Purwokerto (ANTARA) - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memang baru berjalan satu bulan sejak dilantik dalam Sidang Paripurna MPR RI pada tanggal 20 Oktober 2024.

Meskipun demikian, sejumlah gebrakan mulai dilalukan pemerintahan Prabowo-Gibran, salah satunya berkaitan dengan pelayanan publik.

Bahkan, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membuka layanan pengaduan "Lapor Mas Wapres" sejak tanggal 11 November 2024.

Masyarakat bisa menyampaikan pengaduan melalui aplikasi perpesanan WhatsApp di nomor 08111 704 2207 atau datang langsung ke Istana Wakil Presiden di Jalan Kebon Sirih, Nomor 14, Jakarta Pusat.

Oleh karena itu, masyarakat dapat dengan leluasa menyampaikan pengaduan secara langsung kepada Wapres Gibran tanpa harus melalui proses birokrasi panjang.

Apa yang dilakukan Wapres Gibran itu dinilai oleh pakar kebijakan publik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Slamet Rosyadi sebagai sesuatu yang baik karena proses transformasi pelayanan publiknya sudah kelihatan meskipun pemerintahan Prabowo-Gibran baru berjalan selama satu bulan.

Melalui layanan pengaduan "Lapor Mas Wapres" tersebut, Wapres Gibran mencoba untuk merespons berbagai permasalahan masyarakat dan ingin terlibat dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul di masyarakat.

Jika pengaduan tersebut dilakukan masyarakat melalui jalur birokrasi, tidak menutup kemungkinan pelayanannya akan berjalan lambat karena harus melalui kementerian, lembaga, atau dinas mengingat birokrasi di beberapa tempat masih lambat dalam merespons aduan masyarakat.

Akan tetapi, ternyata dengan adanya layanan "Lapor Mas Wapres" tersebut, Wapres Gibran terlihat kewalahan karena saking banyaknya  aduan dari masyarakat, baik yang berkaitan dengan ranah birokrat, ranah pelayanan, maupun ranah kepentingan bersama.

"Ternyata Mas Wapres sendiri kesulitan merespons banyaknya aduan," kata Prof Slamet.

Kendati demikian, dia mengaku melihat adanya spirit dari pemerintahan Prabowo-Gibran untuk melakukan upaya-upaya perbaikan.

Ia mencontohkan beberapa gebrakan yang dilontarkan pemerintahan Prabowo-Gibran, salah satunya kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk mengurangi atau memangkas perjalanan dinas luar negeri yang dilakukan oleh kementerian maupun lembaga.

Kebijakan tersebut dilakukan karena Presiden Prabowo ingin memberikan fokus pada pengembangan sumber daya manusia.

Dengan demikian, pelayanan publiknya betul-betul langsung dirasakan oleh masyarakat meskipun sebenarnya perjalanan dinas luar negeri merupakan bagian dari pelayanan, tetapi sifatnya tidak langsung.

Dari perjalanan dinas luar negeri sebenarnya nantinya akan lahir program atau kebijakan yang akan diperuntukkan bagi masyarakat.

Oleh karena saat sekarang difokuskan terhadap pengembangan sumber daya manusia, Prof Slamet melihat adanya upaya Presiden Prabowo untuk melakukan transformasi dalam bentuk anggaran.

Hal itu dilakukan agar anggaran yang ada bisa lebih langsung berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat dibandingkan untuk kepentingan birokrasi.

"Saya melihatnya seperti itu, jadi masih proses," katanya.

Dalam transformasi pelayanan publik, pemerintahan Prabowo-Gibran juga melakukan penguatan digitalisasi meskipun hal itu sebenarnya sudah ada sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
 
Digitalisasi pelayanan publik

Digitalisasi penting untuk terus dilakukan karena menjadi salah satu media atau cara untuk memangkas berbagai hal seperti birokrasi, pungli, dan kelambanan.

Selain itu, masyarakat melalui digitalisasi bisa melihat sejauh mana progres layanan yang diajukan seperti pengajuan izin atau usulan.

Kondisi tersebut tentunya akan berbeda jika dilakukan secara manual karena masyarakat sulit untuk memantaunya.

Bahkan jika pelayanan publik tersebut dilakukan secara manual, terlalu banyak tatap muka, maka akan banyak dokumen fisik yang harus dilampirkan sehingga ada kemungkinan layanan menjadi lambat serta berpotensi adanya pungli.

Terkait dengan Kabinet Merah Putih dalam pemerintahan Prabowo-Gibran yang terkesan gemuk karena terlalu banyak kementerian di dalamnya, Prof Slamet menilai hal itu tidak akan banyak berarti kalau misalkan tidak ditujukan untuk memperbaiki pelayanan publik.

Bahkan jika terlalu banyak kementerian, tidak menutup kemungkinan akan terlalu banyak prosedur dan tahapan yang harus dilalui oleh masyarakat untuk mendapatkan layanan sehingga hal itu berpotensi mengakibatkan pelayanan menjadi lambat.

"Kecuali kalau misalkan didukung dengan digitalisasi pelayanan publik, ini akan lebih memangkas. Jadi birokrasi bisa dipangkas dengan adanya digitalisasi-digitalisasi pelayanan publik itu," katanya.

Dari semua yang telah berjalan dalam 1 bulan terakhir, pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan diyakini bisa memberikan pelayanan yang lebih responsif, lebih mampu menjawab apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, dan lebih fokus karena sampai saat ini masih banyak persoalan yang harus diselesaikan, misalnya, kemiskinan ekstrem, stunting, angka kematian ibu dan angka kematian bayi, serta pendidikan.

Persoalan-persoalan kesehatan dan pendidikan tersebut seharusnya menjadi fokus perhatian Pemerintah karena sumber daya manusia dibangun dari bagaimana kapasitas masyarakat untuk hidup sehat dan mendapatkan peningkatan pendidikan.

Pembangunan infrastruktur memang penting, namun alangkah baiknya jika infrastruktur di bidang kesehatan dan pendidikan juga mendapatkan perhatian yang lebih besar.

Transformasi pelayanan publik tidak akan ada artinya jika birokrasi atau Pemerintah lambat dalam merespons berbagai pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat.

Oleh karena itu, transformasi pelayanan publik pada pemerintahan Prabowo-Gibran harus didukung dan dikawal oleh semua pihak demi kesejahteraan masyarakat serta mewujudkan Indonesia Emas pada tahun 2045.

Langkah awal menuju tujuan besar itu sudah dilakukan. Sudah selayaknya segenap elemen memiliki visi sama untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut.

Editor: Achmad Zaenal M


 

Baca juga: Pemkab Banyumas raih Penghargaan Perlindungan Konsumen dari Kemendag

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Heru Suyitno
Copyright © ANTARA 2024