Presiden Ingatkan Bahaya Menipisnya Nilai kesantunan pada Kelangsungan Hidup Bangsa dan Negara
Selama ini, Presiden mengatakan, bangsa Indonesia terjebak pada pemahaman bahwa melambannya perekonomian global, yang berdampak pada perekonomian nasional, adalah masalah paling utama.
"Padahal kalau kita cermati lebih seksama, menipisnya nilai kesantunan dan tata krama, sekali lagi, menipisnya nilai kesantunan dan tata krama, juga berbahaya bagi kelangsungan hidup bangsa," katanya.
Ia mengatakan, menipisnya budaya saling menghargai dan kultur tenggang rasa di kalangan masyarakat maupun institusi resmi seperti lembaga penegak hukum, organisasi kemasyarakatan, media, dan partai politik membuat bangsa ini terjebak pada lingkaran ego masing-masing.
Kondisi itu menurut dia bisa menghambat pembangunan karena mempengaruhi budaya kerja, semangat gotong royong, dan karakter bangsa.
Lebih-lebih, ia menuturkan, saat ini ada kecenderungan semua orang merasa bebas sebebas-bebasnya dalam berperilaku dan menyuarakan kepentingan.
"Keadaan ini menjadi semakin kurang produktif ketika media juga hanya mengejar rating dibandingkan memandu publik untuk meneguhkan nilai-nilai keutamaan dan budaya kerja produktif," kata Presiden.
Akibatnya, menurut Presiden, masyarakat mudah terjebak pada "histeria publik" dalam merespons suatu persoalan, khususnya yang menyangkut isu-isu yang berdimensi sensasional.
"Tanpa kesantunan politik, tata krama hukum dan ketatanegaraan, serta kedisiplinan ekonomi, kita akan kehilangan optimisme, dan lamban mengatasi persoalan-persoalan lain termasuk tantangan ekonomi yang saat ini sedang dihadapi bangsa Indonesia. Kita akan miskin tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Presiden.
"Padahal kalau kita cermati lebih seksama, menipisnya nilai kesantunan dan tata krama, sekali lagi, menipisnya nilai kesantunan dan tata krama, juga berbahaya bagi kelangsungan hidup bangsa," katanya.
Ia mengatakan, menipisnya budaya saling menghargai dan kultur tenggang rasa di kalangan masyarakat maupun institusi resmi seperti lembaga penegak hukum, organisasi kemasyarakatan, media, dan partai politik membuat bangsa ini terjebak pada lingkaran ego masing-masing.
Kondisi itu menurut dia bisa menghambat pembangunan karena mempengaruhi budaya kerja, semangat gotong royong, dan karakter bangsa.
Lebih-lebih, ia menuturkan, saat ini ada kecenderungan semua orang merasa bebas sebebas-bebasnya dalam berperilaku dan menyuarakan kepentingan.
"Keadaan ini menjadi semakin kurang produktif ketika media juga hanya mengejar rating dibandingkan memandu publik untuk meneguhkan nilai-nilai keutamaan dan budaya kerja produktif," kata Presiden.
Akibatnya, menurut Presiden, masyarakat mudah terjebak pada "histeria publik" dalam merespons suatu persoalan, khususnya yang menyangkut isu-isu yang berdimensi sensasional.
"Tanpa kesantunan politik, tata krama hukum dan ketatanegaraan, serta kedisiplinan ekonomi, kita akan kehilangan optimisme, dan lamban mengatasi persoalan-persoalan lain termasuk tantangan ekonomi yang saat ini sedang dihadapi bangsa Indonesia. Kita akan miskin tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Presiden.