Solo (ANTARA) - Di jantung Kota Surakarta, di tepi Jalan A Yani yang tak pernah sepi kendaraan, kita menemukan sosok inspiratif bernama Iskak (51). Pria paruh baya ini sehari-hari bertugas sebagai juru parkir. 

Dalam keterbatasannya, ia menerima sepeser demi sepeser uang receh hasil dari pekerjaan yang harus ia jalani tulus di bawah terik matahari yang menyengat atau guyuran hujan yang tak menentu.

 
Penghasilan Iskak yang hanya cukup untuk menopang kebutuhan makan harian keluarga kecilnya jauh dari kata berlimpah. Dari mengumpulkan pundi-pundi uang rupiah Rp2.000 tak menyurutkan asa Iskak untuk selalu menyisihkan uangnya setiap bulan untuk membayarkan iuran JKN.

Namun, dalam kerendahan hati dan kesulitan ekonomi, ia memegang teguh satu prinsip yang menjadikannya layak dijuluki Pahlawan Bagi Sesama.

Ikhlas di Tengah Keterbatasan.
 
Prinsip tersebut adalah kepatuhan membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Iskak terdaftar sebagai Peserta JKN Mandiri, dan luar biasanya ia selalu memastikan iuran bagi keluarganya dibayarkan tepat waktu, tanpa pernah tertunda. 

“Kadang sebagian kita masih ada yang merasa malas atau bahkan berpikir untuk apa mendaftar dan membayar iuran padahal tidak pernah sakit," ujarnya. 

Iskak sendiri, sejauh ini belum pernah mengakses pelayanan JKN secara pribadi. Namun, ketika istrinya sempat jatuh sakit karena demam yang tak kunjung sembuh, JKN hadir sebagai penyelamat, memastikan pengobatan tuntas tanpa harus mengeluarkan biaya sepeser pun alias gratis.
 
Kepuasan pelayanan yang dirasakan keluarganya tersebut, justru tidak menjadi alasan utama bagi Iskak untuk terus membayar. Motivasi utamanya adalah berbuat baik dan bermanfaat bagi sesama. 
 
"Saya membayar iuran BPJS Kesehatan dengan ikhlas karena iuran yang saya bayar berguna untuk membantu orang lain yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Kita harus berpikir bahwa ada banyak orang yang sedang berjuang melawan sakit sedangkan mereka tidak memiliki biaya yang cukup untuk berobat ke dokter," tegasnya.
 
Bayangkan, dengan penghasilan yang pas-pasan, Iskak memilih berempati dan bergotong-royong. Ia memilih untuk memandang iuran JKN bukan sebagai beban, melainkan sebagai sedekah yang akan menjadi harapan bagi jutaan rakyat Indonesia yang tengah berjuang di rumah sakit.
 
Ia meyakini sama seperti ia mendapatkan penghasilan dari kemurahan hati pelanggannya yang membayar parkir, ia pun harus berbuat baik dan bermanfaat bagi sesama. 

Kisah Iskak adalah pengingat yang kuat. Di saat kita merasa lelah atau mengeluh, ingatlah bahwa setiap iuran yang dibayarkan walau kecil adalah sumber kehidupan dan harapan bagi mereka yang sedang berjuang di ambang batas keputusasaan.
 
"Di saat kita ikhlas membantu meringankan beban orang lain, percayalah suatu saat nanti akan ada orang lain yang juga dengan ikhlas memberikan bantuan untuk kita," pungkasnya menutup kisah inspiratif ini dengan pesan ketulusan yang tak terlupakan.


Pewarta : Aris Wasita
Editor : Edhy Susilo
Copyright © ANTARA 2025