Tema yang menarik dan relevan di tengah bangsa ini memperingati Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2012. Ikrar Sumpah Pemuda pun kembali berkumandang di tengah umat Islam merayakan Iduladha 1433 Hijriah.

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia

Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia

Dalam menjunjung bahasa persatuan, tentunya kita juga harus rela berkurban untuk menekan keakuan diri dan kelompok. Oleh karena itu, kita pun harus tunduk pada kaidah bahasa Indonesia, khususnya dalam penulisan lema/kata serapan dari bahasa asing, baik Inggris, Belanda, maupun Arab.

Bahasa Arab, salah satu bahasa asing yang menjadi sumber kata serapan, di samping bahasa asing lainnya. Jika kita amati kata serapan dalam bahasa Indonesia dengan saksama, yakni penyerapan yang cenderung berdasarkan bentuk, dan penyerapan yang cenderung berdasarkan ucapan.

Sebelum kata/lema--baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing-- itu diserap dalam bahasa kita, Pusat Bahasa melalui forum pakar yang anggotanya terdiri atas berbagai disiplin ilmu membahas mengenai hal itu, termasuk penulisan Iduladha yang tidak dipisah.

Begitu pula, penulisan lema jamrah. Hampir semua media menulisnya dengan "jumrah"--ada pula menggunakan istilah "jumroh". Padahal, versi KBBI Pusat Bahasa Edisi IV (halaman 592) dua kata itu mengandung arti yang berbeda.

Jamrah adalah batu kecil; kerikil; kumpulan batu kecil; atau tugu yang menjadi sasaran lemparan batu (dalam ibadah haji). Kita mengenal pula, jamrah aqabah (jamrah yang ketiga atau pada bekas tempat godaan setan yang terbesar); jamrah sugra (jamrah yang pertama dan kerikil atau pada bekas tempat godaan setan yang terkecil); jamrah ula (jamrah sugra); jamrah wusta (jamrah pertengahan, yang kedua, atau di antara jamrah ula dan aqabah).

Kemudian, makna dari istilah jumrah? Masih versi KBBI Pusat Bahasa Edisi IV, kata itu bermakna perihal terpengaruh; keterpengaruhan.

Lagi, penulisan nama bulan ke-12 tahun Hijriah. Ada yang menulisnya "Dzulhijjah" atau "Dzulhijah". Seyogianya, kita sebagai anak bangsa yang menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia, menulisnya Zulhijah. Mekah bukan "Makkah" atau "Mekkah"; Masjidilharam bukan "Masjidil Haram", jemaah bukan "jamaah".

Dengan spirit berkurban, mari kita kedepankan kemaslahatan bangsa. Mari kita menulis lema/kata/istilah sesuai dengan konsensus nasional, yakni lema atau sublema yang terdapat di dalam KBBI Pusat Bahasa Edisi IV. Tanggalkan egoisme diri dan kelompok demi Tanah Air yang kita cintai ini.

Pewarta : D.Dj. Kliwantoro
Editor : Kliwon
Copyright © ANTARA 2024