Semarang (Antaranews Jateng) - Analis politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Nur Hidayat Sardini menilai pelaksanaan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah 2018 kurang gairah karena terlalu represif.
"Pilgub ini kurang gairah karena lebih banyak diperankan oleh `state actor` aktor berbasis negara," kata Ketua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Semarang di Semarang, Rabu.
Ia merujuk pada menonjolnya peran penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu, serta aparat kepolisian.
Ia menilai ada yang kutang proporsional dalam pelaksanaan pesta demokrasi ini.
Menurut dia, keberagaman dan aspirasi masyarakat dalam pilkada kali ini kurang tertampilkan.
"Seolah-olah pilkada ini hanya milik pemerintah, padahal bikin pemilu ini untuk rakyat," kata mantan Ketua Bawaslu RI ini.
Ia menduga kondisi ini merupakan efek dari pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta.
"Jangan terlampau membawa pilkada ini ke arah represif. Ada hoax salah, fitnah salah, kampanye hitam dalah," katanya.
Ia menilai kampanye negatif masih diperbolehkan karena isinya mengritik program para pasangan calon.
Terlebih lagi, lanjut dia, pilgub tahun ini hanya diikuti dua pasangan calon.
"Masing-masing pasangan calon akan lebih efektif saling membandingkan, sehingga mempermudah memberi pilihan kepada masyarakat," katanya.
Pilgub Jawa Tengah diikuti dua pasangan calon, yakni pasangan nomor urut 1 Ganjar Pranowo-Taj Yasin dan nomor urut 2 Sudirman Said-Ida Fauziyah.