Purwokerto (ANTARA) - Perjalanan panjang Tofik Hidayat (56) bersama Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), menyadarkan kita pentingnya memiliki asuransi kesehatan yang berkualitas. Tanpa ragu ia lekas mendaftarkan diri dan keluarga sebagai peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) pasca layoff dari tempat kerja.
“Berat tentu kalau harus berobat tanpa Program JKN. Menjadi peserta JKN aktif itu penting untuk mengantisipasi risiko finansial saat sakit. Karena itu saya datang ke sini untuk beralih segmen jadi Peserta Mandiri setelah dirumahkan dari tempat kerja sejak Agustus 2025,” tuturnya.
Tofik yang ditemui pada Senin (24/11) mengaku pertama kali tergabung dalam kepesertaan JKN pada tahun 2014 yang ia didapatkan dari tempat kerja. Perlindungan jaminan sosial termasuk Program JKN merupakan kebutuhan dasar yang menjadi hak setiap Pekerja Penerima Upah (PPU).
“Pemerintah mewajibkan perusahaan untuk memberikan jaminan kesehatan untuk pekerjanya. Selama ini saya merasa terbantu dengan pembiayaan iuran JKN dari perusahaan. Jadi tidak perlu memikirkan pembayarannya, langsung dipotong dari gaji,” terangnya.
PPU merupakan mereka yang menerima upah atau gaji dari pemberi kerja secara rutin. PPU terdiri dari PPU Penyelenggara Negara seperti pejabat negara dan PNS. Selain itu, ada juga PPU Badan Usaha meliputi pegawai BUMN, BUMD, atau swasta. Besaran iuran PPU yakni sebesar 5% dari upah dimana 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh pekerja.
Keyakinan Tofik untuk segera beralih segmen kepesertaan JKN pasca layoff dari tempat kerja menjadi PBPU atau Peserta Mandiri demi mendapatkan status JKN aktif bukanlah tanpa alasan. Ia dan keluarga telah berulang kali merasakan manfaat layanan kesehatan dengan pembiayaan dari Program JKN.
Tahun 2020, istri Tofik menjalani momen kehamilan berisiko tinggi karena usia yang tidak lagi muda. Mendapati kondisi ini dokter di klinik memberikan rujukan ke spesialis kandungan di rumah sakit.
“Bulan Oktober, istri saya harus menjalani operasi caesar. Ini pengalaman operasi caesar pertama kali, tentu sempat khawatir. Tapi karena dokternya baik dan selalu memotivasi, alhamdulillah jadi lebih tenang. Proses persalinannya juga nyaman dan cepat,” kenangnya penuh syukur.
Tiga tahun berlalu, kenyataan buruk harus diterima saat anaknya yang masih balita menderita pneumonia. Sang buah hati mengalami gejala sesak nafas, batuk, demam tinggi, hingga kejang.
“Waktu itu masih sering kambuh dan harus bolak-balik ke rumah sakit. Untung ada Program JKN yang jamin semua biayanya. Total anak saya sudah rawat inap enam kali dan diterapi uap,” pungkasnya.

