sudah instruksikan dan rekomendasikan? Sudah," katanya.
Dia menegaskan sebenarnya banyak sekali rekomendasi yang disampaikan KPK dalam kaitannya untuk pencegahan namun tidak dilaksanakan bahkan terkesan lembaganya tidak dihargai.
Menurut dia, langkah pencegahan yang dilakukan KPK sangat banyak, namun tidak pernah ditulis media karena yang diberitakan soal Operasi Tangkap Tangan (OTT).
"Jadi banyak sekali rekomendasi KPK itu dan saya terus terang kadang agak merasa tidak dihargai, termasuk oleh Bapak (DPR). Pencegahan KPK banyak kami lakukan namun tidak pernah ditulis, yang ditulis teman-teman media itu soal OTT," ujarnya.
Baca juga: Ada OTT, Kudus tetap diganjar WTP oleh BPK
"Contoh ESDM dulu mereka ingin memasang flow meter di pipa untuk ikut berapa lifting minyak dan gas di Indonesia. Kita sudah bilang, itu (kajiannya) tidak boleh karena tidak akan efektif namun tetap dilaksanakan," kata Laode dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Selain itu, menurut dia, izin tambang dengan sekitar 60 persen dianggap ilegal, tidak ada satu pun pelakunya yang dihukum.
Baca juga: Tiga pimpinan KPK ajukan "judicial review" UU KPK
Bahkan dari ESDM, menurut dia, untuk tambang ilegal saja, mereka punya PPNS namun sampai hari ini tidak ada satu kasus pun yang diselidiki dan dilidik.
"Padahal jelas sekali yang tidak bayar jaminan reklamasi banyak, tidak tutup lubang tambang banyak," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, rekomendasi untuk Hak Guna Usaha (HGU) kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) agar dibuka padahal itu adalah keputusan pengadilan tertinggi sudah dikuatkan, namun sampai saat ini tidak dibuka untuk umum.
Dia juga mengeluhkan terkait kebijakan satu peta nasional atau One Map Policy yang hingga saat ini tidak dibuka.
"Bahkan saya sampaikan di sini, yang baru siap itu baru Kalimantan Tengah, itu pun masih rekonsiliasi, tidak ada petanya. Apakah kami sudah instruksikan dan rekomendasikan? Sudah," katanya.
Dia menegaskan sebenarnya banyak sekali rekomendasi yang disampaikan KPK dalam kaitannya untuk pencegahan namun tidak dilaksanakan bahkan terkesan lembaganya tidak dihargai.
Menurut dia, langkah pencegahan yang dilakukan KPK sangat banyak, namun tidak pernah ditulis media karena yang diberitakan soal Operasi Tangkap Tangan (OTT).
"Jadi banyak sekali rekomendasi KPK itu dan saya terus terang kadang agak merasa tidak dihargai, termasuk oleh Bapak (DPR). Pencegahan KPK banyak kami lakukan namun tidak pernah ditulis, yang ditulis teman-teman media itu soal OTT," ujarnya.
Baca juga: Ada OTT, Kudus tetap diganjar WTP oleh BPK