"Sebagai perempuan, pada masa itu tidak memungkinkan untuk berperang. Namun, Cut Nyak Dien bisa, tanpa melupakan perannya sebagai seorang ibu dan istri," katanya di Semarang, Selasa.
Perempuan kelahiran Semarang, 8 Februari 1976 itu menjelaskan Cut Nyak Dien tetap tidak meninggalkan perannya sebagai ibu yang baik dan istri yang solehah di sela-sela perjuangannya.
Makanya, Ine menyebut istri dari Teuku Umar itu sebagai sosok perempuan pejuang yang lengkap yang mampu menginspirasinya dalam memerankan karakter Cut Nyak Dien dalam pergelaran monolog.
Setelah mementaskan monolog Cut Nyak Dien di sejumlah tempat, Ine menyempatkannya di kota kelahirannya, yakni Semarang, tepatnya di Gedung Balairung Universitas PGRI Semarang, Selasa (18/8) malam ini.
Pentas monolog bertajuk "70 Tahun Indonesia Merdeka" itu terselenggara atas kerja sama Forum Wartawan Balai Kota (FOrwakot) Semarang, Universitas PGRI Semarang (Upgris), dan Rumah Budaya Kawan Kita.
Meski belum pernah ke Aceh, Ine mengaku mampu menyelami karakter Cut Nyak Dien dari banyak referensi yang ada dan belajar dari tokoh-tokoh Aceh, sampai fasih melafalkan logat Aceh.
"Malah saya belum pernah ke Aceh. Namun, beruntung saya dapat referensi dari kawan-kawan budayawan dari Aceh, kemudian belajar juga dari tokoh-tokoh Aceh," kata alumni SMP Negeri 5 Semarang itu.