Peradi Persilakan "Korban" Tilang Telat Pajak Mengadu
Semarang, ANTARA JATENG - Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Semarang, Jawa Tengah, siap menerima aduan masyarakat yang merasa dirugikan karena diberi bukti pelanggaran (tilang) lalu lintas setelah tertangkap berkendara dengan pajak kendaraan bermotornya terlambat dibayar.
"Silakan masyarakat yang ditilang karena STNK kendaraannya telat membayar pajak mengadu kepada kami," kata Ketua Peradi Semarang Yosep Parera di Semarang, Sabtu.
Menurut dia, jika ada pengaduan, akan ditindaklanjuti dengan gugatan perdata terhadap kepolisian jika memang memenuhi syarat.
Gugatan yang akan dilayangkan tersebut, kata Yosep Parera, berupa dugaan perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan kepolisian karena menindak pengendara yang telat membayar pajak.
"Tuntutannya agar tidak terjadi penindakan hukum sebagaimana yang dialami masyarakat tersebut," katanya.
Ia menilai ada pemahaman yang kurang tepat berkaitan dengan penindakan terhadap pengendara yang kedapatan pajak kendaraan bermotornya terlambat dibayar.
Menurut dia, sanksi tilang dengan menggunakan Pasal 288 Ayat (1) Undang-undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan jelas merujuk pada Pasal 106.
Dalam Pasal 288 Ayat (2) disebutkan bahwa setiap orang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan tidak dilengkapi STNK atau surat tanda coba kendaraan bermotor yang ditetapkan kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal 106 Ayat (5) akan dipidana dengan kurungan maksimal 2 bulan dan denda maksimal Rp500 ribu.
"Pada pasal itu jelas rujukannya 106," katanya.
Sementara Pasal 70 Ayat (2) yang selama ini dijadikan rujukan oleh kepolisian untuk melakukan penindakan tersebut justru berkaitan dengan pembayaran pajak kendaraan itu sendiri.
"Penjelasan Pasal 70 dalam undang-undang itu sudah jelas bahwa pengesahan yang dimaksud merupakan pengawasan tahunan terhadap registrasi dan identifikasi kendaraan, serta untuk menumbuhkan kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor," katanya.
Pada setiap pasal di peraturan perundang-undangan, kata dia, selalu mengandung pesan moral sehingga penerapannya butuh ketelitian dan kecermatan agar tidak terjadi penyalahgunaan penerapan hukum.
"Silakan masyarakat yang ditilang karena STNK kendaraannya telat membayar pajak mengadu kepada kami," kata Ketua Peradi Semarang Yosep Parera di Semarang, Sabtu.
Menurut dia, jika ada pengaduan, akan ditindaklanjuti dengan gugatan perdata terhadap kepolisian jika memang memenuhi syarat.
Gugatan yang akan dilayangkan tersebut, kata Yosep Parera, berupa dugaan perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan kepolisian karena menindak pengendara yang telat membayar pajak.
"Tuntutannya agar tidak terjadi penindakan hukum sebagaimana yang dialami masyarakat tersebut," katanya.
Ia menilai ada pemahaman yang kurang tepat berkaitan dengan penindakan terhadap pengendara yang kedapatan pajak kendaraan bermotornya terlambat dibayar.
Menurut dia, sanksi tilang dengan menggunakan Pasal 288 Ayat (1) Undang-undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan jelas merujuk pada Pasal 106.
Dalam Pasal 288 Ayat (2) disebutkan bahwa setiap orang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan tidak dilengkapi STNK atau surat tanda coba kendaraan bermotor yang ditetapkan kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal 106 Ayat (5) akan dipidana dengan kurungan maksimal 2 bulan dan denda maksimal Rp500 ribu.
"Pada pasal itu jelas rujukannya 106," katanya.
Sementara Pasal 70 Ayat (2) yang selama ini dijadikan rujukan oleh kepolisian untuk melakukan penindakan tersebut justru berkaitan dengan pembayaran pajak kendaraan itu sendiri.
"Penjelasan Pasal 70 dalam undang-undang itu sudah jelas bahwa pengesahan yang dimaksud merupakan pengawasan tahunan terhadap registrasi dan identifikasi kendaraan, serta untuk menumbuhkan kepatuhan wajib pajak kendaraan bermotor," katanya.
Pada setiap pasal di peraturan perundang-undangan, kata dia, selalu mengandung pesan moral sehingga penerapannya butuh ketelitian dan kecermatan agar tidak terjadi penyalahgunaan penerapan hukum.