Semarang, ANTARA JATENG - Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Kota Semarang, Jawa Tengah, menyatakan penyaluran bantuan nontunai lebih efektif daripada dilakukan secara langsung karena dapat meminimalkan penyimpangan.
"Meski demikian, penyaluran tersebut harus diiringi dengan proses pemantauan yang maksimal," kata Ketua LP2K Kota Semarang Ngargono di Semarang, Rabu.
Dia mengatakan pengawasan tersebut penting mengingat selama ini belum ada yang menjamin bahwa proses pencairan bantuan sesuai peruntukannya.
"Saya mendasari program raskin yang sudah berjalan 18 tahun nyatanya belum maksimal," katanya.
Pihaknya berharap seluruh daerah mencontoh Desa Cipari, Kabupaten Cilacap. Data penerima bantuan di desa tersebut setiap bulan selalu berubah tergantung kondisi terbaru.
"Memang membutuhkan `effort` luar biasa. Kepala desa berprinsip tidak boleh menzalimi masyarakat miskin," katanya.
Dia mengatakan desa tersebut setiap bulan membahas data penerima bantuan subsidi melalui musyawarah desa. Oleh karena itu, diharapkan daerah lain dapat mencontoh dengan lebih mengoptimalkan musyawarah desa atau musyawarah kelurahan.
Mengenai keabsahan data sendiri, Ngargono mengatakan khusus di Kota Semarang hingga dua minggu lalu basis data masih berubah.
Pihaknya berharap jangan sampai data ini seperti halnya data raskin dulu yaitu ketika ada revisi data harus melewati musyawarah kelurahan, selanjutnya data diinput di kecamatan, selanjutnya diserahkan ke kabupaten/kota.
Setelah itu, data diserahkan ke tingkat provinsi baru kemudian iinput ke Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
"Padahal turunnya data dari TNP2K ke kelurahan cukup lama. Sementara program ini kan berjalan setiap bulan," katanya.
Lamanya proses tersebut, diakuinya akan merugikan masyarakat yang seharusnya berhak atas bantuan tersebut tetapi karena data tidak tepat akhirnya terpaksa tidak bisa menikmati subsidi dari pemerintah.