Purwokerto (ANTARA) - Lahan bekas tambang emas yang tandus di Nunukan, Kalimantan Utara, kini kembali hijau berkat inovasi tim peneliti , Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Mereka berhasil mengembangkan pupuk hayati berbasis konsorsium bakteri yang mampu menyuburkan kembali tanah asam dan tercemar logam berat.

Penelitian itu bermula dari permohonan PT Sago Prima Utama --sebuah perusahaan tambang emas-- yang kesulitan mereklamasi lahan bekas tambang mereka. 

Meskipun berbagai upaya dengan biaya besar telah dilakukan, hasilnya belum memuaskan. kemudian dilibatkan untuk mencari solusi ilmiah.

“Awalnya perusahaan mengirimkan sampel tanah dalam jumlah besar ke sini. Mereka ingin tahu bagaimana mengelola tanah asam agar bisa ditanami kembali,” kata Ketua Tim Peneliti Prof Dr Oedjijono MSc.

Tim dari Fakultas Biologi memulai serangkaian uji coba untuk menyeleksi bakteri yang toleran terhadap kondisi ekstrem. 

Mereka berhasil menemukan jenis bakteri yang tidak hanya bertahan, tetapi juga mampu menetralkan racun dalam tanah. Bakteri ini kemudian diolah menjadi pupuk hayati.

“Saya memanfaatkan mikroorganisme dalam bakteri yang sudah terseleksi. Bakteri ini kemudian saya isolasi dari tanah pasir besi hingga akhirnya toleran terhadap asam. Jadilah pupuk hayati, karakteristik suatu bakteri yang bersifat sebagai bio fertilizer,” jelas Prof Oedji.

Baca juga: Mahasiswa Unsoed raih Juara 2 dan Best Presentation di PIMPI 2025

Pupuk ini bekerja dengan cara mencampurkan bakteri yang sudah diinokulasi dengan kompos dan tanah asam. Proses ini bertujuan untuk menumbuhkan bakteri baik dan menurunkan tingkat racun di dalam tanah bekas tambang.

Meskipun tingkat keberhasilan saat ini baru mencapai 60 persen, capaian tersebut sudah dianggap luar biasa mengingat kondisi lahan yang sangat ekstrem. 

Pupuk hayati ini berbeda dari pupuk konvensional karena tidak hanya mempercepat pertumbuhan tanaman, tetapi juga menetralkan logam berat dan menurunkan keasaman tanah.

Manfaatnya terasa nyata. Lahan yang tadinya kering dan hanya ditumbuhi paku-pakuan kini menjadi subur dan bisa ditanami berbagai jenis tanaman. 

Secara tidak langsung, air di sekitar lokasi juga mengalami penurunan tingkat keasaman karena terdampak oleh bakteri ini.

Prof Oedji berharap pupuk hayati tersebut ke depan bisa dikembangkan lebih lanjut dan disebarluaskan kepada masyarakat, terutama untuk lahan dengan kondisi serupa di berbagai wilayah di Indonesia. 

Ia juga mengajak perusahaan tambang lainnya untuk bekerja sama dalam upaya mereklamasi tanah.

“Mudah-mudahan perusahaan-perusahaan tambang, terutama di Kalimantan dan Sumatra yang banyak tambang batu bara, dapat mereklamasi lahannya dan mau bekerja sama untuk menyuburkan kembali tanah itu,” katanya.

Baca juga: Mahasiswa Unsoed temukan peran penanggalan Jawa untuk adaptasi iklim
Baca juga: Unsoed Purwokerto perkuat ekosistem halal melalui inovasi dan pelatihan


Pewarta : KSM
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2025