Jakarta, ANTARA JATENG - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
mengaku pernah menawarkan perlindungan saksi kepada Johannes Marliem
yang merupakan saksi kasus dugaan korupsi e-KTP yang tengah diusut KPK.
"Sebelum
meninggal, kita sudah berkomunikasi dengan Johannes, yang tinggal di
Amerika, apakah ingin dilindungi oleh LPSK. Namun, sebelum sempat
mengajukan perlindungan kepada LPSK yang bersangkutan keburu meninggal,"
kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai di Jakarta, Selasa.
LPSK
berkomunikasi dengan Johannes lewat WhatsApp (WA) pada 28 Juli 2017.
LPSK mencoba menawarkan perlindungan kepada Johannes mengingat Johannes
pernah mengaku kepada salah satu media massa nasional bahwa dia memiliki
bukti rekaman percakapan yang diduga melibatkan pihak-pihak lain dalam
megakorupsi e-KTP.
"Kami proaktif karena melihat potensi ancaman
jika memang yang bersangkutan memiliki infomasi yang banyak terkait
korupsi e-KTP," kata Abdul Haris Semendawai.
LPSK sudah
mempertimbangkan kemungkinan perlindungan kepada Johanes, tetapi saat
Johanes terbunuh, yang bersangkutan belum mengajukan permohonan
perlindungan.
LPSK tidak bisa memberikan perlindungan tanpa ada
permohonan dari calon terlindung seperti saksi, pelapor, atau korban
yang mau dilindungi. Karena di UU Perlindungan Saksi dan Korban
dijelaskan perlindungan harus berdasarkan permohonan dari calon
terlindung.
"Regulasi mengatur bahwa perlindungan tidak bisa berdasarkan atas suatu paksaan", ujar Semendawai.
LPSK
juga siap melindungi saksi lainnya jika ada permohonan baik dari saksi.
LPSK juga berharap institusi yang menangani korupsi baik KPK,
Kejaksaan, atau Polri tidak sungkan-sungkan berbagi peran dengan LPSK.
"Toh tujuannya sama, yakni terungkapnya kasus yang ditangani melalui keterangan saksi atau pelapor," ujar Semendawai.
LPSK menceritakan kadang upaya proaktif LPSK dengan menawarkan perlindungan tidak dimanfaatkan saksi atau pelapor.
"Seperti
kasus e-KTP, sejak awal LPSK sudah menegaskan siap membantu KPK dengan
perannya melindungi saksi maupun pelapor yang dianggap bisa mengungkap
kasus ini," kata Semendawai.
Jakarta, 15/8 (Antara) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK) menyebutkan, pernah menawarkan perlindungan kepada Johannes
Marliem, yang merupakan saksi kasus dugaan korupsi KTP Elektronik yang
tengah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sebelum meninggal, kita sudah berkomunikasi dengan Johannes, yang
tinggal di Amerika, apakah ingin dilindungi oleh LPSK. Namun, sebelum
sempat mengajukan perlindungan kepada LPSK yang bersangkutan keburu
meninggal," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, di Jakarta, Selasa.
LPSK melakukan komunikasi dengan Johannes melalui pesan WhatsApp
(WA) pada 28 Juli 2017 lalu. LPSK mencoba menawarkan kepada Johannes
untuk perlindungan mengingat Johannes pernah berucap di salah satu media
massa nasional, bahwa memiliki bukti rekaman percakapan yang diduga
melibatkan pihak-pihak lainnya dalam kasus korupsi e-KTP.
"Kami proaktif karena melihat potensi ancaman jika memang yang
bersangkutan memiliki infomasi yang banyak terkait korupsi e-KTP,"
katanya.
Pada kontak tersebut, LPSK menjelaskan terkait kemungkinan
diberikannya perlindungan kepada Johanes. Namun sampai saat kejadian
Johanes terbunuh, yang bersangkutan belum mengajukan permohonan
perlindungan.
"Sampai detik ini permohonan perlindungannya baik dari Johanes,
pendampingnya maupun aparat yang menangani kasus korupsi e-KTP seperti
KPK," jelas Semendawai.
LPSK sendiri tidak bisa memberikan perlindungan tanpa ada
permohonan dari calon terlindung seperti saksi, pelapor, atau korban
yang mau dilindungi. Karena di UU Perlindungan Saksi dan Korban
dijelaskan perlindungan harus berdasarkan permohonan dari calon
terlindung.
"Regulasi mengatur bahwa perlindungan tidak bisa berdasarkan atas suatu paksaan", ujar Semendawai.
Terkait saksi lain LPSK siap melindungi jika ada permohonan baik
dari saksi tersebut maupun dari aparat penegak hukum seperti KPK.
Karena kasus korupsi potensi ancaman kepada saksi atau pelapor
memang tinggi. Oleh karenanya LPSK berharap institusi yang menangani
korupsi baik KPK, Kejaksaan, atau Polri untuk tidak sungkan-sungkan
berbagi peran dengan LPSK sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Toh tujuannya sama, yakni terungkapnya kasus yang ditangani melalui keterangan saksi atau pelapor," ujar Semendawai.
LPSK menceritakan kadang upaya proaktif LPSK dengan menawarkan
perlindungan juga tidak dimanfaatkan oleh saksi atau pelapor. Bahkan
oleh penegak hukum yang seharusnya lebih paham terkait lembaga ini
ketimbang masyarakat awam.
"Seperti kasus e-KTP, sejak awal LPSK sudah menegaskan siap
membantu KPK dengan perannya melindungi saksi maupun pelapor yang
dianggap bisa mengungkap kasus ini," kata Semendawai.***2***