Semarang (ANTARA) - Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah Rahmat Dwisaputra mengingatkan penting penguatan koordinasi dan sinergi pengendalian inflasi, serta inovasi pengendalian inflasi pangan secara "end-to-end".
"Inovasi dari hulu ke hilir harus dioptimalisasi secara simultan untuk meningkatkan produktivitas dan mendorong perluasan jangkauan distribusi," katanya, dalam pernyataan di Semarang, Jumat.
Diakuinya, perkembangan inflasi gabungan sembilan kabupaten/kota indeks harga konsumen (IHK) di Jawa Tengah terkendali atau berada dalam rentang sasaran inflasi 2,5 persen plus 1 persen
Meski demikian, kata dia, terdapat potensi kenaikan harga komoditas pangan terutama disebabkan peningkatan permintaan masyarakat dalam periode pemilihan kepala daerah (pilkada), serta Natal dan Tahun Baru 2024 di tengah periode musim tanam padi dan hortikultura.
Menurut dia, beras sebagai komoditas pangan penyumbang inflasi terbesar pada 2018-2024 menghadapi sejumlah kendala struktural di Jateng.
Kendala tersebut, meliputi alih fungsi lahan, inefisiensi pengelolaan lahan, keterbatasan adopsi teknologi pertanian, dan biaya produksi yang tinggi, yang berdampak terhadap ketersediaan pasokan.
"Permasalahan rantai pasok yang panjang juga menjadi tantangan bagi komoditas beras," katanya.
Sedangkan produk hortikultura, terutama aneka cabai dan bawang merah juga dihadapkan pada produksi yang tidak merata dan rentan dengan anomali cuaca dan hama.
Ia mengatakan bahwa optimalisasi badan usaha milik daerah (BUMD) dan badan usaha milik petani (BUMP) perlu ditingkatkan untuk memperpendek rantai distribusi dan menjadi "offtaker" dalam menyerap pasokan yang berlebih.
Lebih jauh, kata dia, untuk menjaga kecukupan pasokan di setiap kabupaten/kota di Jateng maka kerja sama antardaerah (KAD) perlu diperluas tidak hanya mencakup antar-provinsi, melainkan juga antarkabupaten/kota.
Rahmat mengatakan bahwa Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jateng bersama dengan TPID di kabupaten/kota se-Jawa Tengah menyelenggarakan High Level Meeting (HLM) yang dirangkaikan dengan rapat koordinasi wilayah (rakorwil) Jateng.
Melalui penyelenggaraan HLM dan Rakorwil tersebut, ia berharap dapat semakin memperkuat sinergi dan kolaborasi antara para pemangku kepentingan terkait di Jateng.
"Sehingga dapat memberikan solusi yang inovatif dan efektif guna mengatasi tantangan ketahanan pangan dalam rangka mendukung ketahanan ekonomi lokal, melindungi daya beli masyarakat, dan menjaga stabilitas harga pangan," katanya.
Baca juga: Inflasi Jateng terendah, Dadang: Banyak yang harus dilakukan Kota Tegal
"Inovasi dari hulu ke hilir harus dioptimalisasi secara simultan untuk meningkatkan produktivitas dan mendorong perluasan jangkauan distribusi," katanya, dalam pernyataan di Semarang, Jumat.
Diakuinya, perkembangan inflasi gabungan sembilan kabupaten/kota indeks harga konsumen (IHK) di Jawa Tengah terkendali atau berada dalam rentang sasaran inflasi 2,5 persen plus 1 persen
Meski demikian, kata dia, terdapat potensi kenaikan harga komoditas pangan terutama disebabkan peningkatan permintaan masyarakat dalam periode pemilihan kepala daerah (pilkada), serta Natal dan Tahun Baru 2024 di tengah periode musim tanam padi dan hortikultura.
Menurut dia, beras sebagai komoditas pangan penyumbang inflasi terbesar pada 2018-2024 menghadapi sejumlah kendala struktural di Jateng.
Kendala tersebut, meliputi alih fungsi lahan, inefisiensi pengelolaan lahan, keterbatasan adopsi teknologi pertanian, dan biaya produksi yang tinggi, yang berdampak terhadap ketersediaan pasokan.
"Permasalahan rantai pasok yang panjang juga menjadi tantangan bagi komoditas beras," katanya.
Sedangkan produk hortikultura, terutama aneka cabai dan bawang merah juga dihadapkan pada produksi yang tidak merata dan rentan dengan anomali cuaca dan hama.
Ia mengatakan bahwa optimalisasi badan usaha milik daerah (BUMD) dan badan usaha milik petani (BUMP) perlu ditingkatkan untuk memperpendek rantai distribusi dan menjadi "offtaker" dalam menyerap pasokan yang berlebih.
Lebih jauh, kata dia, untuk menjaga kecukupan pasokan di setiap kabupaten/kota di Jateng maka kerja sama antardaerah (KAD) perlu diperluas tidak hanya mencakup antar-provinsi, melainkan juga antarkabupaten/kota.
Rahmat mengatakan bahwa Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jateng bersama dengan TPID di kabupaten/kota se-Jawa Tengah menyelenggarakan High Level Meeting (HLM) yang dirangkaikan dengan rapat koordinasi wilayah (rakorwil) Jateng.
Melalui penyelenggaraan HLM dan Rakorwil tersebut, ia berharap dapat semakin memperkuat sinergi dan kolaborasi antara para pemangku kepentingan terkait di Jateng.
"Sehingga dapat memberikan solusi yang inovatif dan efektif guna mengatasi tantangan ketahanan pangan dalam rangka mendukung ketahanan ekonomi lokal, melindungi daya beli masyarakat, dan menjaga stabilitas harga pangan," katanya.
Baca juga: Inflasi Jateng terendah, Dadang: Banyak yang harus dilakukan Kota Tegal