Solo (ANTARA) - Pengajar dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Hardika Dwi Hermawan, S.Pd., M.Sc.ITE., terpilih sebagai Dosen Berdampak berkat kiprah besar dalam pemberdayaan dan inovasi desa.
Wakil Rektor I UMS Prof. Ihwan Susila, S.E., M.Si., Ph.D., di Solo, Jawa Tengah, Senin mengatakan keberhasilan Hardika meraih penghargaan dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) sebagai Dosen Berdampak tidak lepas dari rasa pedulinya dalam menggerakkan anak muda untuk membangun desa melalui inovasi digital dan pemberdayaan masyarakat.
Hardika yang juga Dosen Program Studi Pendidikan Teknik Informatika (PTI) FKIP UMS itu mendapatkan apresiasi atas kontribusinya yang nyata dalam menghadirkan perubahan sosial dan ekonomi di berbagai pelosok desa di Indonesia.
Ia menyampaikan rasa bangganya atas capaian tersebut. Menurutnya, penghargaan yang diberikan oleh Kemdiktisaintek ini merupakan bentuk pengakuan terhadap kiprah dosen UMS yang memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat.
“Ini adalah penghargaan untuk dosen kita, Mas Hardika, yang menurut Kementerian dianggap memiliki kontribusi besar bagi masyarakat. Mereka menyebutnya sebagai dosen berdampak, dan kami tentu sangat berbahagia serta bangga memiliki dosen muda luar biasa seperti beliau,” katanya.
Lebih lanjut, Ihwan menilai pemikiran yang diusung Hardika tergolong futuristik. Ia menyoroti arah pembangunan tidak semestinya hanya berfokus pada kawasan perkotaan, tetapi juga justru harus dimulai dari desa dan masyarakatnya.
“Mas Hardika ini punya insight yang visioner. Ia mendorong masyarakat desa untuk mandiri dan berkembang dengan potensi yang dimiliki. Inilah bentuk kontribusi nyata dosen UMS bagi bangsa,” katanya.
Penghargaan yang diraih Hardika itu juga didukung oleh berbagai kolaborasi strategis, salah satunya datang dari Paragon Corp, perusahaan yang turut memberikan dukungan sarana dan riset bagi dosen UMS.
“Project-project semacam ini tentu membutuhkan pendanaan dan kemitraan. Paragon adalah salah satu pihak yang turut mendukung program Mas Hardika, di samping Pertamina, PLN, hingga Wardah. Ini menunjukkan bahwa kiprah dosen kita diakui berbagai pihak,” jelasnya.
Menurut Ihwan, capaian Hardika bukan hanya prestasi individu, melainkan juga pengakuan terhadap kualitas sumber daya manusia UMS yang berkelas dunia.
“Apa yang dilakukan Mas Hardika tidak hanya bekerja sama dengan mitra dalam negeri, tetapi juga dengan mitra luar negeri. Ini sangat sejalan dengan visi UMS sebagai pusat pendidikan islami yang memberi arah perubahan,” katanya.
Selain mendukung visi World Class University (WCU), keberhasilan ini juga memperkuat salah satu pilar strategis UMS, yakni sumber daya manusia yang unggul dan berdampak global.
“Kami ingin SDM UMS, baik dosen maupun mahasiswa, memiliki jaringan internasional dan menghasilkan karya yang menjadi inspirasi bagi masyarakat dunia,” kata Ihwan.
Sementara itu, Hardika Dwi Hermawan menjelaskan kiprahnya dalam mendirikan Desamind atau Desamind Foundation, organisasi yang fokus mendorong anak muda menjadi local champion dalam pengembangan desa. Bersama timnya, ia aktif menginisiasi berbagai proyek inovasi digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) di Indonesia.
“Desamind ini lahir dari keresahan kami. Kami merasa ilmu yang kami peroleh tidak seharusnya berhenti di ruang akademik. Ada tanggung jawab sosial dan moral untuk mengabdi. Potensi di desa itu besar, tapi lilinnya belum menyala, sehingga tugas kami menyalakan lilin-lilin itu,” ungkapnya.
Hardika juga menyoroti pentingnya integrasi antara kompetensi global dan pemahaman akar rumput.
“Kami ingin mendorong anak muda punya world class competence dan grassroot understanding yang kuat, karena perubahan nyata seringkali justru dimulai dari desa,” katanya.
Dalam kiprahnya, Desamind menginisiasi berbagai proyek sosial di 30 desa mitra di seluruh Indonesia. Di Sukabumi, mereka mengembangkan Desamind Farm dengan konsep pertanian regeneratif, di Purbalingga ada proyek Beras Pos Cipaku, sementara di Lombok Timur dikembangkan Wana Sahabat Trigona Center, pusat budidaya lebah Trigona sp. Program serupa juga dijalankan di wilayah 3T seperti Asmat dan Maluku.
Hardika juga menegaskan Desamind beroperasi secara non-profit dengan lebih dari 400 pengurus daerah di seluruh Indonesia. Semua relawan tidak menerima gaji, melainkan digerakkan oleh rasa tanggung jawab sosial dan semangat berbagi.
“Yang membuat kami bertahan adalah emotional connection dan rasa memiliki yang kuat. Ini bukan sekadar organisasi, tapi gerakan sosial,” tuturnya.
Hardika mengutip pesan dari Tan Malaka sebagai refleksi bagi para akademisi.
“Bila kaum muda yang telah bersekolah tinggi merasa terlalu pintar untuk melebur dengan masyarakat desa, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali. Jadi mari kita semua turun tangan dan berbuat nyata untuk masyarakat,” katanya.
Sementara itu, CSR Executive Paragon Corp Fathiya Khairiya melihat potensi besar dalam gerakan sosial yang digagas Hardika.
“Desamind adalah organisasi kesukarelawanan yang diisi anak muda Indonesia, baik di dalam maupun luar negeri yang ingin mendorong kontribusi bagi masyarakat desa. Kami mendukung penuh semangat anak muda seperti ini karena mereka memiliki world class competence dan grassroot understanding yang kuat,” jelas Fathiya.
Ia menambahkan semangat yang dibawa Desamind sejalan dengan nilai-nilai Paragon Corp dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan.
“Kami melihat bagaimana anak muda bisa turun tangan langsung ke desa-desa untuk mengembangkan potensi lokal, meski dengan keterbatasan sumber daya. Ini bentuk nyata dari kolaborasi multi pihak yang berdampak,” katanya.

