Namun, berdasarkan rekapitulasi perolehan suara masing-masing caleg dan partai yang dilakukan oleh KPU kabupaten/kota dan provinsi, sudah ada gambaran siapa saja caleg yang bakal duduk di parlemen.
Secara umum pelaksanaan pemilu pada 9 April 2014 memang berlangsung damai atau tak ada gejolak berarti. Namun, ada fenomena politik transaksional ilegal yang berlangsung masif dalam setiap pemilihan. Pemilu Legislatif 2014 pun tidak luput dari politik uang, bahkan pemilu kali ini diyakini jauh lebih masif dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya.
Banyak pemilih tidak merasa risih meminta imbalan langsung kepada caleg atau tim sukses bila menghendaki suara mereka. Entah partai mana yang mulai melakukan praktik kotor itu, namun begitu banyak caleg dari berbagai partai menyuap para pemilih. Ada yang memberi Rp15.000/pemilih, namun ada pula yang mengamplopi Rp100.000/pemilih.
"Pemilihan wakil rakyat pada Pemilu 2014 tak ubahnya seperti pasar. Suara masyarakat banyak ditranformasikan ke dalam materi, bukan sebagai suara aspirasi atau amanah," kata fungsionaris DPP Partai NasDem Akbar Faisal dalam laman partai ini.
Praktik memberi uang dalam pemilihan sebenarnya bukan fenomena baru di negeri ini, namun pada Pemilu Legislatif 2014 skalanya semakin masif dan ada kecenderungan praktik ini disikapi secara permisif oleh masyarakat. Pemilih, kadang, malah berani meminta imbalan kepada caleg yang berkampanye. Mereka memosisikan caleg yang terpilih kelak bakal mereguk banyak uang. Dan, menjelang pemilu dianggap sebagai masa bagi-bagi uang.
Badan Pengawas Pemilu melihat banyak pelanggaran tersebut namun tidak banyak kasus yang berakhir di pengadilan, salah satunya adalah perkara Bupati Semarang Mundjirin yang akhirnya divonis bersalah karena terbukti melakukan politik uang pada Pemilu 2014.
Seperengkat peraturan yang melarang meminta, menerima, dan memberi uang dalam kaitan pemilu sudah ada, namun sangat sedikit pelanggaran tersebut yang berakhir di meja hijau. Inilah yang menyebabkan pihak pemberi dan penerima melanggengkan suap-menyuap ini.
Rakyat respek kepada caleg idealis yang mencari dukungan dengan cara-cara bermartabat dan memegang teguh janjinya selama masa kampanye. Kepada merekalah rakyat berharap perjalanan bangsa lima tahun mendatang menjadi jauh lebih beradab dan sejahtera.
Kita juga mengapresiasi komunitas-komunitas pemilih yang sejak awal membuat benteng agar caleg tidak coba-coba menyuap untuk mendapatkan suara dari mereka.
Sementara itu, kepada caleg yang terpilih karena menggunakan kekuatan uang, segeralah bertobat. Cacat keterpilihan jangan diteruskan saat di DPR/DPRD dengan menyalahgunakan kekuasaan untuk mengembalikan uang yang disebar saat menjelang pemilu. Pengalaman sejumlah anggota DPR dan DPRD yang akhirnya mendekam di penjara karena terjerat korupsi sudah lebih dari cukup untuk tidak mengulang sejarah yang sama.
Rasanya memang tidak adil bila ada pelanggar aturan tidak diadili. Akan tetapi, itulah pilihan menyakitkan namun realistis di tengah menumpuknya tugas jaksa dan hakim untuk menyidangkan perkara korupsi yang jumlah juga terus bertambah. ***